Euis <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kepada: "EsKa" <sekolah..........yahoogroups.com>, "NB" <[EMAIL PROTECTED]>, CC: "eris" <[EMAIL PROTECTED]>, "lia" <[EMAIL PROTECTED]>, "Hendri Andrian" <[EMAIL PROTECTED]>, <[EMAIL PROTECTED]> Dari: "Euis" <[EMAIL PROTECTED]> Tanggal: Wed, 16 Jan 2008 13:00:43 +0700 Topik: Tolong Carikan Ayah Untuk Janinku !
TOLONG...CARIKAN AYAH UNTUK JANINKU ! (FIKSI) Oleh : Euis Handayani Aku mengenalnya sudah cukup lama sekali. Dia adalah seorang pemuda yang ku anggap baik di mataku dan keluargaku. Awal perkenalan kami yaitu melalui seorang teman dekatku yang tak lain adalah kerabat jauhnya sendiri. Selang beberapa minggu dari perkenalan, kami pun sepakat untuk menjalin hubungan ke arah yang lebih serius (pacaran) tentunya dengan satu tujuan yaitu bisa sampai ke jenjang pernikahan. Karena masing-masing keluarga sudah mengetahui akan hubungan kami, maka mereka memberikan kepercayaan penuh kepada kami untuk menjaga baik hubungan kami. Layaknya orang berpacaran, kami pun tak jarang jalan (pacaran) di luar rumah. Mulai dari jalan-jalan biasa, nonton bioskop sampai cek in pun pernah kami jalani. Tak terhitung berapa banyak janji yang terucap, rayuan manis yang melenakan, pelukan dan ciuman yang mendarat di tubuh kami, bahkan lebih dari itu....*** (we lost control). Seiring berjalannya waktu, aku rasakan tanda-tanda keseriusan darinya semakin pudar. Mungkin karena usia hubungan kami yang terlampau lama, kini semuanya terasa hambar, datar dan seolah berjalan di tempat. Tak terdengar lagi kata-kata mesra dan janji-janji yang dulu pernah diucapkan, sedangkan hubungan kami sebelumnya sudah jauh melebihi batas aturan. Lambat-laun komunikasi pun mulai jarang, bahkan terkadang hilang sama sekali. Berbagai alasan telah ku katakan manakala keluargaku menanyakan kabar hubungan kami dan kabar keberadaan dia yang sudah jarang berkunjung ke rumah. Dan sejalan dengan itu, aku merasakan seperti ada sesuatu yang terjadi padaku. Aku mulai sering pusing dan mual-mual, namun tak pernah aku hiraukan karena kupikir mungkin cuma masuk angin biasa. Tapi setelah beberapa hari bahkan minggu, rasa sakit itu tak juga hilang, malah semakin menjadi bercampur dengan rasa cemas. Kesehatanku menurun secara drastis. Aku mulai benar-benar cemas ditambah lagi dengan keterlambatanku datang bulan. Namun perasaan itu sebisa mungkin aku sembunyikan untuk menghindari kecurigaan keluargaku. Kembali ku telusuri jejak pacarku yang sudah lama menghilang, namun tak jua kutemukan. Aku sangat panik. Sampai akhirnya ku beranikan diri untuk memeriksakan kesehatanku ke Dokter. Hanya ingin memastikan bahwa aku baik-baik saja dan hanya mengalami sakit biasa. Walau tak bisa dipungkiri perasaan takut dan was-was kalau aku hamil itu terus membayangi. Keputusan Dokter itu membuat dunia seakan runtuh seketika. Hatiku terguncang dan ketakutan manakala Dokter menyatakan bahwa aku positif hamil, dan kehamilanku telah memasuki usia satu bulan. Badanku terkulai lemas tak berdaya. Perasaan sedih, malu, takut dan bersalah bercampur menjadi satu. Harapanku hilang sudah dan jiwaku hancur lebur. Kembali ku mencari kabar keberadaan pacarku untuk meminta pertanggung jawabannya atas kehamilanku, namun tetap saja hasilnya nihil. Sampai akhirnya aku terima kabar dari salah seorang temannya bahwa pacarku kini sudah pindah kerja dan tidak ada seorang pun yang mengetahui alamatnya yang baru. Dan yang lebih membuatku marah yaitu kabar bahwa pacarku sudah menjalin asmara lagi dengan wanita lain dan katanya wanita itu akan segera dinikahinya. Kembali jiwaku terguncang sampai nyaris saja aku kehilangan akal sehatku. Aku kehabisan cara untuk mencari jalan keluar atas masalahku ini, namun akhirnya aku menyerah jua pada kenyataan. Walaupun ini masalah atas kesalahanku sendiri, tapi aku tidak bisa mengatasinya sendirian. Aku butuh orang lain, aku butuh keluarga, karena lambat-laun aib ini akan terbongkar dengan sendirinya. Aku tidak bisa membayangkan reaksi keluarga ketika mereka tahu bahwa aku hamil di luar nikah. Dan yang paling aku khawatirkan mereka tidak bisa membendung amarah ketika tahu bahwa calon ayah dari janin ini telah pergi dengan wanita lain. Tapi walau bagaimanapun mereka harus tahu, pikirku. Aku harus siap dengan segala resikonya. Dan benar saja dugaanku, mereka begitu terpukul dan murka saat mengetahui kehamilanku. Walau perasaan takut terus menyelimuti, tapi aku terus berusaha untuk tetap tegar ketika ku ceritakan kejadian yang sebenarnya secara rinci sampai tuntas. Persidanganku pun berlangsung cukup lama di rumah. Aku seperti seorang terdakwah yang divonis hukuman mati di hadapan keluargaku sendiri. Mereka begitu geram dan nyaris mengusirku dari rumah. Walau sangat terpukul, namun ibu tetap saja melindungiku dan berusaha meredakan amarah ayah dan saudara-saudaraku. Salah satu solusi yang ditempuh yaitu dengan cara mempertemukan dua keluarga dan mencari pemecahan lain atas masalah ini, namun tidak ada mufakat yang dicapai karena pihak keluarga dia sendiri tidak mengetahui keberadaan anaknya sekarang. Mereka tak henti-hentinya meminta maaf pada keluargaku atas perilaku anak laki-lakinya yang tidak bertanggung jawab. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, mustahil waktu kan berulang. Kini yang ada hanya penyesalan yang mendalam dan rasa malu karena harus menanggung aib yang cukup besar. Sampai akhirnya aku mengasingkan diri jauh dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Kemana lagi aku harus mencari ayah untuk janinku ini ? Karena tidak ada seorangpun yang merasa iba terhadapku. Inilah hukuman yang harus aku tanggung seumur hidupku. Siapa yang menabur, maka dia jualah yang menuai. Padahal dalam agama sudah jelas-jelas disebutkan batasan-batasan dalam berta'aruf dan larangan berpacaran. Namun karena lemahnya iman dan kuatnya godaan syaitan telah mampu membutakan mata hatiku dan terlena dalam buaian cinta yang semu. ****** Serang, 160108 * Ketika mencoba memposisikan diri menjadi orang lain(si pelaku).... --------------------------------- Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers