Mata “Tertutup” Tetapi Bisa Melihat


Diantara tempat yang sering dikunjungi oleh Alm KH Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) adalah Pesantren Asy-Syafi’iiyah Kedungwungu, Kec. Krangkeng Indramayu
Jawa Barat, minimal dalam setahun dua kali Gus Dur berkunjung di pesantren
yang terletak di pinggiran sungai/irigasi desa itu.


Tepat beberapa hari Gus Dur lengser dari kursi kepresidenan Gus Dur
berkenan mengunjungi pesantren asuhan KH Afandi Abdul Muin Syafi’i itu.



Dalam kondisi –baru lengser itu- tentunya Gus Dur sedang menjadi perhatian
publik, panitia berinisiatif membuat panggung pengajian yang diletakkan di
tepi sungai di depan pesantren itu, -karena halaman pesantren kurang luas-,
dengan posisi panggung menghadap sungai, sehingga hadirin diposisikan di
sepanjang jalan yang berdampingan dengan sungai. Saat itu Nasrulloh Afandi,
salah satu santri di pesantren tersebut ikut jadi panitia.


Di hari H, sebelum Gus Dur tiba di lokasi, puluhan ribu hadirin
berdatangan,dari berbagai pelosok Kabupaten Indramayu,Cirebon dan
sekitarnya, dengan aneka latar belakangnya. Termasuk saat itu Wakil Bupati
Indramayu yang terlambat datang pun harus rela masuk lokasi melalui
pematang sawah, lewat pintu belakang dapur pesantren karena jalan depan
jadi lautan manusia.


Saat berbicara di atas panggung, tiba-tiba Gus Dur bilang ”Ini baru pertama
kali saya ceramah di tepi sungai, jadi terasa sejuk, melebihi AC, ya maklum
desa tempat membuang jin, jauh dari kota he he.. he…” sambil tertawa
terkekeh-kekeh khas Gus Dur.


Tentu saja orang yang mendengar terheran-heran, darimana Gus Dur tahu kalau
panggung itu di tepi kali. Padahal tidak ada yang ngasih tahu sebelumnya.


Ditengah-tengah orasinya, Gus Dur bilang ”Indramayu ini punya PT Pertamina
dengan sumber daya besar, itu tidak jauh dari sini, tetapi masyarakatnya
belum makmur, ini sebagai bahan evalusai pemerintah daerah,” tandas Gus
Dur, dengan jari telunjuk tangan kiri ke arah lokasi dimana PT Pertamina
Balongan berada, identiknya orang yang melihat dengan normal dan memahami
lokasi daerah tersebut.


Setelah cukup lama berorasi tiba-tiba Gus Dur pun melihat jam tangan yang
berada di pergelangan tangannnya (lihatlah foto-foto Gus Dur, ke mana-mana
Ia selalu memakai jam tangan,red)


Sambil melihat jam tangan, tanpa ada yang mengasih tau, kemudian Ia bilang:
“Ini sudah pukul empat sore, saya harus ke tempat Kiai Fuad Hasyim Buntet
(Cirebon, red). Padahal jadwal semula saya mau ke Buntet dulu, terus ke
Kedungwungu, tetapi berubah, ke Kedungwungu duluan, nah itu kiai Fuad-nya
sudah jemput saya, sambil menunjuk ke arah alm KH Fuad Hasyim yang berada
di bawah di samping panggung,” tandas Gus Dur, waktu yang dikatakannya pun
betul, identiknya orang yang melihat jam secara normal saat itu.


Alhasil, Gus Dur matanya “tertutup” sebagaimana disaksikan oleh orang
banyak, tetapi sejatinya Ia bisa melihat. wallahu a’lam. []



(mukafi niam)



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke