NU dan Ukhuwah Islamiyah

Oleh: KH MA Sahal Mahfudh



Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan keinsafan, bahwa setiap
manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup
bermasyarakat. Dengan bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan
kebahagiaan dan menolak ancaman yang membahayakan diri mereka. Persatuan,
ikatan batin, saling membantu dan keseia-sekataan merupakan prasyarat dari
timbulnya persaudaraan (ukhuwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan
bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.1


Tujuan utama Nahdlatul Ulama adalah mempersatukan langkah para ulama dan
pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan untuk menciptakan
kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian martabat manusia.2


Gerakan keagamaan yang digalang dimaksudkan untuk turut membangun dan
mengembangkan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil
berakhlak mulia, tenteram, adil dan sejahtera.3


Sebagai organisasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak
terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang
teguh prinsip persaudaraan (al-ukhuwah), toleransi (at-tasamuh),
kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan sesama umat Islam maupun
dengan sesama warga negara.4


Dan sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi bagian tak terpisahkan
dari keseluruhan bangsa Indonesia, Nahdlatul Ulama senantiasa menyatukan
diri dengan perjuangan nasional bangsa Indonesia dan akti mengambil bagian
dalam pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah
SWT.5


Nahdlatul Ulama dalam hal ini mengembangkan ukhuwwah Islamiyah yang
mengemban kepentingan bangsa.6 Pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari
menekankan pentingnya ukhuwah7 dengan mengutip berbagai ayat A1-Qur'an dan
Hadits yang berkaitan dengan ukhuwah dimaksud.


***

Kata ukhuwah berasal dari bahasa Arab, adalah bentuk abstrak dari kata
akhun. Struktur katanya sama dengan kata bunuwah dari kata ibnun yang
artinya anak laki-laki. Akhun dapat berarti saudara, bentuk jamaknya
ikhwah, dapat pula diartikan kawan, bentuk jamaknya ikhwan. Kata ukhuwah
menurut bahasa bisa diartikan kesaudaraan/persaudaraan atau
kekawanan/perkawanan.8


Dalam penggunaan sehari-hari, sering juga dipakai dua pengertian tersebut.
Dalam Al-Qur’an, hubungan antar kaum mukmin disebut ikhwah bukan ikhwan,
yang berarti bahwa orang mukmin bukan sekadar teman bagi mukmin yang lain,
namun lebih dari itu adalah saudara.9 Tetapi dalam ayat lain10 juga
disebutkan sebagai ikhwan yang juga diperkuat oleh hadits.11


Ukhuwah Islamiyah, dengan demikian berarti hubungan persaudaraan atau
perkawanan antar sesama umat Islam, dan dalam konteks keindonesiaan adalah
seluruh umat Islam di Indonesia, baik yang tergabung dalam ormas Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah mau pun yang lain.


Ukhuwah Islamiyah dimaksud, seperti lazimnya hubungan persaudaraan antar
anggota keluarga tertentu, sebagai suatu komunitas tentu mengandung
nilai-nilai pengikat tertentu, baik yang disepakati bersama, yang tumbuh
dari keyakinan dogmatis mau pun yang tumbuh secara naluriah atau fitriyah.
Tetapi meskipun ada pengikat yang amat kuat dan melekat sekalipun, tidak
berarti tanpa perbedaan. Sebagai umat, masing-masing mempunyai ciri, watak,
latar belakang kehidupan dan wawasan berbeda satu sama lain.


Unsur pengikat dalam upaya menumbuhkan ukhuwah Islamiyah adalah keimanan
atas Allah SWT dan rasulNya, Muhammad SAW. Ikatan akidah inilah yang paling
kuat dibandling ikatan darah atau keturunan.12 Ia merupakan pondasi yang
kokoh untuk suatu bangunan yang disebut ukhuwah Islamiyah.


Rasa dan keyakinan satu Tuhan, satu rasul dan seiman, mampu menumbuhkan
cinta kasih yang mendalam, yang kemudian diejawantahkan dalam sikap dan
perilaku luhur, sarat dengan nilai akhlaq al-karimah dan solidaritas sosial
yang dalam. Di sini dituntut adanya kesadaran akan hak dan kewajiban antar
sesama muslim dan mukmin.13


Meskipun ada perbedaan, kebhinekaan dan keberagaman dalam berbagai aspek
kehidupan, hal itu tidak berakibat munculnya khushumah (permusuhan),
'adawah (perlawanan) maupun muhasadah (saling menghasut), karena kuatnya
pengikat tersebut.14 Dalam hal ukhuwah Islamiyah antara Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang cukup usia, keduanya mempunyai titik
temu dalam konteks keindonesiaan. Titik temu itu pada dasarnya adalah sama,
ingin berbuat untuk kemaslahatan umat atau masyarakat di Indonesia yang
tercinta ini.


Upaya mewujudkan kemaslahatan itu secara kongkrit merupakan partisipasi
nyata dalam pembangunan manusia seutuhnya. Keduanya ingin mengejar
kemajuan, menghilangkan keterbelakangan, mengurangi kemiskinan dan mengikis
kebodohan. Baik miskin materi, miskin ilmu, miskin moral dan miskin iman.


Ukhuwah yang menumbuhkan sikap saling melengkapi kekurangan dengan dasar
ikhlas dan saling pengertian yang luas demi kemaslahatan, merupakan potensi
yang selalu didambakan. Tentu saja dalam hal ini masing-masing berada pada
posisinya sesuai dengan kelebihan dan potensi yang dimiliki.


***

Memang diakui, bahwa realisasi ukhuwah Islamiyah tidak semulus yang ingin
dicapai. Di sini perlu telaah mendalam mengenai faktor-faktor penghambat.
Secara umum dapat dikemukakan antara lain, adanya fanatisme buta dan rasa
bangga diri yang berlebihan. Faktor sektarian ini kadang sampai pada
penilaian benar-salah yang mengakibatkan ketegangan atau kesenjangan
tertentu.


Faktor lain adalah sempitnya wawasan, ketertutupan dan kurang atau bahkan
tiadanya silaturrahim dan dialog mencari titik-titik kemaslahatan. Lebih
dari itu, faktor penghambat utama adalah tingkat akhlak yang relatif masih
rendah, sehingga sering timbul sikap tahasud, saling mencela dan ghibah
(rerasan).


Hambatan yang paling mendasar adalah lemahnya kesadaran dan rasa kasih
sayang terhadap sesama. Padahal Rasulullah sampai-sampai menekankan dan
menggantungkan iman seseorang, pada sejauh mana ia mencintai sesamanya
seperti mencintai dirinya sendiri.15 Yang terjadi justru sebaliknya,
seorang mukmin kurang mensyukuri, bahkan tidak senang melihat kesuksesan
mukmin lain, terkadang malah lebih senang melihat kegagalannya. Di sini
sering terjadi sikap kompetisi yang kurang sehat, sikap ingin mendominasi
segala-ganya dan mengklaim apa saja yang berwatak positif bagi diri dan
kelompoknya.


Upaya untak mengatasi hambatan-hambatan tersebut dapat dilakukan semua
pihak, untuk pada gilirannya ukhuwah itu sendiri menjadi potensi yang
sangat bermanfaat bukan saja bagi warga ke dua belah pihak, namun bagi
seluruh warga negara Indonesia. Terciptalah kemudian sikap kebersamaan
dalam keragaman. Hal ini juga merupakan cerminan dari kesadaran
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


Bagaimana menghilangkan atau paling tidak memperkecil porsi sektarianisme
dalam berbagai bidang yang menyangkut aspek-aspek kehidupan? Bagaimana pula
meningkatkan sikap dan perilaku akhlak karimah serta mengembangkan sikap
tasamuh, tawasuth dan i'tidal? Bagaimana pula melembagakan silaturrahim dan
dialog untuk mencari titik maslahah untuk menghadapi tantangan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus budaya dan perubahan nilai? Semua
pertanyaan ini memerlukan jawaban yang jelas dan konseptual, yang dapat
dirumuskan dalam forum-forum yang lebih serius.


Namun sebelum semua pertanyaan di atas akan dijawab, ada satu pertanyaan
yang sangat mendasar, yang jawabannya akan sangat mempengaruhi atas perlu
tidaknya pertanyaan yang lain dicari jawabannya. Pertanyaan dimaksud ialah,
“Benarkah kita berniat menegakkan ukhuwah Islamiyah Indonesia?".


***

Catatan Kaki:


1. Mukaddimah Khittah 1926 alenia (1)

2. Ibid alenia (2)

3. Ibid alenia (3)

4. Khittah 1926 butir (8)

5. Ibid

6. Mukaddimah AD NU – 1984

7. Mukaddimah Qanun Asasi NU 1926

8. Kamus al-Munjid

9. Surat Al-Hujurat ayat 10

10. QS Ali Imran ayat 103

11. HR Bukhori dan Muslim

12. Sayid Quthub Assalam Al-'Aalami

13. Ibid

14. Qanun Asasi NU -1926

15. HR Bukhori dan Muslim


*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta:
LKiS). Tulisan ini pernah disampaikan pada seminar NU-Muhammadiyah dan
Ukhuwah Islamiyah di Yogyakarta, 13 November 1989. Judul asli Ukhuwah
Islamiyah Indonesia.



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke