Rais Aam PBNU Paparkan Landasan Islam Nusantara

Jumat, 18/09/2015 17:01






[image: Rais Aam PBNU Paparkan Landasan Islam Nusantara]






Jakarta, *NU Online *
Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin memaparkan Islam Nusantara atau Ahlussunah wal
Jamaah An-Nadliyah di Forum Tashwirul Afkar, berlangsung di Perpustakaan
PBNU, Jakarta, Jumat sore (18/9). Ia menyampaikan hal itu mulai dari cara
berpikir, gerakan, muamalah, dan amaliyahnya.


Menurut dia, berdasarkan cara berpikir, Islam Nusantara tidak tekstualis,
tidak liberalis, dan tidak radikalis. Ia mengambil contoh yang radikalis
itu tidak proporsioanal. Contohnya istilahh jihad. Jihad bagi mereka
dimaknai perang, padahal dalam kata jihad, mengandung makna islah
(perbaikan).


“Mereka itu memperhatikan ayat-ayat keras. Ayat damai itu tidak. Mereka
tidak proporsional kapan menggunakan ayat lunak dan kapan menggunakan ayat
keras,” ungkapnya.


Cara berpikir mereka (Islam radikalis, red.) adalah ketika tidak ada
nashnya, maka disebut bukan Islam. Kemudian dianggap bid’ah. Bid’ahnya
dlolalah. Dan bid’ahnya dlolalah tempatnya di neraka.


Padahal halal bihalal itu barang baru. Tidak ada nashnya dan tak ada di
Arab. Tapi dilakukan muslim Indonesia. “Inilah Islam Nusantara,” katanya di
hadapan peserta diskusi yang rata-rata anak muda NU tersebut.


Jadi, kata dia, cara berpikir islam Nusntara adalah ketika sesuatu tidak
menyimpang dari nash tidak, berifat baik dan maslahat maka boleh
digunakan.  “Landasan ukurannya ada larangan tidak dalam nash? Ini cara
berpikir NU.”


Dengan cara berpikir seperti itu, maka tumbuhlah kreativitas, ide dan
gagasan. Serta memberi peluang terhadap pemikiran budaya untuk tumbuh, baik
budaya lokal maupun global. “Syekh Nawawi Al-Bantani mengomentari haul
sebagai tradisi orang Jawa itu nggak apa-apa. Tidak ditolak,” ungkapnya.


Tapi ia menyebut juga, bahwa Islam Nusantara juga tidak liberal. Islam
Nusanatara harus berada pada cara berpikir Aqidah Asy’ariya, berdasarakan
Qanun Asasi pendiri-pendiri NU. “Ada tashwirul afkar. Perlu juga ada
taswiyatul afkar (pemurnian pemikiran). Ini tugasnya Syuriyah,” lanjutnya.


Ia kemudian menyingkat penjelasannya, bahwa Islam Nusantara tidak radikal,
tidak liberal, tapi dinamnis (tidak jumud).


Dari sisi harakahnya (gerakan), Islam Nusantara adalah gerakan perbaikan
“Ini harus dijadikan dasar gerakan. Karena harakatul ulama (gerakan ulama)
adalah memperbaiki umat. Gerakan NU adalah agama dan kemasyarakatan,
ekonomi, politik, budaya, bukan hanya masalah keagamaan.


“Kita harus melahirkanbkonsep politik, budaya, kemasyarakatan dari fikrah
nahdliyah itu. Ekonominya. Cara bergeraknya soft (lembut). Tidak keras,
tidak kasar, kesukarelaan, tidak main paksa. Tidak ego dan fanatik,”
jelasnya.


Sementara ketiga dari sisi muamalahnya. Ini adalah mengatur pergaulan
sesama NU, sesama Islam, sesama warga negara dan sesama umat manusia. Dalam
pergaulan tersebut, Islam Nusantara saling mengasihi dan menyayangi
walaupun dengan orang berbeda agama.


Keempat dari sisi amaliyahnya. Islam Nusantara mengamalkan shalawat,
istighotsah, maulidan, tahlilan, slametan, memperingati maulid Nabi,
memperingati Isra Mi’raj dan lain-lain.


“Islam Nusantara *huwa* (adalah, red.) Islam Ahlussunah wal Jamaah. Diganti
cashingnya supaya menarik. Dan ternyata menarik. Ganti cashing saja ribut,”
kata cicit Syekh Nawawi Al-Bantani ini disambut tawa hadirin.


Hadir pada kesempatan tersebut, narasumber lain Pengurus PCINU Amerika
Serikat Akhmad Sahal, Sekretaris Jenderal PBNU H Helmy Faishal Zaini, dan
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Masduki Baidlowi. *(Abdullah Alawi)*






*Sumber: *


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62271-lang,id-c,nasional-t,Rais+Aam+PBNU+Paparkan+Landasan+Islam+Nusantara-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke