Perang Terbuka Sri Mulyani vs Ical (Dosa-Dosa Bakrie dimata SM)
        2009 Desember 10
                        
                        
                                tags: aburizal bakrie, bank century, indonesia, 
Lumpur Lapindo, sby, sri mulyani
                                by nusantaraku
                        
                        
                                 
Telah lama saya menunggu agar konflik
internal yang telah dibungkus dengan rapi antara Menkeu Sri Mulyani dan
mantan Menko Kesra Aburizal Bakrie di kabinet Indonesia bersatu
dibongkar. Hal ini dikarenakan telah terjadi power abuse yang
dilakukan salah satu menteri di Kabinet Pemerintahan SBY-JK silam yang
diaminin oleh pak Presiden SBY. Dan menteri yang begitu gentol
melakukan perlawanan kepada tindakan Bakrie sampai-sampai ‘mengancam’
mengundurkan dari kabinet adalah Sri Mulyani.
Jika konflik internal yang terjadi
tidak menyangkut masalah negara, maka sudah sepantasnya itu adalah
masalah aib pribadi orang yang harus ditutup dan dibungkus. Tapi,
bagaimana jika konflik yang terjadi menyangkut masalah negara,
pengeluaran uang negara? Itulah yang menjadi perhatian kita. Dan saya
harapkan melalui konflik internal ini, semua kebobrokan dapat
dibongkar. Baik dari pihak Bakrie maupun pihak Sri Mulyani.
“Dosa-Dosa” Bakrie di Mata Sri Mulyani
Bermula dari Kasus Luapan Lumpur Lapindo sejak 28 Mei 2006,
telah terjadi perdebatan sengit siapa pihak yang bertanggungjawab atas
biaya penanggulangannya : PT Lapindo (Bakrie Family), negara atau dua
pihak. Berdasarkan sumber-sumber yang saya himpun (Jusuf Kalla dan 3 Tahun 
Lumpur Lapindo), sebagian besar ahli drilling dan geologi menyatakan bahwa 
luapan lumpur Lapindo disebabkan oleh
tindakan eksplorasi yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas yang
sebagian besar sahamnya dimiliki oleh keluarga Bakrie.  Fakta ini  pun
didukung oleh hasil Audit Investigatif BPK atas Lumpur Lapindo
yang mengindikasi terjadi pelanggaran prosedur dan peraturan mulai dari
proses tender, peralatan teknis hingga prosedur teknis pengeboran
sumur-sumur minyak di Sidoarjo.
Fakta yang lebih meyakinkan adalah dokumen
serta pernyataan Arifin Panigoro sebagai pemilik perusahaan operator
pengeboran sumur PT Lumpur Lapindo yang mengaku PT Lapindo telah
melakukan pelanggaran atas SOP serta tidak mau melaksanakan tindaka
preventif. Karena penyebab utama terjadi sumburan lumpur di Sidoardjo
adalah aktivitas pengeboran, maka pihak yang bertanggungjawab adalah PT
Lapindo Brantas sebagaimana diatur dalam UU 23/1997 dan PP 27/1999.
Meskipun sudah cukup jelas penyebb dan
siapa penanggungjawabnya, namun alih-alih Presiden SBY mengeluarkan
Per.Pres 14 tahun 2007 jo Per.Pres 48/2008, yang mana pemerintah 
(dengan anggaran rakyat) membantu biaya lumpur Lapindo yang disebabkan
oleh kesalahan manusia mengundang bencana. Terbitnya peraturan presiden
tersebut sangat merugikan uang negara. Dalam kurun 3 tahun, 795 miliar  APBN 
dikucurkan untuk membantu kelalaian pengeboran Lapindo selama 2007-2009. 
Rinciannya sebagai berikut : Rp 114 miliar pada 2007, Rp 513 miliar pada 2008, 
dan 168  miliar pada 2009. [LKPP 2007, LKPP 2008  dan UU APBN P 2009]. Baca 
juga : Jusuf Kalla dan 3 Tahun Lumpur Lapindo.
Dalam kasus lumpur Lapindo, saya sepakat dengan Bu Sri Mulyani yang
menginginkan “Perusahaan Bakrielah (Lapindo) yang bertanggung atas
biaya penanggulangan lumpur Lapindo, bukan negara”.
Kesalahan kedua Bakrie dimata Sri Mulyani adalah karena
adanya usaha pemerintah SBY-JK dalam mengintervensi penjualan saham PT
Bumi Resource Tbk yang notabene adalah milik keluarga Bakrie. Pada
Oktober 2008 silam, bersamaan krisis finansial dunia, saham-saham
perusahaan nasional di BEI jatuh bebas tidak terkendali. Saham BUMI
yang 3 bulan sebelumnya mencapai Rp 7000 per saham, anjlok dibawah Rp
1000 per saham. Tapi, pihak otoritas saham tiba-tiba menghentikan
sementara (suspensi) perdagangan saham bumi yang diduga adanya tekanan
Bakrie melalui pemerintah SBY-JK. Sri Mulyani yang ikut membidani
masalah keuangan berang. Sri meminta pencabutan penghentian sementara
perdagangan saham PT Bumi Resources Tbk pada 7 Oktober 2008. Atas kasus
ini, beredar kabar bahwa Menkeu Sri Mulyani sempat ‘mengancam’
mengundurkan diri jika saham Bakrie masih disuspensi.
 Kesalahan ketiga Bakrie dimata Sri Mulyani adalah
kasus royalti batubara yang ditunggak oleh perusahaan Bakrie
(berbeda-beda menurut versi Menkeu, BPK dan ICW).Kesalahan ketiga
Bakrie dimata Sri Mulyani adalah pembakangan royalti batubara yang
dilakukan perusahaan batubara, yang sebagian diantaranya adalah
perusahaan milik Bakrie. Sri Mulyani tidak habis berpikir, mengapa ada
perusahaan yang berani menghindari pajak/royalti dan bahkan menunggak
bertahun-tahun. Sedikitnya perusahaan batubara Bakrie menunggak 2-5
triliun royalti Batubara hasil akumulasi sejak 2002/2003. Tidak hanya
sampai disitu, SM juga membuat keputusan pencekalan terhadap sejumlah
petinggi perusahaan batu bara Bakrie.
Kesalahan keempat Bakrie dimata Sri Mulyani adalah
rencana Bakrie menguasai saham 14% PT Newmont Nusa Tenggara. Mengingat
potensi yang besar dari Newmont, Sri Mulyani menolak keinginan Bakrie
membeli 14 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara. Saat
menjabat pelaksana tugas Menko Perekonomian, Sri Mulyani meminta agar
seluruh saham dibestasi Newmont dibeli oleh perusahaan negara. Meski
begitu, ketika jabatan Menteri Koordinator Perekonomian berpindah ke
Hatta Rajasa, melalui Multicapital akhirnya Bakrie bisa mendapatkan 75
persen dari 14 persen saham Newmont. Keinginan Bakrie terwujud walau
tak sampai 100 persen.
Perang Terbuka di Mulai
Tanpa perlu berpikir banyak, sudah
dapat dipastikan bahwa Bakrie selama ini merasa kepentingan bisnisnya 
yang ‘liar’ dicekal oleh Menkeu Sri Mulyani. Sri Mulyani yang ingin
lembaganya profesional tentu berusaha tidak tolerir dengan pejabat
negara atau politisi yang berusaha memanfaatkan fasilitas negara
(keuangan negara). Namun, ambisi besar Sri Mulyani untuk ‘menertibkan’
usaha Bakrie terpental ditangan ‘majikan’-nya. Bakrie yang menyumbang
biaya kampanye Presiden SBY yang berduet dengan JK pada pemilu 2004
membuat SBY berhutang budi. Ketergantungan SBY pada konglomerat Bakrie
tidak hanya berhenti pada periode 2004-2009, pada pilpres Juli 2009
lalu, pasangan SBY-Boediono kembali mendapat dukungan dana dari
keluarga Bakrie. Bakrie melalui anaknya Anindya Bakrie menjadi salah satu 
donatur kakap bagi pasangan SBY-Boediono.
Hubungan simbiosis mutualisme ini
membuat SBY-Boediono tidak tegas terhadap perilaku-perilaku yang diduga
menyimpang yang dilakukan Bakrie. Sehingga jangan harap Kasus Lumpur Lapindo
dapat diselesasikan secara tuntas oleh SBY, meskipun JK yang dulu
menjadi Ketum Golkar tidak lagi menjadi Wapres. Begitu juga, Presiden
SBY tidak akan tegas menuntut perusahaan Bakrie agar segera membayar
royalti batubara kepada negara. Dan yang pasti, SBY telah mendukung Aburizal 
Bakrie untuk duduk menjadi Ketum Golkar melawan Surya Paloh.
Selain Bakrie, dapat dipastikan bahwa
Menkeu Sri Mulyani tidak disukai oleh sejumlah oknum pejabat dan
politisi yang selama ini melakukan money laundring melalui rekening liar di 
departemen.  Pada tahun 2007 silam, Menkeu Sri Mulyani
memerintahkan menutup rekening-rekening liar milik berbagai departemen.
Hingga tahun 2008, jumlah rekening liar yang berhasil ditutup mencapai
2.086 rekening dengan total total nilainya keuangan negara yang diselamatkan 
mencapai Rp 7,28 triliun.

Ketegasan Menkeu Sri Mulyani ini
tentu membuat para pejabat korup merasa kegerahan. Setali tiga uang
dengan para pengusaha/kontraktor nakal. Selama Menkeu dijabat Sri
Mulyani, banyak reformasi yang dilakukan terkait mekanisme pelelangan
proyek pemerintah.  Sebagai catatan, Sri Mulyani bersama timnya
mengelola sedikitnya Rp 700 triliun uang negara per tahun. Sepertiga
dari dana tersebut digunakan untuk pengadaan barang dan jasa, yang mana
para konglomerat/pengusaha bermain proyek didalamnya. Selama ini,
banyak pengusaha yang melakukan cara pintas untuk mendapat proyek,
dengan menyuap pejabat pelelangan dan departemen keuangan.
Dengan uraian ini, maka sangatlah
mungkin bahwa ada orang yang tidak senang dengan ketegasan yang
dilakukan Sri Mulyani di departemennya. Banyak pihak berharap agar Sri
Mulyani lengser lalu digantikan  dengan orang yang mau ‘berkompromi’
atas pundi-pundi anggaran negara yang lebih Rp 700 triliun tersebut.
*********
Melaui artikel ini, saya mengajak
masyarakat untuk tidak mempolitisasi berlebihan atas kasus Bank
Century. Kita harapkan kasus Century dapat diselesaikan secara hukum
dengan adil dan transparan. Meskipun premis awal saya (berdasarkan audit 
investigasi BPK atas kasus Bank Century) menyatakan bahwa pihak yang paling 
bertanggungjawab dalam bailout Bank Century adalah
otoritas Bank Indonesia, namun tidak tertutup kemungkinan Menkeu
Keuangan sebagai Ketua KSSK, Ketua LPS dan pihak Bank Century turut
bertanggungjawab dalam bailout tersebut apabila pada akhirnya proses
hukum menemukan unsur pidana.
Oleh karena itu, saya memiliki harapan
besar kepada institusi KPK untuk bertindak secara profesional, adil dan
transparan dalam mengusut benang kusut Bank Century. Untuk Pansus
Angket Bank Century di DPR, saya berharap mereka tidak mempermainkan
kekuasaan politik yang mereka miliki. Tidak boleh terjadi deal-dealan
agar kasus ini tenggelam, begitu juga tidak boleh kasusnya dibelokkan
untuk kepentingan pihak tertentu.
Referensi :
 Ex. summary Audit Investigatif BPK atas Lumpur Lapindo (pdf)Audit Investigasi 
BPK atas Lumpur Lapindo (lengkap)
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/10/perang-terbuka-sri-mulyani-vs-ical-dosa-dosa-bakrie-dimata-sm/



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke