Salam Marketing :


Jika di luar negeri, termasuk di Amerika Serikat (AS), Nokia 9500 kurang 
sukses; di negeri kita, ponsel mahal ini laris manis. Bahkan, angka penjualan 
Communicator di Indonesia merupakan yang nomor tiga tertinggi di dunia. Usut 
punya usut, fenomena itu banyak disebabkan oleh faktor "gengsi". Lantaran 
ukurannya yang "terlalu besar", konsumen yang memiliki Nokia 9500 akan dengan 
mudah dilihat orang lain. Itulah Gengsi, perlu pengakuan.

 

Memahami perilaku konsumen memang penting. Inilah rahasia sukses dari 
merek-merek perkasa. Sayangnya, sekitar 90% text book pemasaran-dengan berbagai 
studi kasus perilaku konsumen-berasal dari AS. Padahal demografi, gaya hidup, 
dan pola pikir konsumen Indonesia sangat jauh berbeda. Musim, makanan pokok, 
dan jalur lalu lintas kita berbeda. Belum lagi tingkat pendidikan, budaya, dan 
lain-lain. Pendeknya, perilaku konsumen  dipengaruhi 3 faktor. Pertama, 
eksternal (budaya, subkultur, demografi, kelas sosial, reference group, dan 
keluarga); kedua, internal (persepsi, motivasi, kepribadian, dan emosi); dan 
ketiga, strategi marketing.      

 

Sebagai konsekuensinya, konsep marketing dari AS tidak sepenuhnya bisa 
menjelaskan fenomena perilaku konsumen Indonesia. Terbukti, banyak produk yang 
sukses  di AS-sebut saja Kodak, Campbell Soup, The Body Shop, Amazon, IBM PC 
dan asuransi jiwa-penjualannya melempem di negeri kita yang memang unik. 
Sebaliknya, produk yang berjaya di Indonesia belum tentu sukses di sana. Ambil 
contoh Nokia 9500, Fuji Film, Extra Joss, Teh Botol, Aqua, fitur SMS, dlsb.

 

Kesepuluh karakter konsumen Indonesia adalah :

·         Memori pendek (short term perspective) 

·         Tidak berencana  (dominated by unplanned behavior) 

·         Suka Berkumpul  (like to socialize)

·         Gaptek (not adaptive to high technology) 

·         Berorientasi pada konteks (context, not content oriented)

·         Suka buatan LN (receptive to COO effect)

·         Beragama (religious)

·         Gengsi (putting prestige as  important motive) 

·         Budaya lokal (strong in subculture) 

·         Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment) 

 

Sebagai CONTOH : Konsumen Indonesia yang cenderung memiliki "memori pendek". 
Ini merupakan hasil penggabungan tingkat pendidikan dan kelas sosial yang 
rendah dengan budaya yang ada dalam masyarakat. Implikasinya, pemasar bakal 
kesulitan jika menawarkan benefit yang bersifat jangka panjang (seperti 
asuransi untuk masa 10-20 tahun). Sebaliknya, Extra Joss yang menawarkan 
khasiat instan justru cepat meraih sukses. Begitu pula Pil Kita dan Kuku Bima. 
Implikasi lainnya : marketer banyak memakai pendekatan psikologis harga. 
Contohnya Biskuat sukses menjadi nomor satu berkat budget approach. So Klin 
merangsek pasar deterjen dengan instant gift dalam sales promonya.      

 

Disisi Lain : Asuransi dapat masuk dengan menggedor karakter kedua yaitu "tidak 
berencana". Mengetahui karakter ini, para agen asuransi dapat mengajarkan 
kepada calon nasabah pentingnya merencanakan pendidikan dan masa depan 
keluarga. Namun, dapat juga dikombinasikan dengan karakter pertama yaitu klaim 
dapat dilakukan hanya dalam jangka waktu 3 tahun atau maksimal 5 tahun.



Nah, bagaimana ulasan detailnya, rekan-rekan marketer dapat melihat di Majalah 
Marketing Edisi Khusus yang terbit pada tanggal 16 Juli 2007. Jangan sampai 
Anda tidak mengerti karakter konsumen Indonesia secara tepat.



Salam,

Sukardi Arifin

Majalah Marketing

GSM : 081510306383

CDMA : 021-70300056

Kirim email ke