Penyakit Kawasaki Hadir di Indonesia

Sumber: 
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/12/10/1623090/Penyakit.Kawasaki.Hadir.di.Indonesia
 

KAMIS, 10 DESEMBER 2009 | 16:23 WIB
oleh  Najib Advani
 
KOMPAS.com - Hari masih pagi saat sebuah mobil mewah meluncur dengan kencangnya 
di jalan bebas hambatan di Eropa. Tiba-tiba mobil menghantam tepi jalan dan 
terbalik. Saksi mata yang melihat menduga si pengemudi mabuk. Polisi datang dan 
menemukan si pengemudi seorang gadis berusia 19 tahun, meninggal. Hasil otopsi 
menunjukkan bahwa ia tiba-tiba kena serangan jantung koroner sehingga tidak 
dapat lagi mengontrol mobilnya. Ternyata data rekam medisnya menunjukkan bahwa 
ia pernah terkena penyakit Kawasaki saat berusia 2 tahun tanpa disadari, baik 
oleh dokter maupun keluarganya.

Tragedi serupa dialami Joni, bayi lucu yang berusia 8 bulan. Sudah lebih 10 
hari ia demam dan ibunya sudah berganti dokter. Akhirnya, barulah diketahui 
bahwa ia menderita penyakit Kawasaki. Sayang sudah terlambat. Katup jantungnya 
mengalami kerusakan parah dan nyawanya tak tertolong lagi. 

Apakah penyakit Kawasaki (PK) itu ?
PK ditemukan oleh Dr Tomisaku Kawasaki di Jepang tahun 1967 dan saat itu 
dikenal sebagai mucocutaneous lymphnode syndrome. Untuk menghormati penemunya, 
penyakit itu akhirnya dinamakan Kawasaki. Di Indonesia, banyak di antara kita 
yang belum memahami penyakit berbahaya ini, bahkan di kalangan medis sekalipun. 
Hal inilah yang menyebabkan diagnosis acap terlambat dengan segala 
konsekuensinya. Penampakan penyakit ini juga dapat mengelabui mata sehingga 
dapat terdiagnosis sebagai campak, alergi obat, infeksi virus, atau bahkan 
penyakit gondong. Penyakit yang lebih sering menyerang ras Mongol ini terutama 
menyerang balita dan paling sering terjadi pada usia 1-2 tahun. Bahkan, penulis 
pernah menemukan PK pada seorang bayi berusia 3 bulan yang menderita demam 
selama 18 hari. 

Angka kejadian per tahun di Jepang tertinggi di dunia, yaitu berkisar 1 kasus 
per seribu anak balita. Peringkat itu disusul oleh Korea dan Taiwan. Adapun di 
Amerika Serikat berkisar 0,09 (pada ras kulit putih) sampai 0,32 (pada 
keturunan Asia-Pasifik) per seribu balita. Di Indonesia, penulis menemukan 
bahwa kasus PK sudah ada sejak tahun 1996. Namun, ada dokter yang menyatakan 
sudah menemukan sebelumnya. Meskipun demikian, Indonesia baru resmi tercatat 
dalam peta penyakit Kawasaki dunia setelah laporan seri kasus PK dari Advani 
dkk diajukan pada simposium internasional penyakit Kawasaki ke-8 di San Diego, 
AS, pada awal 2005. 

Diduga, kasus di Indonesia tidaklah sedikit, dan menurut perhitungan kasar, 
berdasarkan angka kejadian global dan etnis di negara kita, tiap tahun akan ada 
3.300-6.600 kasus PK. Namun kenyataannya, kasus yang terdeteksi masih sangat 
jauh di bawah angka ini. Antara 20 dan 40 persennya mengalami kerusakan pada 
pembuluh koroner jantung. Sebagian akan sembuh. Namun, sebagian lain terpaksa 
menjalani hidup dengan jantung yang cacat akibat aliran darah koroner yang 
terganggu. Sebagian kecil akan meninggal akibat kerusakan jantung.

Penyebab PK hingga saat ini belum diketahui, meski diduga kuat akibat suatu  
infeksi. Namun, belum ada bukti yang meyakinkan mengenai hal tersebut. Karena 
itu, cara pencegahannya juga belum diketahui. Penyakit ini juga tidak terbukti  
menular.

Gejala awal pada fase akut adalah demam yang mendadak tinggi dan bisa mencapai 
41 derajat celsius. Demam berfluktuasi selama setidaknya 5 hari, tetapi tidak 
pernah mencapai normal. Pada anak yang tidak diobati, demam dapat berlangsung 
selama 1-4 minggu tanpa jeda. Pemberian antibiotik tidak menolong. Sekitar 2-3 
hari setelah demam, mulai muncul gejala lain secara bertahap, yaitu 
bercak-bercak merah di badan yang mirip seperti penyakit campak. Namun, gejala 
batuk pilek yang dominan pada campak biasanya ringan atau bahkan tidak ada pada 
PK. 

Gejala lain yang timbul adalah kedua mata merah, tetapi tanpa kotoran 
(belekan), pembengkakan kelenjar getah bening di salah satu sisi leher sehingga 
kadang diduga penyakit gondong (parotitis), lidah merah menyerupai stroberi, 
bibir juga merah dan kadang pecah-pecah, serta telapak tangan dan kaki merah 
dan agak membengkak. Kadang anak mengeluh nyeri pada persendian. Pada fase 
penyembuhan, terjadi pengelupasan kulit di ujung jari tangan serta kaki 
kemudian timbul cekungan berbentuk garis melintang pada kuku kaki dan tangan 
(garis Beau). 

Penderita PK harus dirawat inap di rumah sakit dan mendapat pengawasan dari 
dokter ahli jantung anak. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah pada jantung 
(terjadi pada 20-40 persen penderita) karena dapat merusak pembuluh nadi 
koroner. Komplikasi ke jantung biasanya mulai terjadi setelah hari ke-7 dan 
ke-8 sejak awal timbulnya demam. Pada awalnya, pembuluh ini dapat terjadi 
pelebaran kemudian bisa terjadi penyempitan bagian dalam atau sumbatan. 
Akibatnya, aliran darah ke otot jantung terganggu sehingga dapat menimbulkan 
kerusakan pada otot jantung yang dikenal sebagai infark miokard. 

Pemeriksaan jantung menjadi hal yang sangat penting, termasuk EKG dan 
ekokardiografi (USG jantung). Kadang ultrafast CT scan, Magnetic Resonance 
Angiography (MRA) atau kateterisasi jantung diperlukan pada kasus yang berat. 
Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit ini tidak ada yang khas. Biasanya, 
jumlah sel darah putih, laju endap darah, dan C Reactive protein meningkat pada 
fase akut. Jadi, diagnosis ditegakkan atas dasar gejala dan tanda klinis semata 
sehingga  pengalaman dokter sangat dibutuhkan. Pada fase penyembuhan, trombosit 
darah  meningkat dan ini akan memudahkan terjadinya trombus atau bekuan darah 
yang menyumbat pembuluh koroner jantung.
  
Obat yang mutlak harus diberikan adalah imunoglobulin secara infus selama 10-12 
jam. Obat yang didapat dari plasma donor darah ini ampuh, baik untuk meredakan 
gejala PK maupun menekan risiko kerusakan jantung. Namun harga yang mahal 
menjadi kendala. Harga satu gram berkisar Rp 1 juta. Penderita PK membutuhkan 
imunoglobulin 2 gram per kg berat badannya. Sebagai contoh, anak yang berat 
badannya 15 kg membutuhkan 30 gram, dengan harga sekitar Rp 30 juta. Penderita 
juga diberikan asam salisilat untuk mencegah kerusakan jantung dan sumbatan 
pembuluh koroner. Jika tidak ada komplikasi, maka anak dapat dipulangkan dalam 
beberapa hari. 

Pada kasus yang terlambat dan sudah terjadi kerusakan pembuluh koroner, perlu 
rawat inap yang lebih lama dan pengobatan yang intensif guna mencegah kerusakan 
jantung lebih lanjut. Jika dengan obat-obatan tidak berhasil, maka kadang 
diperlukan operasi pintas koroner (coronary bypass) atau bahkan, meskipun 
sangat jarang, transplantasi jantung. Kematian dapat terjadi pada 1-5 persen 
penderita yang umumnya terlambat ditangani dan puncaknya terjadi pada 15-45 
hari setelah awal timbulnya demam. Meskipun demikian, kematian mendadak dapat 
terjadi bertahun-tahun setelah fase akut. PK juga dapat merusak katup jantung 
(terutama katup mitral) yang dapat menimbulkan kematian mendadak beberapa tahun 
kemudian. Kemungkinan kambuhnya penyakit ini adalah sekitar 3 persen.

Pada penderita yang secara klinis telah sembuh total sekalipun dikatakan bahwa 
pembuluh koronernya akan mengalami kelainan pada lapisan dalam. Hal ini 
memudahkan terjadinya penyakit jantung koroner, kelak pada usia dewasa muda. 
Jika ditemukan serangan jantung koroner akut pada dewasa muda, maka mungkin 
perlu dipikirkan bahwa penderita kemungkinan pernah terkena PK saat masih 
kanak-kanak. Kiranya kita semua perlu mewaspadai penyakit agar tidak 
menimbulkan korban lebih lanjut.

Dr. Najib Advani, SpA (K), MMed (Paed), Dosen Fakultas Kedokteran Universitas 
Indonesia, Dokter Spesialis Anak Konsultan Jantung, Ketua Unit Koordinasi Kerja 
Jantung Anak pada Ikatan Dokter Anak Indonesia dan peneliti penyakit Kawasaki.

###
######

5.000 Balita Menderita Penyakit Kawasaki

Sumber: 
http://www.republika.co.id/berita/94836/5_000_Balita_Menderita_Penyakit_Kawasaki

By Republika Newsroom
Rabu, 09 Desember 2009 pukul 22:05:00

TANGERANG--Sebanyak 5.000 kasus penderita penyakit Kawasaki ditemukan selama 
tahun 2009 di Indonesia, kata Konsultan Specialis Anak Rumah Sakit Omni 
International, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, dr Najib Advani, Rabu. 

Najib mengatakan, Kawasaki merupakan penyakit misteri karena sampai saat ini 
belum diketahui penyebab pasti awal mula penyakit itu muncul di tubuh 
penderita. 

Di Indonesia, lanjut Najib, penyakit Kawasaki tergolong penyakit baru, meski 
telah empat tahun penyakit tersebut berkembang di negara tersebut. "Sekitar 80 
persen balita merupakan penderita penyakit Kawasaki. Penyakit ini menyerang 
jantung si anak bila tidak segera diobati," ujar Najib. 

Komplikasi penyakit Kawasaki, menurut Najib, menimbulkan serangan jantung 
(infrak miokard) akibat gumpalan darah yang menyumbat di daerah pelebaran. 
Najib mengaku, gejala penyakit kawasaki mirip penyakit campak, mata, dan bibir 
merah, timbul kelenjar di leher seperti gondok, terkadang si anak tidak bisa 
diam ketika digendong. 

"Dalam kurun waktu selama 2009 ditemukan 5.000 kasus penyakit kawasaki di 
Indonesia,"jelasnya. Diakuinya, balita penderita penyakit kawasaki yang di 
rawat dan di obati rumah sakit swasta itu mencapai sekitar 70 balita dalam 
setahun. 

"Penderita kawasaki yang kita rawat berasal dari Sumatera, Kalimantan, Jakarta, 
Surabaya adapun dari Tangerang,"ungkap dokter specialis penyakit kawasaki itu. 
Penyakit asal Jepang yang ditemukan dr Kawasaki pada tahun 1967 kini mulai 
mengancam balita di Indonesia. 

Kata dia, orang tua dari anak penderita kawasaki harus menguras kantong lebih 
dalam, Gammmaglobulin obat kekebalan bagi penderita penyakit kawasaki harganya 
mencapai RP1,2 juta per gram. "Bila 2x20 gram obat itu dibeli bisa mencapai 
RP40 juta. Anak dari kalangan menengah atas yang biasanya menderita penyakit 
kawasaki,"jelasnya. ant/pur

#########
###

RS Omni Dirikan Kawasaki Center

Sumber: 
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2008/07/26/1850541/rs.omni.dirikan.kawasaki.center

SABTU, 26 JULI 2008 | 18:50 WIB
JAKARTA, SABTU - Banyak kalangan yang belum memahami penyakit Kawasaki, bahkan 
di kalangan medis sekalipun. Karena itu Rumah Sakit Omni International Alam 
Sutera, Tangerang Sabtui (26/7) meresmikan Kawasaki Center dan Perkumulan Orang 
Tua Penderita Kawasaki Indonesia (POPKI).

"Tujuan peresmian Kawasaki Center adalah sebagai pusat pengobatan penyakit 
Kawasaki (PK)," jelas dr. Najib Advani, Chairman Kawasaki Center RS Omni 
International Hospital Alam Sutera, di RS Omni International Hospital Alam 
Sutera, Tangerang.

Kawasaki Center yang merupakan pertama dan satu-satunya di Indonesia ini berada 
di lantai 3 RS Omni International Hospital Alam Sutera, Tangerang.  Ketua POPKI 
Soeyanny A. Tjahja yang juga penderita penyakit Kawasaki berharap bahwa 
perkumpulan ini dapat menjadi wadah bagi orang tua penderita PK untuk berbagi 
pengalaman dan informasi mengenai PK. "Perkumpulan ini dapat memudahkan orang 
tua penderita kawasaki untuk memperoleh informasi serta solusi dari semua 
keluhan yang ada," ungkap Soeyanny.

Adanya Kawasaki Center diharapkan dapat menjadi membantu masyarakat menangangi 
secara dini penyakit Kawasaki sehingga tidak sampai terlambat dan menjadi 
parah. "Masyarakat diharapkan bisa lebih waspada," jelas dr. Najib.

Dan penderita PK menurut Soeyanny harus terus berjuang melawan penyakit yang 
hingga kini belum diketahui penyebabnya tersebut.

Kirim email ke