[Hermawan Kartajaya] Masih Ingat Marching Band Sampoerna? 
Grow with Character! (7/100) Series by Hermawan Kartajaya

[ Selasa, 26 Januari 2010 ]


KHUSUS tentang yang satu ini, saya punya catatan tersendiri. Ketika itu, lebih 
dari dua puluh tahun lalu, semua orang di Sampoerna dibikin bingung dengan ide 
tersebut. Hah...? Perusahaan rokok kretek nomor empat bikin Marching Band? Ini 
ide kelewat "edan" kan? Tidak terpikirkan dan terbayangkan oleh semua orang 
ketika Pak Putera mem-brief tentang hal itu. Jumlah pemain harus 234 orang! Dji 
Sam Soe kan? 

Semuanya harus karyawan pelinting rokok! Padahal waktu itu yang paling terkenal 
adalah Drum Band AAL di Surabaya. Akademi Angkatan Laut, yang pemainnya para 
kadet. Gagah, muda dan cekatan. Kalau di Jakarta, yang terkenal, waktu itu Drum 
Band Tarakanita. Yang main cewek ayu-ayu dan masih muda juga.

Jadi, ketika itu kami semua bingung dan nggak bisa membayangkan bagaimana para 
pelinting rokok yang tradisional itu bisa di-"transformasi" menjadi pemain 
Marching Band. Tapi kenyataannya bisa!

Para pelatih dari Amerika didampingi asisten mereka yang orang Indonesia 
ternyata bisa mendisiplinkan mereka. Latihannya harus sesudah jam kerja, 
tentunya dengan uang lembur. 

Karyawan sebuah pabrik rokok yang biasanya dibayar berdasarkan kuantitas batang 
rokok yang dilinting, malah dibayar lembur untuk sekadar latihan baris-berbaris 
dan main musik! Sudah keluar dari "pakem", kata orang! Selain itu, juga 
diundanglah para penata tari kelas satu dari Indonesia untuk mempersiapkan 
"float" Indonesia

Di Pasadena, sebuah kota kecil di California, setiap tahun memang ada Rose Bowl 
pada 1 Januari. Pada hari tahun baru itu, ada "grand final" football Amerika di 
antara dua tim yang selalu ditunggu-tunggu orang. Karena itu, wali kotanya juga 
sekalian membuat yang namanya Rose Parade. Sebuah parade tahunan yang diikuti 
banyak tim Marching Band beserta Float-nya!

Float itu, mobil berjalan yang berada di belakang Marching Band, biasanya 
menampilkan berbagai atraksi. Sebagian besar peserta Rose Parade adalah tim 
lokal. Waktu itu, Sampoerna keluar dengan Float dan Marching Band Indonesia 
bersama beberapa peserta internasional lain. Karena itulah, beberapa orang 
penata tari direkrut untuk mengajari beberapa pelinting untuk jadi penari!

Untuk mendapatkan "tiket" Rose Parade, tentu Sampoerna mesti kerja keras. 
Melobi penyelenggara, melobi Deplu juga. Supaya bisa "mewakili" Indonesia. 
Sebuah pekerjaan yang amat rumit, melelahkan, dan tidak ada hubungannya sama 
sekali dengan promosi rokok! 

Sementara GG, Djarum, dan Bentoel sibuk bersaing dalam periklanan konvensional, 
Sampoerna justru keluar Satu Juta Dolar Amerika untuk membentuk Marching Band 
pelinting rokok! Kemudian, masih diperlukan satu juta USD lagi untuk 
"memberangkatkan" rombongan tersebut ke Amerika.

Selain main di Rose Bowl, Marching Band ini juga masuk Disneyland di Annaheim 
dan beberapa tempat lain di California. Karena itu, ada tim tersendiri untuk 
mengatasi "cultural shock" para pelinting rokok itu.

Di Rose Parade, tim Sampoerna Indonesia mendapatkan salah satu Award. Bisa 
memang bagus, bisa juga karena diplomatis. Tapi yang jelas, saya terkagum-kagum 
melihat para pelinting rokok Sampoerna pakai rok mini, stocking, pakai topi, 
dan main drum band.

Wali Kota Los Angeles Tom Bradley sangat berterima kasih atas keikutsertaan 
Indonesia untuk kali pertama, karena itu sempat men-declare tanggal 30 Desember 
1989 sebagai Indonesia Day.

Saya ikut acara itu di City Hall, termasuk pengibaran bendera merah putih. 
Setelah pulang dari Amerika, Marching Band dimainkan di beberapa kota 
Indonesia. Bukan cuma Surabaya, tapi juga Jakarta, Bandung, dan 
lain-lain.Uniknya, Marching Band ini juga main di kota kompetitor seperti 
Kediri, Kudus, dan Malang!

Lantas apa maksud semua ini? Bagaimana perhitungan Return of Investment-nya? 
Pemberitaan besar-besaran oleh media di Indonesia luar biasa! Saya pun ikut 
menulis "pandangan mata" tiap hari dari California ke Jawa Pos saban hari 
selama dua minggu.

Rakyat Indonesia pun ikut bangga dan merasa bersyukur pada Sampoerna. Sebuah 
Corporate Brand yang tadinya jauh kalah populer dari Product Brand Dji Sam Soe 
menjadi langsung mencuat awareness-nya.

Bukan cuma itu. Corporate Brand "association" pun langsung terbentuk secara 
positif sebagai sebuah perusahaan yang nasionalis. Apalagi, kebetulan kretek 
kan memang "lambang" Indonesia. Itu karena cengkih adanya paling banyak ya di 
Indonesia. Kan orang Marketing mesti pintar main "ilmu gathuk"?

Belakangan, kami semua yang di Sampoerna baru "ngeh" bahwa inilah cara efektif 
untuk membangun sebuah Corporate Brand. Tapi, kenapa itu perlu? Ya, karena 
Sampoerna punya rencana go public! 

Waktu Gudang Garam sebagai market leader go public sebelum Sampoerna, sahamnya 
laku keras. Itu disebabkan, investor percaya akan keperkasaan Gudang Garam 
sebagai pemimpin pasar dalam menciptakan profit jangka panjang.

Apalagi, kebetulan nama corporate dan produc- nya sama. Waktu itu Pak Putera 
mengatakan pada saya, "Sampoerna is a good name. It means 'perfect'. It is the 
best compared to our competitors. Unfortunately, nobody knew it!" Sedangkan Dji 
Sam Soe yang sudah sangat terkenal nggak bisa di "jual" sebagai Corporate 
Brand. Karena itu, tidak ada jalan lain, kecuali membuat Sampoerna yang 
kebetulan juga terdiri atas sembilan ( 2+3+4=9 ) huruf dibikin terkenal!

Namun, orang tidak otomatis akan membeli saham Sampoerna, seperti Gudang Garam, 
karena jumlah produk yang dijual baru peringkat keempat. Karena situasinya beda 
dan sangat "disadvantage" untuk Sampoerna, harus ada cara yang superkreatif!

Waktu itu penjualan produk-produk Sampoerna juga naik, walaupun tidak 
signifikan, ketika berita Marching Band ke mana-mana. Jadi, Marching Band ini 
bisa kena kepada tiga stakeholder utama Sampoerna, yaitu: people (pelinting), 
customer (pelanggan), dan investor (pembeli saham IPO ).

Super Kreatif, Super Smart dan Super Efektif.

Kenapa?

Sebab, belum tentu dengan keluar biaya yang sama, dua juta USD, Sampoerna bisa 
mencapai hasil seperti itu dengan cara komunikasi yang konvensional. Ini semua 
saya ingat-ingat ketika saya akan mulai MarkPlus Professional Service di 
Surabaya pada 1 Mei 1990. (*)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=113520 
Koleksi Artikel2 Menarik: http://www.gsn-soeki.com/wouw/hermawankartajaya.php 


Kirim email ke