Pak Abdullah yang saya kasihi..

Apa yang dikeluhkan bapak itu juga saya tangisi... in fact, ketika mengetik
surat ini pun saya sedang menitikkan air mata. Saya menangis, karena rasa
kemanusiaan saya tersobek-sobek, sebagai seorang Kristen saya menangis
karena saudara-saudara saya yang muslim harus menderita, sebagai seorang
Kristen saya menangis karena saudara-saudara saya yang Kristen di Ambon
telah kehilangan akal dan kemanusiaannya.

Kemarin malam, saya menelepon seorang pengurus pusat di PGI dan saya protes
apa yang bapak juga protes. Jadi, sebelum bapak protes, saya sudah protes
duluan. Saya katakan, PGI harus membuat press-release resmi bahwa tidak
membenarkan perilaku kekerasan dan menuntut penegak hukum bertindak cepat
terhadap semua pelaku kekerasan, apapun agamanya. Dia setuju dan rencananya
pagi ini akan berkumpul. Tentunya saya titipkan pesan, bahwa tidak cukup
cuma pernyataan, berikan bantuan tanpa pandang agama. Dia katakan, bahwa di
PGI telah ada crisis centre dan rencananya pula minggu ini akan diadakan
pengumpulan bantuan dari jemaat (uang, makanan, baju-baju, dll).

Waktu kami berbicara itu, dia juga bilang bahwa saya juga harus memberikan
pernyataan spt itu. Lalu saya jawab, kalau saya sih anytime bisa membuat
pernyataan tersebut, tapi tetap saya tidak representatif terhadap umat
Kristen di Indonesia. Pernyataan itu harus keluar dari lembaga yang
representatif. Saya akan terus mendesak mereka. Memang, saya mengakui,
reaksinya kurang responsif, dan untuk itu saya telah memohon ampun untuk
mereka kepada Tuhan. Sebab, kepedulian dan kasih itu adalah untuk semua
manusia, bukan hanya untuk orang yang seiman. Pagi ini saya baca di Media
(atau Merdeka) Ketua Umum PGI Pdt. Soelarso Sopater telah menyatakan
pernyataan, a.l (1) Tidak membenarkan tindak kekerasan, dan karena itu
supaya pelakunya dihukum sesuai UU dan (2) agar semua pihak, umat Kristen
dan Islam, bisa menahan diri untuk tidak memperuncing masalah serta agar
segera ditempuh penyelesaian masalah. Walaupun demikian, saya tetap akan men
desak bahwa pernyataan itu harus tertulis dan konkret upaya bantuannya.

Bagi kita semua, hendaknya ini menjadi suatu cermin bagi kepedulian kita.
Bukan maksud saya mengingat-ingat, tetapi kita memang harus belajar untuk
peduli sebagai sesama manusia. Ketika kerusuhan di Tasikmalaya, Situbondo,
Surabaya dan ditempat-tempat lain, suara yang terdengar untuk mengutuk
kekerasan itu hanya datang dari NU. Dimana suara PPP, KISDI, dll? Padahal
yang terjadi sama sadisnya dengan di Ambon. Sekali lagi, bukan maksud saya
mengingat-ingat ataupun membandingkan. Yang saya maksud, kita semua memang
harus belajar peduli..., tapi "harga" belajar kepedulian itu bagi saya sudah
terlampau mahal... Kalau kita tidak juga mau peduli sebagai sesama manusia
dan satu bangsa, saya tak tahu lagi bagaimana kita harus belajar.. Insya
Allah kita bisa bertobat.

Wassalam,
------------------------Martin Manurung-----------------------------
[EMAIL PROTECTED]  [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://www.cabi.net.id/users/martin
____________________________________________
"Love your enemies, do good to those who hate you"

-----Original Message-----
From: Abdullah Hasan <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>; Reformasi Total
List <[EMAIL PROTECTED]>; Milis Islam <[EMAIL PROTECTED]>; Milis
Mimbarbebas <[EMAIL PROTECTED]>
Date: 03 Maret 1999 21:09
Subject: [Kuli Tinta] KRISTEN & AMBON


Saudara Sekalian,
Hari ini saya membaca dua buah komentar penganut Kristen dari dua milis .
Mimbarbebas dan Kuli-tinta. ( terlampir dibawah).

Sdr. Kopral Djono di milis mimbar-bebas terang2an minta maaf kepada ummat
Islam
karena merasa saudara2nya yang seiman gagal mengungkapkan Kasih yang menjadi
inti ajaran Kristen. Sdr. Djono merasa malu karena kalangan aktifis Kristen
(
Mahasiswa , intelektual, Pendeta ) gagal muncul mengutuk kekejian
kemanusiaan
yang sedang berlangsung di Ambon. Dengan bahasanya : bagaimana konsistensi
kemanusiaan kalian yang cuma macet di Timor Timur ?

Sdr. Martin Manurung di Kuli-Tinta menyesalkan dan tidak membenarkan
kejadian di
Ambon. Harapannya agar semua yang bersalah segera diproses secara hukum
tidak
pandang bulu meskipun yang seagama dengannya sekalipun. Walaupun begitu Sdr.
Manurung  juga berpendapat bahwa peristiwa itu sebaiknya tidak usah
dipublikasikan secara besar2an. Setuju dengan Alwi Shihab , dia berpendapat
peristiwa itu bukan berlatang belakang agama . Kalau agama kok baru muncul
sekarang ?

Sebagai orang Islam yang suka  terus terang,  saya tidak mau menyembunyikan
sebersit kelegaan ditengah kekecewaan dan kegalauan hati ini. Lumayan ada
dua
tulisan dari dua orang penganut Kristen yang masih bisa melihat dengan mata
kemanusiaan. Mungkin masih banyak lagi tapi mungkin kurang pandai menulis
atau
tidak begitu pandai berbicara. Tidak mungkin sama sekali hati-hati yang
selalu
diisi oleh Kasih dan Kasih dan Kasih , tidak menangis seperti kami-kami yang
beragama Islam melihat ribuan orang kecil eksodus bergantungan dikapal .
Tidak
mungkin hati mereka tidak Shock mendengar berita puluhan nyawa melayang atau
darah mengalir atau Amien yang sembilan tahun berlarian ketengah hutan
menyembunyikan nyawanya dari para pembunuh orang tuanya.

Bagaimana dahsyat efek positifnya bila  para tokoh Kristen dengan gagah
berani
bicara vokal mengutuk kezaliman yang terjadi. Kemudian bekerja bahu-membahu
dengan kaum muslimin , PPP, PBB, Partai Keadilan, mahsiswa Islam ( yang
sekarang
sibuk luar biasa) ? Dimana Frans Seda , atau ( yang saya tidak ada harapan )
Theo Syafei, atau Adicondro, dll. vokalis Kristen ? Where are you ?.
Kenyataan memang jauh berbeda dari lamunan........

Saya setuju kita harus berkepala dingin menghadapi Ambon. Tapi jangan pula
kita
mengecilkan peristiwa tersebut, dengan mengurangi publikasi. Ini peristiwa
BESAR
yang tidak kurang dari peristiwa 13-14 Mei. Semua kita harus well informed
bahwa
sedang terjadi eksodus besar2an dari penduduk Muslimin Ambon karena teror
keji
yang mengancam nyawa. Semua agar bisa menyadari bagaimana kecetekan
penghayatan
keagamaan dapat menghasilkan kekejian yang keterlaluan seperti itu ?.
Masyarakat
mesti juga sadar dan tahu benar bagaimana ABRI, si penyandang senjata,
gagal
total melindungi masyarakat kecil ? ABRI sama sekali tidak pandai
menjalankan
fungsi perlindungannya, seperti telah terbukti berkali-kali di Aceh,
Banyuwangi,
dsb. ABRI baru pandai sekali dalam menembaki masyarakat sebangsanya.

Saya tidak setuju kalau dikatakan peristiwa Ambon bukan dilatarbelakangi
masalah
agama. Ini masalah antar agama yang terang seperti mataharii. Mudah-mudahan
kita
sudak kapok dengan bahasa munafik yang  menyembunyikan fakta ajaran
orde-baru
dan suharto. Masyarakat kita amat rawan dalam masalah agama. Tidak terus
terang
dalam hal ini cuma menunda pemikiran serius mengobati penyakit itu didalam
tubuh
bangsa ini. Yang harus ditekankan kepada masyarakat adalah perbuatan2 keji
yang
terjadi adalah jauh dari ajaran agama manapun. Bahwa ada kelakuan keji dan
biadab dari orang yang mengaku beragama menunjukkan masih ceteknya
penghayatan
agama bersangkutan.

Wassalam.


______________________________________________________________________
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!


Kirim email ke