MARKAS BESAR GAM EROPA
P.O. BOX: 2084, S-145 02 NORSBORG
STOCKHOLM - SWEDEN
FAX: 46 - 853 188 460

Siaran khusus perkara Amnesti


HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI,
BUKAN AMNESTI!

Menurut Harian Umum SUARA MERDEKA 11 Agustus lepas, Menkeh/Mensekneg Rezim
Habibie-Wiranto, Muladi mengatakan sudah menyiapkan rumusan amnesti umum
bagi tokoh-tokoh gerakan pengacau keamanan (GPK) atau gerakan-gerakan
bersenjata di "DI" Aceh, sebagai suatu solusi penyelesaian tindak kekerasan
di Aceh.  Hal itu dikaokkannya pada tanggal 10 Agustus di Jakarta.  Harian
itu mengutip lenguhan Muladi: "Saya sudah mengusulkan, tinggal menunggu
persetujuan Menhankam/Panglima TNI, sedangkan Mahkamah Agung dan lainnya
sudah setuju". Profesor yang sarjana hukum itu mengatakan, pemerintahnya
tidak mengenal adanya GAM (Gerakan Aceh Merdeka).

Dari keterangannya itu menunjukkan bahwa Rezim Habibie-Wiranto memerintah
tidak menurut hukum asasi dan konstitusi negaranya yang disebut
Undang-Undang Dasar 1945.

1. Kalau disebut "Pemerintah" yang menyiapkan rumusan, berarti di sana
termasuk presidennya. Lain halnya, kalau dikatakan "Menteri Kehakiman", yang
berarti harus meminta persetujuan presiden sebagai kepala pemerintahan.
Anehnya, yang ditunggu "persetujuan Menhankam/Panglima TNI". Padahal menurut
UUD 45 RI pasal 10, "Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara". Sedangkan pasal 14
mencantumkan "Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi".
Pasal-pasal itu menunjukkan yang harus menyetujui dan memutuskan adalah
presiden, bukan Menhankam/Panglima TNI. Profesor hukum Muladi sudah ngawur.

Betullah kata penyiar radio BBC mengenai hal ini, bahwa militer lebih
berkuasa. Ini menjelaskan bahwa kekuasaan militer Orde Baru Suharto masih
terus berlangsung, biarpun TNI (ABRI) itu sudah sangat hina di mata rakyat
Indonesia, apalagi di mata rakyat Aceh. Dan Habibie tak lebih daripada
stempel karet di dalam genggaman TNI.

Dari satu segi ini saja, bagaimana mungkin bangsa Aceh diajak tetap berada
di bawah negara RI yang dikuasai oleh jenis manusia barbar yang melanggar
hukum dan undang-undang negaranya sendiri?

2. Sungguh memalukan, sebagai profesor yang "mendidik" calon sarjana hukum
tingkat perguruan tinggi, Muladi bisa tidak punya nalar untuk melihat dan
mengakui kenyataan bahwa Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sudah sebati dengan
rakyat Aceh dan sudah tampil berbicara di forum internasional untuk Aceh.
Tetapi GAM memang tidak memerlukan pengakuan dari setan-iblis dan binatang
buas, karena kami berjuang untuk bangsa dan negeri kami Aceh, yang sedang
dilalimi makhluk-makhluk musuh manusia.

3. Muladi dan pemerintahnya hanya mengenal "gerakan pengacau keamanan" (GPK)
di "DI" Aceh. Yang akan diberikannya amnesti adalah tokoh-tokoh mereka.

Mengenai soal ini, patut diketahui bahwa sudah merupakan suatu sistem di
dalam setiap operasi militer, bahwa di samping ada pasukan yang melakukan
operasi secara terbuka atau operasi lapangan, dia memerlukan perintis dan
pendukung yang menjalankan operasi intelijen dan perang urat syaraf. Di
dalam operasi intelijen, mereka memerlukan penyelidikan medan dan keadaan
lawan, mengirim mata-mata, merekrut yang disebut di Aceh cu'ak atau anjing
lacak, melakukan intimidasi, membuat selebaran gelap, mengadu domba penduduk
(seperti antara orang Aceh dengan kaum transmigran atau pendatang lainnya),
mengobarkan provokasi, menciptakan suasana panik didalam masyarakat,
menakut-nakuti masyarakat dengan membuat teror dan petrus, melakukan
perusakan dan pembakaran milik umum dan pribadi, menyeludupkan agen-agennya
ke dalam ormas, parpol atau unit-unit kerja yang dicurigai, membuat
kekacauan di bidang ekonomi, melakukan pemerasan dengan menyamar sebagai
orang GAM, dsbnya.

Operasi intelijen juga membuat berbagai rekayasa seperti membentuk
gerakan-gerakan yang dikamuflase sebagai "pengacau keamanan", "gerakan
bersenjata liar", dsbnya.  Salah satu kekacauan besar yang belum pernah
terjadi di Aceh sebelumnya adalah mengungsinya penduduk dari rumah dan
kampungnya, justru setelah masuknya TNI-PPRM ke kampung-kampung dan
membangun posko-posko di sana. Semakin penduduk tinggal terpencil ke dekat
hutan atau di lembah dan di atas gunung, semakin dicurigai dan dituduh
pengikut atau pelindung GAM, yang berarti dapat dengan sewenang-wenang
diculik, ditangkap, disiksa, wanita diperkosa dan dihabisi dengan ganas -
seperti pembunuhan massal di Beutông Ateuëh, di Aceh Barat baru-baru ini.

Pemerintah Habibie-Wiranto dan Menkehnya yang hilang nalar itu telah
merekayasa suatu kekuatannya sendiri yang diberi nama "gerakan pengacau
keamanan" (GPK). Siapa tokoh-tokoh gerakan ciptaannya itu, yang akan
diberikannya amnesti? Hanya mereka sendiri bersama setan-iblis yang tahu!

4. GAM - Gerakan Aceh Merdeka - dituduh "gerakan separatis", "gerakan
makar", "melanggar hukum pidana", "kejahatan terhadap keamanan negara".
Tuduhan ini juga dilakukan terhadap Fretilin di Timor Timur, Gerakan Papua
Merdeka di Papua Barat, dll.

Di dalam sejarah negara 'Republik Indonesia', telah berdiri sebuah rezim
Orde Baru atau diktatur militer dari hasil gerakan makar yang dilancarkan
Angkatan Darat di bawah komando Jenderal Suharto. Sedangkan yang terjadi di
Aceh adalah untuk memulihkan kembali kedaulatan rakyat dan kemerdekaan
negeri Aceh, yang dahulu merupakan sebuah negara tersendiri yang digabungkan
ke bawah Hindia Belanda oleh kolonialis Belanda dan dimasukkan ke dalam
Republik pura-pura Indonesia.

Di bawah diktatur militer Suharto telah dilakukan eksploitasi secara
sewenang-wenang dan besar-besaran atas rakyat dan daerah di luar Jawa.
Mereka mengadakan diskriminasi terhadap bangsa-bangsa di luar Jawa dan
menjalankan politik Jawanisasi yang bersifat feodal. Dengan demikian rezim
itu telah membangunkan rakyat di daerah-daerah itu untuk menegakkan harga
dirinya, untuk mendayagunakan alam dan bumi wilayahnya bagi kehidupan dan
kesejahtraan bangsa dan negerinya sendiri. Ini hanya dapat diwujudkan dengan
menentukan nasib sendiri dan membangun negara sendiri. Kami memilki dasar
sejarah, bangsa, wilayah, bahasa, budaya, adat-istiadat, hukumnya sendiri
yang tak dapat dimungkiri.

Itulah syarat-syarat sah bagi eksistensi suatu nation dan negaranya. Contoh
ini dapat dilihat di bekas Uni Soviet dan bekas negara Yugoslavia. Dengan
demikian tidak ada alasan mengatakan sebagai "gerakan separatis" atau
"gerakan makar".  Karena kemerdekaan adalah hak bangsa-bangsa yang dijamin
oleh hukum internasional dan PBB. Jika itu disebut "melanggar hukum",
berarti melanggar hukum penjajahan atau bangsa, melanggar hukum diskriminasi
bangsa. Jika itu dikatakan "kejahatan terhadap keamanan negara", maka harus
diketahui bahwa negara diktatur militer Orde Baru dan Rezim Habibie-Wiranto
tidak memberikan keamanan kepada rakyat, khususnya rakyat kecil, sebaliknya
kehidupan rakyat yang aman dirongrong di mana2.

Dengan politik massa mengambang, Orde Baru militerisme, membodohkan atau
membuat apatis massa rakyat di seluruh kepulauan Nusantara. Rezim itu
membuat sah KKN, petrus, "bersih lingkungan", aneka ragam pungutan liar,
perampasan tanah-tanah rakyat, penghalauan penduduk pedalaman dari
hutan-hutan adat tradisionalnya, pembungkaman kritik, pemasungan demokrasi,
pembelengguan hak berserikat, pelbagai macam tekanan serta intimidasi, dan
berbagai kelaliman lainnya. Semua itu menunjukkan pemerintah militer Orde
Baru dan Rezim Habibie-wirantolah yang terang-terangan melakukan pelanggaran
hukum pidana dan perdata. Itu semua bukti mereka telah membuat kejahatan
terhadap keamanan rakyat. Semua kejahatan itu memang harus dilawan! Dan itu
sah-sah saja!

5. Bagi GAM sebagai badan perjuangan untuk memulihkan kembali kedaulatan
bangsa dan kemerdekaan negeri Aceh, tidak mau tahu ada atau tidaknya
pengaukuan rezim Habibie-wiranto yang tangannya berlumuran darah rakyat
Aceh. Juga tidak mau tahu dengan segala maksud busuk dibalik rencana rumus
amnestinya.  Tentang amnesti ini, rakyat Aceh sudah punya pengalaman ketika
perjuangan di bawah Teungku Daud Beureuéh, yang diselesaikan dengan
pemberian otonomi hanya di atas secarik kertas dengan nama "Daerah
Istimewa". Tetapi setelah berkuasa rezim militer Orde Baru, Aceh secara
istimewa dikuras hasil buminya, dikesampingkan bangsa Aceh dan kemudian
dijadikan Daerah Operasi Militer yang luar biasa biadabnya.

Rezim Habibie-Wiranto yang tak terdidik sopan-santun itu, mau
"menyelesaikan" masalah Aceh, tetapi jangankan ingin mendengar suara hati
nurani rakyat Aceh, mendekatinya pun mereka enggan. Dengan sikap tiran,
mereka menentukan sendiri apa kehendaknya terhadap rakyat Aceh. Hak rakyat
Aceh sebagai manusia saja tidak dipedulikannya, apalagi hak atas tumpah
darahnya, warisan éndatunya.  Hak rakyat Aceh telah dirampas, yang tinggal
hanya kewajiban untuk merelakan diri ditembak dan dibunuh seperti tikus.

Bagi rakyat Aceh, tiada jalan lain untuk menyelesaikan masalah Aceh, kecuali
akui hak bangsa Aceh menentukan nasib sendiri!  Jika ingin penyelesaian
tanpa kekerasan: laksanakan referandum yang telah menjadi tuntutan umum
rakyat Aceh!

Markas Besar GAM Eropa


______________________________________________________________________
If you want to subscribe or unsubscribe, send an empty email;
To subscribe: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe: [EMAIL PROTECTED]

Sambut MASA DEPAN BARU Indonesia!







Kirim email ke