MB GERAKAN ACEH MERDEKA EROPA P.O.BOX: 2084, 145 02 NORSBORG, SWEDEN FAX: 46-8531 88460 Stockholm, 25 Agustus 1999 TNI KALAP TERJEPIT Pada masa terakhir ini, sesungguhnya perjuangan bangsa Aceh untuk memulihkan kembali kedaulatannya dan kemerdekaan negerinya, dengan tuntutan pelaksanaan referandum sudah berada pada titik opensif. Pemerintah Habibie-Wiranto berada pada posisi defensif. Untuk keluar dari posisi yang semakin buruk itu, Jenderal Wiranto selaku panglima TNI datang ke Aceh pada tanggal 18 agustus dan mencoba tunjukkan taringnya dengan sebuah pernyataan yang dinamakan "Kebijaksanaan penanganan lanjut permasalahan Aceh". Tekanan dari dalam Aceh Perlawanan berbagai lapisan masyarakat Aceh dengan berbagai aksi politik, diplomasi dan bersenjata, telah semakin menjatuhkan moral TNI-PPRM. Di samping itu juga banyak korban jiwa TNI-PPRM dalam perlawanan rakyat yang adil dan benar. Menyerbunya TNI-PPRM ke kampung-kampung serta membuat posko-posko di sana, telah menyebabkan timbulnya ratusan ribu pengungsi meninggalkan rumah dan kampungnya. Tetapi malapetaka yang menimpa penduduk itu telah semakin mengentalkan kebencian masyarakat Aceh kepada TNI-PPRM. Hal ini telah menimbulkan kesadaran penduduk untuk tutup mulut, sehingga mempersulit TNI-PPRM dan intelnya untuk mendapatkan informasi dari masyarakat tentang orang-orang GAM dan gerakannya. Aksi mogok massal yang berlangsung tanggal 4 dan 5 Agustus di seluruh Aceh, yang diselenggarakan oleh 31 organisasi massa, kalangan mahasiswa, LSM dan organisasi profesi, di satu segi menunjukkan keberanian massa melakukan perlawanan, di segi lain menunjukkan TNI-PPRM serta pemerintah Jakarta dan daerah tidak berwibawa dan tidak berdaya mencegah massaluas ambil bagian dalam pemogokan adil itu. Padahal, Kapolri yang sudah senewen, telah mengeluarkan perintah nazi Hitler: tembak di tempat penduduk bersenjata dan orang GAM. Sehingga petani-petani yang mencari durian pun diberondong mati, karena membawa parang. Padahal itu adalah sudah menjadi adat kebiasaan ureuëng meugoë (petani) membawa perkakas kerjanya. Aksi mogok itu juga mendapat sokongan di luar negeri. Dari aksi mogok itu dapat ditarik pelajaran bahwa asal saja kita berjuang untuk keadilan pasti disokong rakyat. dan asal saja rakyat bersatu padu, musuh yang bagaimanapun beringasnya akan berpikir berulang kali sebelum bertindak, jika mereka tidak ingin celaka. Tekanan dari luar Aceh Aksi solidaritas terhadap rakyat Aceh telah berkembang di luar Aceh. Selain di Medan, juga di Jakarta dan di kota-kota lainnya di jawa, putera-puteri Aceh yang tetap cinta Aceh telah mangadakan berbagai aksi menuntut penarikan TNI-PPRM dari Aceh, menentang pembentukan kembali Kodam Iskandar Muda dan menuntut pelaksanaan referandum. Politisi, sarjana dan pengamat sosial keturunan Aceh baik yang di aceh maupun yang di luar Aceh telah memberikan berbagai pandangan dan pengertian kepada umum di Indonesia tentang sejarah, adat istiadat, latar belakang gerakan rakyat Aceh. Hal ini telah membantu mengundang simpati masyarakat Indonesia kepada rakyat aceh dan mengecam tindakan TNI-Polri. Berbagai kalangan masyarakat, kekuatan politik, mahasiswa dan seniman dari berbagai suku di Indonesia, khususnya yang berada di Jakarta, telah membentuk berbagai organisasi dan kegiatan PEDULI ACEH. Mereka mengecam operasi militer dan pelanggaran HAM oleh TNI-Polri di Aceh dan menuntut penghentian penyelesaian masalah Aceh dengan kekerasan militer, menarik dari aceh TNI non-organik dan PPRM, serta menyerahkan masalah Aceh untuk diselesaikan oleh rakyat Aceh sendiri. LSM, NGO, tokoh-tokoh pembela HAM di Indonesia telah mempersiapkan aktivitas untuk membawa masalah Aceh ke forum internasional, badan-badan PBB. Bahkan baru-baru ini utusan dari Aceh dengan membawa dua saksi yang diperkosa dan dianiaya oleh ABRI/TNI telah datang ke Jenewa dan memberikan laporan kepada badan PBB di sana. Selain itu, Rezim Habibie-Wiranto juga menghadapi berbagai pergolakan di wilayah-wilayah Indonesia lainnya seperti di Papua Barat, Ambon, kalimantan, Riau, di samping Timor Timur yang menghadapi sa'at penentuan antara merdeka atau di bawah penjajahan Rezim Jakarta. Berbagai kemungkinan buruk sedang dihadapi Rezim Habibie-Wiranto menjelang dan selama Sidang Umum MPR November yang akan datang. Pendapat umum dunia makin luas, apalagi Amerika juga sudah bersuara yang menuntut TNI-Polri menghentikan tindak kekerasan di Aceh. Perlu waspada selalu Dengan dua tekanan - dari dalam dan dari luar - bersamaan dengan luasnya siaran pers, radio, termasuk siaran berita visual dari kaset video melalui TV di Aceh, Indonesia dan dunia tentang pelanggaran HAM oleh TNI-Polri selama masa DOM dan sesudah DOM hingga sekarang, telah sangat mencemarkan nama TNI sebagai tentera sewaan yang berwatak bandit dan teroris. Hal tersebut sebenarnya tak perlu diherankan, jika jenderal-jenderal pongah TNI ingat bahwa "siapa bermain api dia sendirilah yang hangus". Sebagaimana diakui Wiranto, TNI dan Polri berada pada posisi sebagai sumber masalah. Kredibilitas TNI-polisi jatuh dan tersudut. Jenderal tak beradab itu mengakui bahwa pemberitaan dan pembentukan opini publik, sangat tidak menguntungkan TNI. Semua keadaan itu telah menyudutkan TNI-Polri ke posisi defensif. Dalam situasi yang defensif itu, wiranto mencoba atasinya dengan menambah kekuatan militer sebanyak 7000 lagi, padahal sebelumnya sudah ada sekitar 32 000 TNI menganiaya rakyat Aceh. Tetapi, ini pun tidak dapat menekan kebangkitan dan perjuangan adil dan benar rakyat Aceh. Maka lintang-pukanglah Rezim Habibie-Wiranto mencari jamu yang cocok untuk penyakit rebies anjing yang disertainya. Maka diusahakannya melalui DPR nepotis warisan Suharto yang sudah sekarat masa jabatannya "mengajukan rencana undang-undang tentang keistimewaan provinsi Aceh dalam urusan keagamaan, pendidikan dan adat-istiadat". Didengungkanlah penerapan syariat Islam di Aceh, seakan-akan bangsa Aceh belum tahu kalimah syahadah. Tiga "keistimewaan" itu bukanlah barang baru. Tetapi tipuan lama yang mau diberi bungkus baru dengan kertas model undang-undang. Apalah arti ketiga keistimewaan itu, kalau kedaulatan bangsa Aceh telah dirampas; kalau hak-hak bangsa Aceh atas kekayaan material bumi dan alamnya dikuasai oleh para penjarah Rezim Jakarta dan Jenderal-Jenderal TNI! Dana untuk urusan keagamaan, pendidikan dan adat istiadat akan diberikan dari sisa pendapatan yang dikuras dari kekayaan bumi dan alam Aceh. Untuk "penyelesaian" masalah Aceh, menurut pembocoran pihak ytertentu dalam rezim Jakarta, ada pertentangan antara Habibie dan Wiranto. Golongan Habibie merasa dilangkahi oleh Wiranto. Langkah-langkah Wiranto dan klik jenderalnya di Aceh tidak terlepas dari kepentingan bisnis TNI. Kaalau klik Habibie mencoba tempuh jalur "konstitusional", maka klik Wiranto/TNI Angkata Darat, bagai anjing terjepit menjeritkan "Kebijaksanaan Penanganan Lanjut Permasalahan Aceh" secara tidak konstitusional. Kembali menempuh cara-cara penyelesaian masalah menurut masa kelaliman Kopkamtib (Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban) Orde Baru Suharto. TNI menjadi adikuasa atas rakyat Aceh. Hak-hak rakyat Aceh dicengkeram di dalam tangan militer/TNI Angkatan Darat. Pernyataan Wiranto bersifat ultimatum terhadap rakyat Aceh. Tidak mau tahu terhadap aspirasi fundamental rakyat Aceh. Tidak digubrisnya tuntutan-tuntutan rasional dan mendesak rakyat Aceh yang dianiaya oleh TNI-Polri. Jika bangsa Aceh terlengah menghadapi tipu muslihat ini, maka akan celaka lebih hebat lagi. Jangan sampai menyelamatkan anjing terjepit itu. Apalagi anjing itu sedang menderita rabies! Tipu muslihat Wiranto harus kita singkap sejelas-jelasnya kepada rakyat Aceh. Tuntutan referandum untuk Aceh adalah jalan demokratis dan damai untuk masa depan rakyat Aceh yang berdaulat dan merdeka! Bersatu kita kukuh, bercerai kita runtuh! Penerangan MB GAM Eropa
______________________________________________________________________ Untuk bergabung atau keluar dari Milis, silakan LAKUKAN SENDIRI dengan mengirim e-mail kosong ke alamat; Bergabung: [EMAIL PROTECTED] Keluar: [EMAIL PROTECTED] Sambut MASA DEPAN BARU Indonesia!