EDITORIAL: Akrobat Politik Amien Rais
Media Indonesia - Berita Utama (10/18/99)

IBARAT main bola, MPR kemarin kalah 2-1 di kandang sendiri. Presiden
Habibie praktis dua kali menyampaikan pidato pertanggungjawaban, sebaliknya
wakil rakyat hanya diberi kesempatan satu kali menanggapinya. Kemarin,
hanya Presiden yang ngomong. Wakil rakyat tidak boleh interupsi selagi
Presiden berpidato, juga tidak diberi kesempatan menanggapi setelah pidato
usai, karena waktu habis untuk sang presiden. Semua itu menimpa MPR, di
bawah kepemimpinan tokoh reformis Amien Rais. 
Padahal, itu forum milik wakil rakyat. Yaitu, forum untuk mempertanyakan,
bahkan menguji kinerja presiden. Karena itu, seharusnya lebih banyak
kesempatan diberikan kepada wakil rakyat untuk menyoal, daripada tangkisan
presiden. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Forum berubah menjadi
forum Habibie. Forum monolog, sementara wakil 210 juta rakyat merupakan
pendengar yang bisu. Dibisukan oleh sang ketua, yang notabene tokoh reformis. 

Preseden yang buruk, karena tidak mengindahkan asas fairness. Buruk, karena
hal itu menimbulkan syak wasangka bahwa Ketua Umum MPR Amien Rais telah
bermain mata dengan Habibie. 

Bermain mata, karena Amien Rais dengan sengaja memberikan kesempatan
Habibie melakukan pembelaan. Padahal, pertanggungjawaban bukan pembelaan,
bukan pledoi, bukan pula apologia. Soal tambah campur aduk, karena Habibie
sangat berambisi menjadi presiden kembali, dan telah pula dicalonkan oleh
Golkar. Pidato Habibie kemarin adalah juga kampanye terselubung seorang
kandidat presiden. Ini yang kata orang di pinggir jalan "mencuri di
tikungan". 

Semua itu mendorong perlunya melihat kembali sepak terjang seorang Amien
Rais. Sebelum pemilihan umum ia bilang cuma ingin menjadi presiden. Setelah
perolehan suara partai yang dipimpinnya kecil saja, ia menyatakan ingin
menjadi oposisi. Nyatanya, menjadi Ketua MPR pun ia mau. Bahkan, ia berubah
menjadi king maker, dengan manuvernya mencalonkan Gus Dur sebagai presiden.
Sementara itu, sebagian anggota Poros Tengah yang dipimpinnya, mulai
bermanuver menjadikan Nurcholish Madjid sebagai presiden alternatif.
Padahal, Amien Rais sendiri belum pernah mencabut pernyataannya mendukung
Gus Dur menjadi presiden. 

Dalam kapasitasnya sebagai Ketua MPR, Amien Rais pun turun mendekati
mahasiswa yang berdemonstrasi. Dari atas mobil, ia mengajak 100 mahasiswa
masuk ke Gedung MPR mendengarkan pidato pertanggungjawaban Habibie.
Sebaliknya, ironisnya, wakil rakyat sendiri tidak diberi kesempatan
berbicara. Amien Rais tangkas berbicara dengan demonstran, karena itu
terkesan mencari popularitas, tetapi tidak tangkas membatasi waktu pidato
Habibie, sehingga ada waktu untuk wakil rakyat bicara. Kiranya Amien Rais
begitu tanggap untuk melindungi Habibie. 

Akrobat politik, itulah yang tengah dilakukan Amien Rais. Bukan sembarang
akrobat, sebab terjadi di panggung MPR yang akan memilih presiden. Karena
itu, perlu dicermati, diwaspadai, dan diingatkan. Jangan-jangan, diperlukan
pula kacamata paranormal untuk mengerti akrobat politik seperti ini. 

Harian ini ingin mengingatkan, rakyat boleh berteriak, boleh punya harapan,
tetapi bersiap-siaplah kehilangan harapan dengan MPR dan kepemimpinan MPR
yang sekarang. (saur) 

 



==================================
Daniel H.T. <[EMAIL PROTECTED]>
==================================


______________________________________________________________________
Untuk bergabung atau keluar dari Milis, silakan LAKUKAN SENDIRI 
dengan mengirim e-mail kosong ke alamat;
Bergabung: [EMAIL PROTECTED]
Keluar: [EMAIL PROTECTED]

Sambut MASA DEPAN BARU Indonesia!










Kirim email ke