PARA KSATRIA KARBALA
   
  Perjalanan sejarah telah dipenuhi oleh figur-figur teladan dan tokoh-tokoh 
besar yang namanya abadi dan tindak-tanduknya layak diteladani. Lembaran hidup 
mereka mementaskan kepahlawanan, kedermawanan, keramahan, dan kebesaran. Di 
saat-saat genting sekalipun, kebesaran jiwa mereka tetap menjadi panutan. Kisah 
tragedi pembantaian keluarga Nabi di Karbala meski menjadi luka yang dalam bagi 
umat Islam sepanjang sejarah, namun penuh dengan hikmah. Tragedi Karbala adalah 
pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, antara kemanusiaan dan 
kebinatangan, antara kemuliaan dan kehinaan, antara kebebasan dan 
keterbelengguan. 
  *  *   *
  Hurr bin Yazid Al-Riyahi
  Di padang tandus Nainawa, figur-figur besar semisal Hurr bin Yazid Al-Riyahi, 
Habib bin Madhahir, Ali bin Al-Husein, Wahb bin Abdullah dan lainnya 
mengajarkan kepada umat manusia di sepanjang zaman tentang makna sejati dari 
kebesaran, keberanian, kepahlawanan, kehormatan, dan kesetiaan. Pada kesempatan 
kali ini, kami akan membawa Anda ke masa itu, saat lakon-lakon Karbala 
mementaskan drama kesucian. Kami akan mengajak Anda untuk mencermati 
fragmen-fragmen yang mereka mainkan.
   
  Hurr bin Yazid Al-Riyahi, komandan pasukan Ubaidillah bin Ziyad. Dengan 
sekitar seribu orang yang dipimpinnya, Hurr mendapat perintah untuk menghadang 
gerak Imam Husein dan rombongannya yang sedang menuju Kufah dan menggiring 
mereka menghadap Ibnu Ziyad. Untuk beberapa hari pertama setelah pasukannya 
berhadapan dengan rombongan Imam Husein a.s, mungkin Hurr dipandang sebagai 
orang yang paling berdosa terhadap keluarga Nabi itu. Sebab dengan menjalankan 
perintah demi perintah yang diterimanya dari Ibnu Ziyah, Hurr telah membuat 
posisi Imam Husein dan keluarganya terjepit sampai mereka kehabisan air minum.
   
  Namun sikap hormatnya kepada keluarga Rasul dan kebesaran jiwanya telah 
membuat dia terbangun dari tidur yang hampir membuatnya celaka. Hurr sadar 
bahwa dia berada di tengah pasukan yang berniat membantai Al-Husein dan 
keluarganya. Jika tetap bersama pasukan ini berarti dia akan mencatatkan 
namanya dalam daftar orang-orang terlaknat sepanjang masa. Hurr melihat dirinya 
berada di persimpangan jalan. Dia harus memilih, mati tercincang-cincang dengan 
imbalan surga atau selamat dan kembali ke keluarga dengan membawa cela dan 
janji akan siksa neraka. Hurr memilih surga meski harus melewati pembantaian 
sadis pasukan Ibnu Ziyad.
   
  Dengan langkah mantap Hurr memacu kudanya ke arah perkemahan Imam Husein a.s. 
Semua mata memandang mungkinkah Hurr komandan yang pemberani itu akan menjadi 
orang pertama yang menyerang Imam Husein? Namun semua tercengang kala 
menyaksikan Hurr bersimbuh di hadapan putra Fatimah dan meminta maaf atas 
kesalahannya. Sebagai penebus kesalahannya, Hurr bangkit dan dengan gagah 
berani mencabik-cabik barisan musuh. Hurr gugur sebagai syahid dengan 
menghadiahkan darahnya untuk Islam. Imam Husein memuji kepahlawanan Hurr dan 
mengatakan, “Engkau benar-benar orang yang bebas, seperti nama yang diberikan 
ibumu kepadamu. Engkau bebas di dunia dan akhirat.”
   
  Muslim bin Ausajah
  Muslim bin Ausajah termasuk kelompok orang-orang tua yang berada di dalam 
rombongan Imam Husein. Muslim adalah sahabat Nabi yang keberanian dan 
kepahlawanannya di berbagai medan perang dipuji banyak orang. Ketika Imam 
Husein mengumumkan rencananya untuk bangkit melawan pemerintahan Yazid, Muslim 
bin Ausajah mendapat tugas mengumpulkan dana, membeli senjata, dan mengambil 
baiat warga Kufah. Di padang Karbala, ketuaan Muslim sama sekali tidak 
menghalangi kelincahan geraknya. Satu-persatu orang-orang yang berada di 
hadapannya terjungkal. Akhirnya pasukan Ibnu Ziyad mengambil insiatif untuk 
menghujaninya dengan batu. Muslim tersungkur bersimbah darah. Sebelum melepas 
nyawa, dia memandang sahabatnya, Habib bin Madhahir dan berpesan untuk tidak 
meninggalkan Imam Husein.
   
  Habib bin Madhahir
  Di Karbala, Habib bin Madhahir mungkin yang paling tua diantara para sahabat 
Imam Husein. Meski tua, Habib adalah pecinta sejati Ahlul Bait. Kehadirannya di 
tengah rombongan keluarga Nabi memberikan semangat tersendiri. Di malam tanggal 
sepuluh Muharram, atau malam pembantaian, wajah Habib terlihat berseri-seri. 
Tak jarang dia melempar senyum kepada anggota rombongan yang lain. Ada yang 
mempertanyakan mengapa dia tersenyum di malam yang mencekam ini? Habib 
menjawab, “Ini adalah saat yang paling indah dan menyenangkan. Sebab tak lama 
lagi, kita akan berjumpa dengan Tuhan.”
   
  Di bawah terik mentari Karbala, Habib berlaga di tengah medan. Usia lanjut 
tidak menghalangi kelincahannya memainkan pedang. Habib sempat melantunkan 
bait-bait syair yang menunjukkan keberanian dan kesetiannya kepada Nabi dan 
kebenaran risalah Nabi. Jumlah pasukan dan kelengkapan militer yang ada di 
pihak musuh tidak membuatnya gentar. Sebab baginya, kemenangan bukan hanya 
kemenangan lahiriyah. Kematian di jalan Allah adalah kemenangan besar yang 
didambakan para pecinta seperti Habib. Ayunan pedang tepat mengenai kepala 
putra Madhahir dan membuatnya terjungkal. Darah segar membahasi janggutnya yang 
putih. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Habib sempat melempar senyum ke 
arah Al-Husein yang memberinya kata selamat menjumpai surga. Habib gugur 
setelah melagakan kepahlawanan dan kesetiaan.  
   
  Nafi’ bin Hilal
  Nafi’ bin Hilal, adalah pahlawan Karbala yang dikenal sebagai perawi hadis, 
qari, dan sahabat dekat Imam Ali a.s. Kesetiaannya kepada Ahlul Bait telah ia 
tunjukkan dalam perang Jamal, Siffin, dan Nahrawan dalam membela Imam Ali a.s., 
ayah Imam Husain. Di Karbala, bersama Abul Fadhl Abbas dan lima puluh orang 
sahabat Imam Husein, Nafi’ memporak-porandakan barisan musuh untuk sampai ke 
sungai Furat. Setelah melalui pertempuran sengit, pasukan Imam Husein berhasil 
mengambil air dan mengirimnya ke perkemahan. Sahabat setia Al-Husien ini 
dikenal sebagai pemanah mahir. Setelah berhasil membunuh 12 orang dan melukai 
beberapa orang lainnya, Nafi’ bin Hilal gugur sebagai syahid.  
   
  Burair bin Khudhair
  Di tengah pasukan Imam Husein yang hanya berjumlah beberapa puluh orang, 
terdapat beberapa orang yang dikenal sebagai orang ahli ibadah dan zuhud, 
diantaranya adalah Burair bin Khudhair. Warga Kufah amat menghormati Burair dan 
menyebutnya sebagai guru besar Al-Qur’an. Ketinggian iman Burair tampak di 
malam Asyura. Burair yang biasanya jarang bergurau, malam itu menggoda 
Abdurrahman Al-Anshari, salah seorang sahabat Imam Husein. Kepadanya 
Abdurrahman berkata, “Wahai Burair, malam ini tidak sewajarnya engkau 
bergurau.” Burair menjawab, “Sahabatku, tahukah engkau bahwa sejak muda aku 
tidak gemar bercanda. Tapi malam ini aku sangat bahagia. Sebab jarak antara 
kita dan surga hanya beberapa saat. Kita hanya perlu sejenak menari-narikan 
pedang untuk menyambut pedang-pedang musuh mencabik-cabik tubuh kita, lalu 
terbang ke surga.” Burair gugur syahid dan namanya abadi. Dia telah mengajarkan 
kesetiaan kepada agama dan kecintaan kepada Allah, Rasul dan Ahlul Bait. 
  NEXT >>
   

   
  
Sandnes, 31 Maret 2006

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.


TANGGAPAN UNTUK T.ACHYARSYAH DI IRAN.
Muhammad Al Qubra
Sandnes - NORWEGIA.


SEKILAS MENANGGAPI ATAS TULISAN T.ACHYARSYAH DARI ACHEH STUDENT’S
ASSOCIATION DI REPUBLIK ISLAM IRAN.

Surat anda T. Achyarsyah dari NADSA (Nanggroe Aceh Darussalam Student's
Association) di Rep Islamic Of Iran, yang dikirimkan ke Acehkita.com dibawah
topik: prospek masa depan aceh, pada tanggal 29 Maret 2006 telahpun saya
baca. Kendatipun surat itu khusus anda tujukan kepada pejabat yang sedang
menjalankan tugas di Acheh. Tugas apakah yang sedang mereka jalankan? (Tidak
anda jelaskan atau memang tidak tau sama sekali).

Kita memang tidak boleh saling salah menyalahkan, tapi yang salah tetap
salah dan yang benar tetap benar. Semua itu diperlukan argumentasi yang haq
dan itu semua tidak lepas dari ujian Allah untuk melihat siapa yang benar
dan siapa yang salah dalam berhujjah. Siapa yang benar hujjahnya disisi
Allah di sebut "Hujjatulislam". Nampaknya anda memfokuskan masalah pada
"keamanan yang dipasung". Anda harus sadar bahwa persoalan di Acheh bukan
persoalan agama, tapi persoalan "Penjajahan". Andaikata penjajahan di Acheh
berakhir, barulah persoalan agama itu dapat diluruskan.

Semoga anda dapat memahami bahwa inti dari pesan agama Islam murni adalah
membebaskan kaum Dhu'afa dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka
(Q.S,7:157 & Q.S,90:12-18). Justru itu kalau persoalan penjajahan tidak
tuntas, mustahil agama itu dapat berjalan dengan sebenarnya. Pejabat-pejabat
yang hipokrit itu senantiasa mempelintir tujuan agama Islam yang sebenarnya
melalui Bal'am-bal-amblour alias ulama palsu yang banyak bergentayangan
dimana-mana, hampir diseluruh dunia. Merekalah sebetulnya yang paling
berbahaya untuk meninabobokkan rakyat jelata agar berdo'a saja kepada Allah
supaya jauh dari bala dengan hanya menelungkupkan telapak tangannya,
selesailah perkara amar makruf nahi mungkar fersi Bal'amblour. Sementara
pejabat-pejabat aman memanipulasi kekayaan negara.

Semoga anda sadar bahwa Rasulullah saw tidak pernah bersatupadu dalam system
Abu Sofyan. Anda pula harus paham bahwa orang-orang yang bersatupadu dalam
system Hindunesia Hipokrit itu lebih buruk dari pada orang-orang yang
bersatupadu dalam system Abu Sofyan bin Harb itu. Kenapa ? Sebabnya
orang-orang yang bersatupadu dalam system Abu Sofyan itu belum mengenal
Islam sehingga masih ada harapan sebahagian dari mereka untuk bertaubat
dengan menerima Islam. Sedangkan orang-orang yang bersatupadu dalam system
Hindunesia Hipokrit itu memang sudah masuk Islam, namun mereka munafiq. Jadi
mustahil bagi orang-orang munafiq itu untuk diajak membangun Acheh agar
bermartabat apalagi untuk membangun idiology yang haq. Pejabat-pejabat itu
sudah begitu lama berjingkrak-jingkrak dalam "ketiak" majikannya dari
Jakarta itu, paling banter mereka bersikap "Bubea dua jab, retnoe toe retdeh
rap". Kalau mereka lihat ada harapan buat perkembangan perjuangan Acheh
merekapun pura-pura bersuara lantang dan vokal, namun kalau mereka melihat
sepertinya tidak ada harapan merekapun diam seribu satu bahasa bagaikan
"Bakeh".

Memang seringkali kata-kata "membangun" dikumandangkan orang tapi
kenyataannya mereka mengambang. Apanya yang dibangun ? Meruntuhkan yang
"Bathil" dulu baru kemudian dibangun yang "Haq" sebagaimana firman Allah:
"Qulja alhaqqu wazahaqal bathil, innal bathilakanazahu qa". Jelasnya kalau
itu RUU-PA tidak sesuai dengan MoU Helsinki yang intinya SELF GOVERNMENT
atau Pemerintah Sendiri. Kami bangsa Acheh yang sadar lebih baik perang
kembali. Itu pejabat-pejabat di Acheh yang anda ajak membangun Acheh yang
damai "dipasung" sedang berusaha untuk mempelintirkan Isi daripada
point-point MoU Helsinki dengan Otonomi Istimewa. Mungkin mereka akan
menamakannya nanti Sebagai "Raja Otonomi" buat Acheh untuk memperdayakan
orang-orang Acheh yang "paneuk antine". Sementara Jakarta sedang
bersandiwara (pura-pura) menolaknya. Padahal itu semua untuk menjebak
"Tokoh-tokoh Acheh Serataus" agar masuk perangkap "Rajanya Otonomi" tadi.

Akan berhasilkah sandiwara itu ? Semoga Allah melindung pejuang-pejuang
Acheh sejati agar senantiasa ingat akan peristiwa Lamteh dulu sehingga Acheh
tidak terpuruk kedalam lobang yang sama. Anda sendiri nampaknya kosong dari
Idiology yang haq, bagaimana mungkin hendak membangun ideologi terhadap
orang Acheh. Buktinya anda sudah keluar negeri tapi masih saja mengunakan
istilah "NADSA" terhadap komunitas anda di Republik Islam Iran. Nampak jelas
anda masuk perangkap penjajah itu sendiri. Tidakkah anda tau bahwa penjajah
Hindunesia Hipokrit itu menciptakan istilah tersebut (NAD) untuk mengelabui
orang-orang Acheh yang "paneuk antine". Disebabkan mereka menginginkan Acheh
sebagai sebuah negara, maka di labellah Acheh dengan "Nanggroe Aceh
Darussalam". Hal ini tekhnik penipuan yang sama mereka lakukan sebagaimana
dedongkot mereka Soekarno, si penipu licik melabelkan Acheh jaman Tgk M Daud
Beureu-eh dengan Daerah Istimewa Acheh, padahal itu hanya Pepesan kosong.
Sebaiknya anda memberitahukan kami siapa yang mengirim anda ke Republik
Islam Iran itu. Apakah kalian dikirim oleh pejabat yang sedang bersandiwara
di Acheh sekarang ? Kalau jawaban kalian "Ya", akan muncul pertanyaan yang
lain: Idiology apakah yang kalian geluti, sehingga kalian menawarkan untuk
dibangun di Acheh - Sumatra ?

O, YA. Saya hampirlupa tentang masalah perang. Anda T. Achyarsyah harus
sadar bahwa manusia itu bukan saja diperlukan untuk berhujjah untuk mencari
kebenaran, tapi juga berperang satu sama lainnya sebagaimana yang
diaplikasikan GAM di Acheh. Kalau kita meyakini bahwa Al Qur-an itu sebagai
pedoman Hidup, mari kita lihat apa kata Allah didalam Al Qur-an mengenai
perang: "Diwajibkan atas kamu berperang, sedangkan berperang itu adalah
suatu yang kamu benci. dan boleh jadi kamu membenci akan sesuatu , padahal
ia lebih baik bagimu. dan boleh jadi kamu menyenangi sesuatu, padahal ia
adalah mudharat bagi kamu. dan Allah mengetahui, tetapi kamu tidak
mengetahui". (Q.S, 2: 216).

Selanjutnya mari kita simak lagi apa kata Allah berikut ini:
......Seandainya Allah menghendaki tidaklah mereka saling berperang, akan
tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki Nya" (Q.S, 2: 153). Hal itu
diperjelaskan lagi ketika para Malaikat menayakan kepada Allah untuk apa
dijadikan (Adam) wakil Nya kalau memang natinya akan membuat kerusakan dan
pertumpahan darah di Bumi. Allah menjawab bahwa Dia mengetahui apa yang
tidak diketahui para Malaikat. Ketika para Malaikat bernegosiasi dengan
Wakil Tuhan (Adam) ternyata Adam lebih unggul daripada Malaikat . Hebatnya
Malaikat mengakui langsung atas keunggulan Adam (Manusia wakil Tuhan). Hal
itu dibuktikan dengan sujutnya semua Malaikat kepada Adam. Ketika kita
saksikan bahwa dunia ini tidak pernah sunyi daripada peperangan Mualai dari
Qbil - Habil samapi sekarang ini hampir seluruh dunia, kita dapat memahami
benarnya apa yang dikhawatirkan para Malaikat itu, tinggallagi para Malaikat
tidak memahami "Hikmahnya" ketika itu. Hikmahnya adalah Ujian Allah buat
manusia, siapa yang berperang karena Allah dan siapa yang berperang karena
Thaghut (selain karena Allah). Bangsa Acheh berperang karena Allah sedangkan
Sipa-i berperang karena Thaghut (karena kedudukan, gaji, egois dan
sebagainya)

Demikianlah penjelasan ini semoga bangsa Acheh senantiasa mendapat redha
Allah dan petunjuknya, aamin ya Rabbal 'alamin.

Billahi fi sabililhaq

Muhammad Al Qubra

[EMAIL PROTECTED]
Sandnes, Norwegia
----------

Topik: prospek masa depan aceh (Surat Anda di Acehkita.com)
29 Maret 2006 dari T.achyarsyah

Salam 'alaikum.

Surat ini saya tujukan kepada masyarakat aceh umumnya, khususnya kepada
kalangan pejabat yang sedang menjalani tugas di aceh. Alhamdulillah kita
sekarang sedang menuju kepada aceh yang damai, aceh yang dulu selalu kita
idam-idamkan.bukan saatnya lagi sekarang kita untuk saling menyalahkan satu
dan yang lain. Kita semua harus menyadari bahwa semua yang telah terjadi
hendaknya kita jadikan sebuah pelajaran untuk yang akan datang, jangan
selalu beradu polemik di antara kita. Sekarang saatnya untuk bangkit dan
saling bahu membahu untuk membangun tanah air kita aceh.

Memang ditempat kita sedang dilanda tsunami budaya, dimana manusia sekarang
tidak mengenal budayanya sendiri, dekadensi moral, krisis kepercayaan,
khususnya di kalangan pejabat aceh sendiri, prostitusi, penyelewengan dana
sosial, itu semua disebabkan dangkal dan keringnya ilmu dan iman.sebagian
dari kita sibuk untuk mengumpulin harta tanpa sedikitpun menilik kepada yang
lain.

Di sini sedikit harus ada sebuah perenungan jiwa dan hati.karena kebahagiaan
dan kesenangan dunia hanya bersifat semu lalu menghilang dan
sirna.kebahagiaan yang mutlak hanya di akherat, dimana tempat dan akhir dari
perjalanan hidup manusia. Kami dari NADSA (Nanggroe aceh darussalam
student's association) di Rep Islamic Of Iran, sangat dan sangat kecewa atas
kebijakan2 Pemerintah dalam menangani kasus-kasus yang terjadi di aceh ,
begitu juga para ulama yang di aceh seakan2 semua menutup mata.Dan saya
pribadi melihat tidak satupun manusia yang bisa dijadikan seoran figur untuk
bisa di ikuti.

Nah, fenomena seperti ini yang sangat kita sayangkan.Dimana serambi mekah
yang kita idam2kan? dimana agama kita yang bisa kita jadikan contoh bagi
daerah2 lain? ini sebuah pertanyaan besar bagi kita. Hendaknya kita selalu
dan selalu mulai saat ini untuk lebih bisa menjaga diri dan intropeksi diri,
demi mencapai aceh yang makmur dan gemilang. Yang terpenting adalah mari
sama2 kita membangun ideologi kita , aqidah dan iman. Karena tanpa landasan
ini mustahil manusia bisa menuju ke kesempurnaan penciptaan nya dan dapat
menata kehidupannya. Kami dari NADSA yang berada di Iran saat ini siap
membantu sepenuhnya dalam memajukan intelektualitas masyarakat kita lewat
pendidikan.

Kami berharap bagi pihak-pihak yang membaca surat kami ini, bila ada yang
kurang berkenan mohon di konfirmasi kembali. Dan kami berharap kepada semua
elemen masyarakat.untuk kedepan , mari sama-sama kita membangun aceh yang
bermartabat, berprinsip,dan agamis. Mohon dari pihak redaksi agar surat kami
bisa disampaikan ke masyarakat dan kami siap menjalin hubungan apa saja
dengan pihak redaksi acehkita.trima kasih.

Wassalam

saya yang mewakili teman-teman.
T.achyarsyah

Qom. Islamic Rep.of Iran
28-march-2006
----------

Kirim email ke