----- Original Message ----- From: "deepblueocean" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Sunday, June 24, 2001 3:40 PM Subject: Re: Re: [Lingk] definisi LSM itu apa? > > ... ......Hallo juga mbak Maya, Pak Eko dan Kawan Jafre, topik mengenai LSM memang sangat menarik di bicarakan terutama dgn menjamurnya organisasi ini di Indonesia. Ini ada sedikit informasi, semoga cukup membantu. > salam, > Dyah Paramita > > Makin meningkatnya pendidikan dan tingkat pendapatan, terutama ketika terjadi ketidakpuasan di lapisan masyarakat, mulai timbul gejala baru dalam demokrasi, yaitu partisipasi. Dalam sejarah Barat, partisipasi itu timbul dari bawah, di kalangan masyarakat yg gelisah. Gejala itulah yg dilihat oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859) seorang pengamat sosial Prancis dalam kunjungannya ke Amerika pada tahun 30-an abad ke 19 yakni timbulnya perkumpulan dan perhimpunan sukarela (voluntary association). Selain menyelenggarakan kepentingan mereka sendiri, degn melakukan berbagai kegiatan inovatif, perkumpulan dan perhimpunan itu juga bertindak sebagai pengimbang kekuatan negara (as a counter-weights to state power). Ada 3 macam peranan yg dijalankan oleh perkumpulan dan perhimpunan tsb yaiti: > pertama, menyaring dan menyiarkan pendapat dan rumusan kepentingan yg jika tidak dilakukan pasti tdk akan terdengar oleh pemerintah atau kalangan masy.umumnya. > Kedua, menggairahkan dan menggerakkan upaya-upaya swadaya masy. daripada menggantungkan diri pd prakarsa negara. > Ketiga, menciptakan forum pendidikan kewarganegaraan, menarik masy. untuk membentuk usaha bersama (co-operative ventures) dan dgn demikian mencairkan sikap menyendiri (isolatif) serta membangkitkan tanggung jawab sosial yg lebih luas. > Perkumpulan dan asosiasi itulah yg kemudian menjadi sokoguru "masyarakat" (civil society). Dan apa yg disebut oleh Tocqueville itu tak lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yg dalam masyarakat Barat dewasa ini disebut sbg Non Government Organisation (ORNOP, Organisasi non pemerintah) dan perkumpulan sukarela (voluntary association). > David Korten, seorang aktivis dan pengamat LSM memberikan gambaran perkembangan LSM. Ia membagi LSM menjadi 4 generasi berdasarkan strategi yg dipilihnya. > Generasi pertama, mengambil peran sebagai pelaku langsung dalam mengatasi persoalan masyarakat. Pendekatannya adalah derma, dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang kurang dalam masyarakat. Generasi ini disebut sebagai "relief and welfare" . LSM generasi ini memfokuskan kegiatannya pada kegiatan amal untuk anggota masyarakat yg menyandang masalah sosial. > Generasi kedua memusatkan perhatiannya pada upaya agar LSM dapat mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Peran LSM di sini bukan sebagai pelaku langsung, tetapi sebagai penggerak saja. Orientasinya pada proyek2 pengembangan masy. Generasi ini disebut sbg : small scale, self reliance local development. Generasi ini melihat masalah sosial dengan lebih kompleks. Tidak sekedar melihat soal yang langsung kelihatan saja tapi juga mencari akar masalah. Fokusnya pada upaya membantu masy. memecahkan masalah mereka, misal program2 peningkatan pendapatan, industri kerajinan dll. Semboyan yg populer adalah "Berilah Pancing dan Bukan Ikannya!" > Pada generasi ketiga, keadaan di tingkat lokal dilihat sebagai akibat saja dari masalah regional atau nasional. Masalah mikro dalam masy. tdk dipisahkan dgn masalah politik pembangunan nasional. Karena itu penanggulangan mendasar di lihat hanya bisa dimungkinkan kalau ada perubahan struktural. Kesadaran seperti itulah yg tumbuh pada LSM generasi ini bersamaan dgn otokritiknya atas LSM generasi sebelumnya sbg "pengrajin sosial". LSM generasi ini disebut sebagai "sustainable system development". > Generasi keempat disebut sebagai "people movement". Generasi ini berusaha agar ada transformasi struktur sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan yang mempengaruhi kehidupan. visi dasarnya adalah cita2 terciptanya dunia baru yg lebih baik. Karena itu dibutuhkan keterlibatan penduduk dunia. Ciri gerakan ini dimotori oleh gagasan dan bukan organisasi yg terstruktur. > > > Perjalanan LSM di Indonesia pada awal kemunculannya melalui perspektif sejarah dan mengacu pada pembagian generasi di atas, ada yg berpendapat bahwa cikal-bakal LSM di Indonesia telah ada sejak pra kemerdekaan. Lahir dalam bentuk lembaga keagamaan yg sifatnya sosial/amal. (dapat dikategorikan generasi pertama). > Tahun 50-an tercatat muncul LSM yg kegiatannya bersifat alternatif thd program pemerintah, dua pelopornya misal LSD (Lembaga Sosial Desa) dan Perkumpulan Keluarga Kesejahteraan Sosial. > Tahun 60-an lahir beberapa lembaga yg bergerak terutama dalam pengembangan pedesaan. Pendekatan dgn proyek2 mikro menjadi ciri utama masa ini, terutama yg menyangkut aspek sosial ekonomi pedesaan. Pada kurun waktu ini pula lembaga2 ini merintis jaringan kerjasama nasional misal lahir Yayasan Sosisal Tani Membangun yg kemudian berkembang menjadi Bina Desa, Bina Swadaya. > Ciri LSM yg muncul dan berkembang pada th 70-an merupakan fenomena yg unik. Ini dipengaruhi oleh ORBA. LSM merupakan reaksi sebagian anggota masy. atas kebijakan pembangunan yg ditempuh saat itu. Dasar penggeraknya adalah motivasi untuk mempromosikan peran serta dan keterlibatan masy. dalam pembangunan. Meski juga berorientasi pada proyek mikro, juga mengaitkan persoalan kebijaksanaan pada tingkat makro, contohnya LSM yg lahir pada generasi ini adalah LBH, YLKI, LP3ES. > Sejak masa itu sampai kini, perkembangan LSM di Indonesia sangat pesat. Visi, misi, pendekatan dan isu beragam. Perkembangan LSM Tidak Bisa Lagi Dilihat Secara Linier dan Mengikuti Urutan Waktu Generasi Per Generasi. > > Perjalanan LSM di Indonesia sekitar tahun 1970-an disebut sebagai ORNOP yang merupakan terjemahan dari NGO. Ornop/NGO bisa merupakan satu lembaga bisnis (swasta), organisasi profesi, klub olah raga, kelompok artis, jama'ah aliran agama, lembaga dana, yang penting semua organisasi yang bukan pemerintah. Interaksi antar kelompok ORNOP ini mempengaruhi tatanan sosial politik masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing memperjuangkan kepentingannya dan pemerintah hanya berfungsi sebagai wasit (yang adil). Segala sesuatu dimulai dari masyrakat dalam suasana yang hampir-hampir bebas dari intervensi negara. Istilah ORNOP kemudian dirubah menjadi LSM karena di satu sisi, adanya kesan dan anggapan bahwa istilah ORNOP memiliki konotasi negatif seakan-akan melawan pemerintah (maklum, jaman ORBA alergi sekali dengan yg berbau oposisi, atau non-pemerintah). Di lain pihak, dikalangan aktivisnya saat itu ada kesadaran bahwa gerakan mereka ini dilandasi oleh suatu misi positif, yakn! > i mengembangkan kemandirian dan membangun kesadaran, tidak semata-mata "bukan pemerintah/non government". Pergeseran ORNOP menjadi LSM sebenarnya menimbulkan perbedaan arti, landasan ORNOP adalah untuk "non governmentalism", sedangkan LSM adalah "auto governmentalism" dengan kata lain yang dibangun oleh LSM bukan "non kepemerintahan" tetapi keswadayaan dan kemandirian. Penggantian istilah ORNOP menjadi LSM sesungguhnya telah memberikan perbedaan makna yang sangat mendasar. Formalisasi kemudian dilakukan pemerintah terhadap LSM melalui UU. No. 4 tahun 1982 ttg pokok2 Pengelolaan Lingkungan Hidup (kemudian diatur pula dgn UU No. 8 tahun 1985 tentang keormasan, dan Inmendagri No. 8 tahun 1990). Pada pasal 19 UU No. 4 tahun 1982 disebutkan : "Lembaga Swadaya Masyarakat berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan Lingkungan Hidup", sedangkan dalam penjelasannya LSM mencakup antara lain: > a. Kelompok profesi yang berdasarkan profesinya tergerak menangani masalah lingkungan > b. Kelompok hobi yang mencintai kehidupan alam terdorong untuk melestarikannya > c. kelompok minat yang berminat untuk membuat sesuatu bagi pengembangan lingkungan hidup. > Batasan, fungsi dan peran LSM dibandingkan dengan pengertian aslinya (dalam arti NGO) menjadi teredusir. Karena keberadaan LSM terutama saat ORBA sarat dgn intervensi pemerintah maka ada beberapa LSM yg kemudian dalam pergerakannya memakai bentuk Yayasan, karena Yayasan lebih fleksibel. > Dalam PBB, sejak tahun 1970-an, NGO memperoleh status resmi (consultative status). NGO juga mempunyai kode etik yang berlaku secara internasional. Sampai sekarang hampir semua kesempatan dalam pertemuan delegasi NGO berhak hadir dengan suara penuh/disediakan forum2 khusus untuk NGO. Kehadiran NGO dalam sistem PBB ini telah pula dilembagakan secara permanen, di bawah UNDP, di sebut NGO Forum, di Indonesia NGO Forum ini mungkin karena kekaburan makna dan keunikan LSM kita, sering menjadi olok-olok "Gongo" (Government NGO), atau LSM2 plat merah. > Perkembangan selanjutnya di Indonesia, UU No. 4 tahun 1982 digantikan oleh UU No. 23 tahun 1997 , UU ini tidak menjelaskan definisi LSM (tapi paling tidak UU ini mengakui environment legal standing) sementara itu UU. No. 8 tahun 1985 telah dicabut diganti dgn UU politik Dji Sam Soe/No. 2, 3, 4 yg tdk memuat mengenai LSM (jadi untuk sementara ini, LSM diatur dgn Inmendagri, tapi logikanya Inmendagri ini juga tidak berlaku karena peraturan yg di atasnya telah dicabut) dan kemudian di era Reformasi bentuk Yayasan pun mulai diintervensi pemerintah dengan dikeluarkannya RUU Yayasan (tetapi sampai saat ini saya belum mendapat informasi apakah RUU tsb telah ditetapkan menjadi UU). > > ...........Kemudian pembicaraan kita beralih pada pendapat yang dilontarkan oleh pak Eko Binarso dan kawan Jafre mengenai kapitalisme..... > Ada suatu wacana menarik bahwa kemudian NGO merupakan alat bagi neo liberalism, memang bisa saja neo liberalism beroperasi dalam dua lini: ekonomi dan budaya politik, dua level: rezim dan rakyat kelas bawah. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali pihak berduit/pihak asing yang tertarik mendanai kegiatan2 yang dilakukan NGO di Indonesia dan tentunya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh NGO kita untuk memperoleh dana tersebut. Yang perlu menjadi catatan penting adalah sejauh mana tingkat independensi dan bargaining posisition terhadap penyandang dana, terlebih lagi evaluasi kerja LSM dilakukan mereka. Dan bagaimana pertanggungjawaban LSM terhadap masyarakat, sebab sampai saat ini tidak ada mekanisme pertanggungjawaban LSM terhadap masyarakat, jadi masyarakat sendirilah yang menilai keberadaan LSM di tengah-tengah mereka. Jangan kaget kalau suatu saat ada elemen masyarakat yang berkata LSM itu Lembaga Suka Menipu, saya pikir itu merupakan serangkaian ! > pengalaman yang dialami masyarakat, karena ada LSM yang menyelewengkan dana JPS misalnya. > > ........... Mengenai pendapat kawan Jafre, mengenai HOW TO CONTROL THEM (para kapitalis), in my humble opinion, tentunya hal ini melibatkan banyak pihak, masyarakat sendiri, NGO-nya sendiri dan tentu saja negara. Saya pikir negara harus memiliki kewibawaan di hadapan NGO, paling tidak harus ada fungsi kontrol dimana untuk bisa menjalankan fungsi ini negara harus terlebih dahulu membenahi sistem administrasi dan birokrasinya (dan ini jelas pekerjaan berat). > > ........Menanggapi pernyataan kawan Jafre : "secara ideologis dan ekonomis kalo lsm, biasanya lebih mandiri mengurus dirinya sendiri. sedangkan NGOs, agak membutuhkan pihak ketiga, jadi rentan dengan kepentingan kapitalis apa ya ? > > jafre" > .......Kawan Jafre, ada ulasan menarik yang berjudul "Kritik terhadap Kaum Post-Marxis" yang ditulis oleh James Petras (saya rasa hal ini dapat dikaitkan dengan urusan idiologi NGO). Tulisan tersebut menggambarkan sekaligus mengkritik setiap komponen dari idiologi NGO dan memblejeti aktivitas-aktivitas kaum neo liberal sekaligus membandingkan dengan gerakan dan pendekatan yang berbasiskan kelas. > > OK, saya rasa sampai di sini dulu, maaf kalau bertele-tele, tolong dikritisi kalau perlu, semoga kita semua tercerahkan! > Dyah P. > >From: "walhidiy" <[EMAIL PROTECTED]> > >To: <[EMAIL PROTECTED]> > >Subject: Re: [Lingk] definisi LSM itu apa? > >Date: Fri, 22 Jun 2001 00:24:06 +0700 > > > >pa eko (paket ekonomi, kali ya !), persoalannya bukan pada kategorisasi kapitalis. mau domestik maupun mancanegara, terserah. yang penting bagaimana kita menghadapinya, how to control them, just all ! selama ini kita dikendalikan oleh arus cepat modal yang semakin terakumulasi semakin massif daya ofensifnya menerabas nilai etik sosial-politis kita, lha ... terus kita jadi teredusir pada hal-hal yang kurang penting, misalnya .... apa ayo ? > > > >jafre lagi --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] TerraNet: Portal Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan http://www.terranet.or.id