Di masa lalu, ada perempuan jadi ratu (bukan sekedar permaisuri, Aceh
misalnya), presiden (Indonesia), perdana menteri (Pakistan,
Bangladesh),
dan dunia tetap berputar pada porosnya.

Sekarang ada fatwa Syeh Qaradawi yang membolehkan perempuan jadi
pemimpin, bahkan mufti.
Barangkali bagi sebagian orang, dunia mereka mulai "bergoyang."

salam,


http://www.eramuslim.com/berita/dunia/fatwa-aneh-qardhawi-perempuan-boleh-jadi-presiden-dan-mufti.htm

Fatwa Kontroversial Qardhawi: Perempuan Boleh Jadi Presiden dan Mufti

Syaikh Yusuf al-Qardhawi kembali mengeluarkan pernyataan aneh dan
kontroversial, setelah sebelumnya dirinya mencap Sayyid Quthb bukan
Ahlus Sunnah Wal Jamaah sehingga menimbulkan gonjang ganjing
dikalangan Ikhwan dan sekarang ia memfatwakan fatwa yang bertentangan
dengan mayoritas pendapat ulama-ulama besar baik ulama salaf maupun
khalaf yang juga membuat Ikhwanul Muslimin kembali gonjang ganjing
atas pendapatnya itu.

Baru-baru ini, ulama terkemuka yang juga ketua persatuan internasional
ulama Muslim, Syaikh Dr. Yusuf al-Qardhawi, merilis fatwa yang
menegaskan bolehnya pencalonan seorang perempuan dan seorang Koptik
(unsur non-Muslim) pada pemilihan presiden.

Kontan saja fatwa yang dikemukakan ulama kharismatik asal Mesir itu
menuai kontroversial di dunia Islam, khususnya di jagat perpolitikann
Mesir dan juga di dalam kalangan Jama'ah al-Ikhwan al-Muslimun
(Ikhwan) yang merupakan organisasi binaan Qardhawi.

Selama ini, Ikhwan memiliki prinsip dan pandangan yang sama sekali
bertentangan dengan fatwa Qardhawi tersebut. Pendapat resmi Ikhwan
menyatakan jika seorang non-Muslim dan perempuan tidak boleh didukung
untuk menjadi calon presiden.

Sementara itu, dalam fatwanya, Qardhawi menyatakan jika seorang
perempuan memiliki hak untuk menduduki pelbagai jabatan kenegaraan
semisal anggota parlemen, menteri, bahkan menjadi presiden, dan juga
jabatan pada dewan fatwa.

"Logika Islam dalam kasus ini berdiri di atas prinsip jika perempuan
adalah entitas masyarakat yang juga paripurna, mereka memiliki hak
sebagaimana lelaki," terang Qardhawi.

Dalam acara bertajuk "Fikih Kehidupan" (Fiqh al-Hayat) yang disiarkan
oleh kanal televisi "Ana" pada jaringan televisi satelit Timur Tengah
Nilesat, Qardhawi menegaskan pihaknya lebih condong kepada pendapat
fikih yang menyatakan seorang perempuan boleh menduduki jabatan
kehakiman (qadha).

"Tapi tenu saja ada syarat-syarat kapabilitas yang ketat yang harus
dipenuhi terlebih dahulu oleh perempuan tersebut, tidak sembarangan,"
terang Qardhawi.

Ditambahkan oleh Qardhawi, benar bahwa mayoritas ulama fikih tidak
membolehkan perempuan untuk menduduki jabatan khalifah besar atau
khalifah 'ammah, atau imamah uzhma, yaitu jabatan tertinggi
kekhalifahan umat Muslim.

"Tetapi, masalahnya, apakah jawatan presiden yang hanya memerintah dan
menguasai sebuah negara termasuk pada pembahasan khilafah? Atau,
apakah hal ini bisa diqiyaskan sebagai pemimpin iqlim (wilayah bagian)
pada zaman dulu? Saya katakan, ya, tidak ada penghalang dalam agama
bagi seorang perempuan yang mampu untuk menduduki jabatan presiden,"
jelas Qardhawi.

Sebagai reaksi atas fatwa dan pernyataan Qardhawi di atas, pucuk
tertinggi pimpinan Ikhwan, Mahdi Akif, menegaskan jika Ikhwan tidak
akan berubah pikiran terkait pendapatnya.

Akif menegaskan, pihaknya berada pada posisi tetap memuliakan dan
menghormati Qardhawi dalam fatwanya. Tetapi, terkait hal ini, Akif
lebih merujuk kepada fatwa dan pendapat ulama fikih lain yang
dipandang lebih selaras dan sejalan dengan konsep dan manhaj
jama'ahnya.

Hal serupa juga ditegaskan oleh Muhammad Habib, wakil pertama Ikhwan.
Dikatakan Habib, pihaknya masih belum menyetujui opsi pencalonan
perempuan dan Koptik untuk menjadi presiden.

Meski demikian, tanggapan bernada lain diungkapkan juru bicara masalah
politik pada jama'ah Ikhwan, Dr. Isham Uryan. "Fatwa Syaikh Qardhawi
akan menjadi masukan bagi kami. Dan memang sudah seharusnya kami
melakukan banyak pembenahan ke depan," terang Uryan.

Tampaknya fatwa kontroversial Qardhawi ini bisa jadi bakal dipakai
oleh partai-partai Islam khususnya Indonesia untuk melegitimasi
syahwat kekuasaan mereka, belum ada fatwa seperti inipun mereka telah
menganggap "tidak masalah" dengan presiden perempuan.(L2-AGS/db)

Kirim email ke