Maaf tak akan pernah cukup!

Ada seorang anak laki-laki mempunyai sifat pemarah.
Ia mudah marah dan berkata kasar pada orang lain.
Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan
sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah
paku di pagar belakang setiap kali dia marah.

Hari pertama anak itu telah memakukan 24 paku ke pagar setiap kali dia marah .
Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia sadar bahwa ternyata
lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar.

Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sepenuhnya bisa
mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya.
Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan
agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya
bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun
anaknya ke pagar.
“Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah
lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama
seperti sebelumnya.
“Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu
meninggalkan bekas seperti lubang ini di hati orang lain.

Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu …
Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap
ada … DAN luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik
…”

Apa hikmahnya?
Memang maaf kadang bisa menyelesaikan masalah,
tapi bukan berarti segera menyembuhkan luka.
Ada yang bilang
"We can forgive but we can't forget"

Daripada meminta maaf lebih baik menghindari perbuatan buruk yang
membuat kita perlu minta maaf.
Tapi kalau sudah terlanjur, minta maaf jauh lebih baik.


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke