Assalaamu 'alaikum....
Mohon penjelasan buat saya
Kalo ceramah...qobla shalat tarawih....ada keterangannya...pak
Ustadz...?
 
 
 
 

        -----Original Message-----
        From: manhaj-salaf@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Budi Ari
        Sent: Monday, September 10, 2007 2:02 PM
        To: Manhaj-Salaf
        Subject: [manhaj salaf] Sunnahnya Shalat Tarawih dengan
Berjamaah Bersama Imam
        
        

        
        Shalat Tarawih Berjama'ah adalah Sunnah bukan Bid'ah
        
        Oleh : Abu Hasan
        
        Shalat malam berjama'ah pada bulan Ramadhan telah disyari'atkan
oleh Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam berdasarkan nash dan dalil
yang berdiri kuat dan kokoh serta telah ditahqiq oleh para ulama yang
masyhur.
        
        Dari Jubair bin Nufair, dari Abu Dzar radhiyallaHu 'anHu, dia
berkata,
        
        "Kami pernah berpuasa bersama Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa
sallam pada bulan Ramadhan, dan beliau tidak pernah shalat bersama kami
sehingga tersisa tujuh hari (dari bulan Ramadhan).  Dimana beliau bangun
bersama kami sampai sepertiga malam berlalu.  
        
        Kemudian beliau tidak shalat bersama kami pada malam yang
keempat.  Baru kemudian pada malam berikutnya (malam yang kelima) beliau
keluar mengerjakan shalat bersama kami hingga berlalu separuh malam.
        
        Kami katakan kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, alangkah baiknya
jika engkau mengerjakan shalat malam bersama kami pada sisa malam kami
ini'.  Lalu beliau menjawab,
        
        'Innar rajula idzaa qaama ma'al imaami hatta yanshari fa-husibat
laHu qiyaamu laylatin" (yang artinya) 'Sesungguhnya jika seseorang
shalat bersama imam hingga imam pergi, maka ditulis baginya pahala
shalat malam dari sisa malamnya itu'" (HR. at Tirmidzi no. 806, an Nasai
III/83, Abu Dawud no. 1375 dan Ibnu Majah no. 1327, hadits ini dinilai
shahih oleh at Tirmidzi dan oleh muhaqqiq Kitab Jamii'ul Ushul VI/121
serta oleh Syaikh al Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 1245 dan al Irwa'
no. 447)
        
        Imam at Tirmidzi rahimahullah mengomentari hadits tersebut di
atas, "Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq memilih shalat bersama imam pada
bulan Ramadhan.  Dan asy Syafi'i memilih pendapat bahwa seseorang boleh
shalat seorang diri jika dia memang ahli qira-ah" (Sunan at Tirmidzi
III/170)
        
        Adapun perkataan sahabat Umar bin al Khaththab radhiyallaHu
'anHu pada suatu atsar yang shahih, tentang shalat tarawih berjama'ah
pada bulan Ramadhan yaitu,
        
        "Ni'mal bid'atu HaadziHi (Inilah sebaik-baik bid'ah)" (HR. al
Bukhari no. 2010 dan lainnya), maka perkataan beliau radhiyallaHu 'anHu
perlu diteliti kembali.  Yaitu bid'ah apa yang dimaksudkan.
        
        Jika ada sebagian kaum muslimin mengira yang dimaksud oleh Umar
bin al Khaththab adalah bid'ah yang dimaksud oleh syariat yaitu al
muhdats (perkara yang baru, yaitu shalat tarawih di bulan Ramadhan
adalah perkara yang baru) maka hal tersebut merupakan sesuatu kekeliruan
karena Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam telah mensyari'atkannya
shalat tarawih berjama'ah pada bulan Ramadhan sebagaimana hadits Abu
Dzar radhiyallaHu 'anHu di atas.
        
        Demikian pula, jika ada sebagian kaum muslimin yang mengatakan
bahwa hal ini adalah dalil dibolehkannya bid'ah hasanah, maka Allah
Ta'ala berfirman,
        
        "Hai orang - orang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah.  Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Al Hujurat : 1).
        
        Karena kita telah mengetahui bahwa semua bid'ah dalam agama
adalah hal yang dilarang oleh syari'at sebagaimana sabda Rasulullah
ShallallaHu 'alaiHi wa sallam, 
        
        "Wa syarrul umuuri muhdatsaatuHa wa kullu bid'atin dhalaalaH"
yang artinya "Seburuk - buruk perkara adalah hal - hal baru yang diada -
adakan dan setiap bid'ah adalah sesat" (HR. Muslim no. 867).
        
        Pada suatu saat 'Urwah bin Zubair berkata kepada Ibnu Abbas
radhiyallaHu 'anHu,
        
        "Celaka engkau, engkau telah menyesatkan manusia.  Karena engkau
memerintahkan untuk melakukan ibadah umrah pada sepuluh hari (pertama
bulan Dzulhijjah) padahal tidak ada umrah pada hari - hari itu"
        
        Maka Ibnu Abbas berkata,
        
        "Ya Uray, tanyakanlah kepada ibumu !"
        
        'Urwah bin Zubair berkata kembali,
        
        "Bahwasan-nya Abu Bakar dan 'Umar tidak pernah berkata seperti
itu, sedangkan mereka benar - benar lebih mengetahui dan lebih mengikuti
Rasulullah dari padamu"
        
        Maka dijawab oleh Ibnu Abbas radhiyallaHu 'anHu,
        
        "Min Haa Hunaa tu'tawna najii-ukum birasulillaHi watajii-uukuuna
bi abii bakrin wa 'umara !?" yang artinya "Dari sinilah kalian
didatangi.  Kami membawakan kepadamu (perkataan) Rasulullah dan kamu
membawakan (perkataan) Abu Bakar dan Umar !?" (HR. Ahmad, ath Thabrani,
Ibnu 'Abdil Barr, Ibnu Syaibah dan Ishaq bin Rahawaih, dishahihkan oleh
Ibnu Hajar dalam al Mathaalib dan dihasankan oleh al Haitsami  dalam al
Majma' III/234 serta Ibnu Muflih dalam al Aadaabusy Syar'iyyah II/66)
        
        Setelah membawakan ucapan Ibnu Abbas di atas, Syaikh Abdurahman
bin Hasan rahimahullah menuturkan,
        
        "Dalam ucapan Ibnu Abbas terdapat dalil yang menunjukkan
bahwasannya seseorang yang telah sampai padanya suatu dalil lalu tidak
mengambilnya karena bertaklid kepada imamnya, maka orang itu wajib
diingkari, karena sikapnya yang menyelisihi dalil" (Fathul Majiid Syarh
Kitaabit Tauhid, hal. 338)
        
        Sumber Bacaan :
        
        Meneladani Shalat-shalat Sunnah Rasulullah, Syaikh Muhammad bin
'Umar bin Salim Bazmul, Psutaka Imam asy Syafi'i, Bogor, Cetakan Kedua,
Rabi'ul Awal 1425 H/April 2004.
        
        Qiyam Ramadhan, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, Pustaka
at Tibyan, Solo.
        
        Shahih Fiqih Sunnah Jilid 2, Syaikh Abu Malik Kamal bin as
Sayyid Salim, Pustaka at Tazkia, Jakarta, Cetakan Pertama, 1427
H/Agustus 2006 M.
        
        6 Pilar Utama Dakwah Salafiyyah, Syaikh 'Abdul Malik bin Ahmad
Ramadhani, Pustaka Imam Syafi'i, Bogor, Cetakan Pertama, Muharram 1425
H/Maret 2004 M.
        
        Mudah-mudahan Bermanfaat.
        
        
        


        Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi
siapa yang dikehendaki-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)
         
        Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang
meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu
apapun, maka pasti dia masuk surga'" (HR. Bukhari) [Hadits ini terdapat
pada Kitab Shahih Bukhari]

        
________________________________

        Take the Internet to Go: Yahoo!Go puts the Internet in your
pocket:
<http://us.rd.yahoo.com/evt=48253/*http://mobile.yahoo.com/go?refer=1GNX
IC>  mail, news, photos more. 

        

         

Kirim email ke