11 PEBRUARI 2006 - PERKAWINAN BEDA AGAMA (PBA) 
Perkawinan Beda Agama (PBA) – 11 Pebruari 2006

Bagi Ustadz Zainun Kamal, hanya ada satu agama yang ada sejak umat 
manusia dilahirkan seperti yang tertulis di Al-quran : 
Innaddiina 'inda Allah Il Islam. Kata addiin berarti singular, bukan 
majemuk (addiian). Istilah Nabi sendiri adalah menganggap dirinya 
sendiri sebagai satu batu yang masih tersisa dalam satu bangunan 
utuh yang tersusun oleh Nabi-Nabi sebelum dirinya. Dan kata Islam 
adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti pasrah. Jadi 
siapapun yang sudah mempasrahkan dirinya pada Yang Maha Mutlak, maka 
orang itu otomatis sudah beragama "Islam." Maka dalam kehidupan 
beragama sudah semestinya tidak ada yang perlu dipertentangkan 
kecuali bagi yang membawa 'vested-interest' pribadi maupun kelompok 
tertentu.

Demikian sedikit uraian Ustadz Zainun Kamal dari Paramadina, yang 
menjadi pembicara pertama dalam Diskusi Bulanan NIM pertama di tahun 
2006 ini, yang bertema : "Perkawinan Beda Agama." Selain itu, Mas 
Ahmad Nurcholish yang aktif di Lembaga Inter-Faith seperti 
Indonesian Conference On Religion and Peace (ICRP) juga berkenan 
membagi pengalamannya dalam melakukan sebuah "eksperimentasi" yang 
ingin beliau buktikan sendiri dengan menikah beda agama bersama sang 
istri tercinta, Ang Mei Yong, yang beragama Konghucu. Diskusi ini 
sendiri berlangsung di One Earth, Ciawi pada hari Sabtu, 11 Pebruari 
2006, pukul 16:00 WIB. 

Dua pilar agama yang harus dipunyai seorang beragama, menurut Bapak 
Zainun Kamal, adalah (1) Percaya Kepada Tuhan, dan (2) Percaya Pada 
Hari Akhir. Ke-2 pilar ini akan berimplikasi pada kemanusiaan. Jadi 
agama yang tidak membawa manusia pada kemanusiaan--nya bukanlah 
agama. Dan tidak ada alasan bagi agama untuk saling bertentangan 
satu sama lain termasuk mempertentangkan Perkawinan Beda Agama (PBA).

Menurut beliau, tidak ada satu ayat dalam Al-Quran pun yang melarang 
PBA, kecuali perkawinan seorang muslim dengan seorang musyrik 
seperti tertera dalam surat Al-Baqarah 221. Musyrik di sini 
semestinya tidak diartikan sebagai seorang yang beragama formal non-
muslim, melainkan orang yang tidak percaya pada seorang nabi manapun 
ataupun kitab suci manapun. 

Bahkan anak Nabi sendiri yang berasal dari istri Siti Khadijjah, 
yaitu : Zaenab menikah dengan seorang non-muslim, serta ikut 
berperang melawan Nabi. Permusuhan dan kebencian dari kaum yang 
memerangi dan melawan terhadap Nabi secara terus menerus ini, yang 
membuat adanya larangan menikah dengan orang-orang dari kaum Musyrik 
pada saat itu. Sahabat Nabi seperti Utsman bin Affan pun menikahi 
wanita Nasrani pada zaman Nabi. 

Ketika ditanya oleh Malfiro, seorang aktivis NU, tentang Al-Quran 
hanya memperbolehkan seorang laki-laki muslim untuk menikah dengan 
wanita (dari golongan) ahli kitab, Bapak Zainun Kamal menegaskan 
kembali bahwa surat Al-Maidah ayat 5 itu secara eksplisit tidak 
melarang PBA. Penafsiran dan pemahaman oleh para ulama sendiri lah 
yang mengarahkan seakan-akan surat itu melarang PBA dalam ke-islam-
an. Padahal tidak demikian pengertiannya.

Karena prinsip ini, Bapak Zainun Kamal mengakui telah di'cekal' 
untuk berbicara dan berkhotbah di lebih dari 20-an mesjid di 
Indonesia. Tapi beliau tidak henti-henti-nya memfasilitasi orang-
orang muslim yang ingin melakukan PBA karena beliau yakin bahwa 
tidak ada satu pun ayat baik di Al-quran maupun Hadits yang melarang 
PBA. 

Memang di tiap negara, peraturan islam mengenai PBA ini berbeda-
beda. Di Indonesia sendiri, peraturan PBA cenderung merujuk pada 
peraturan yang ada di negara Arab Saudi. Apalagi bila PBA ini 
dikaitkan dengan UU negara (UU Perkawinan No. 1/1974), maka 
masalahnya bisa lebih repot lagi. Makanya beliau dan teman-teman 
sudah dari dulu berusaha untuk mendesak Pemerintah maupun DPR untuk 
merevisi maupun mengganti UU Perkawinan itu.

Mengaku sebagai orang yang tidak mau melakukan sesuatu, yang beliau 
istilahkan sebagai 'masturbasi intelektual,' Mas Ahmad Nurcholish 
selalu berusaha melakukan 'penetrasi intelektual' dalam setiap 
tindakan dalam kehidupan ini. Makanya beliau, yang muslim, melakukan 
eksperimentasi PBA dengan istrinya-seorang penganut Kong Hu Cu, 
sdri. Ang Mei Yong, yang juga hadir pada diskusi kali ini. 

Menurut Mas Ahmad, yang pernah belajar di pesantren Al-Faqih ini, 
perbedaan memang selalu akan memunculkan masalah, tapi dengan 
pengelolahan yang baik, maka perbedaan-perbedaan itu akan bersinergi 
menjadi keindahan. Dari pengalaman dalam berumah tangga beda agama 
ini, justru permasalahan utama yang ditemuinya bukan dari perbedaan 
agama tapi dari sudut pandang pada hal-hal yang mana bersifat 
supernatural dan rasionalitas.

Masalah lain adalah masalah administrasi dengan negara. Kolom agama 
di KTP misalnya belum mengakomodir agama Khong Hu Cu sehingga 
istrinya pun masih harus beragama Buddha. Dan ketika perkawinan 
membuahkan anak, Kartu Keluarga pun memerlukan ke-agama-an anak-nya 
untuk dicatat. Maka dicatatlah agama anaknya sebagai Kristen dengan 
pertimbangan bahwa nantinya sang anak akan bertanya kenapa agamanya 
beda dengan agama ke-2 orang tuanya. Pada saat inilah, Mas Ahmad 
berniat meluruskan apa yang terjadi dengan "sejarah perbedaan agama" 
di Indonesia ini kepada anaknya dan membiarkan anaknya memilih agama 
yang dia kehendaki sendiri.

PBA yang dilakukan Mas Ahmad di tahun 2003 lalu juga membuat dirinya 
mengundurkan diri dari kepengurusan Youth Islamic Study Club (YISC) 
Al-Azhar. Hal ini mendorong dirinya meneliti kesulitan-kesulitan 
yang ditemui PBA di Indonesia. Hasil penelitiannya akan dibukukan 
dalam waktu dekat ini. Tapi masalah utamanya adalah bahwa tidak 
adanya regulasi pemerintah yang memfasilitasi PBA. 

PP No. 1/1965 pernah mencantumkan Konghucu sebagai salah satu agama 
resmi di Indonesia, tapi dalam pelaksanaannya yang dituangkan dalam 
SK Menteri, pemerintah tidak mencantumkan Konghucu sebagai salah 
satu agama resmi. Makanya amat sulit bagi sesama pemeluk agama ini 
untuk mencantumkan perkawinan mereka pada Kantor Catatan Sipil (KCS) 
karena salah satu syarat untuk mencatatkan perkawinan adalah akta 
perkawinan dari lembaga agama resmi yang diakui pemerintah.

Dalam kata sambutan, Bapak Anand Krishna mengutip tulisan Shaikh 
Muh. Iqbal dari Hindustan : "Kita butuh ulama-ulama yang inklabi 
(bhs. Urdu) atau berjiwa pemberontak." Dan beliau mengharapkan lebih 
banyak lagi ulama-ulama pemberani seperti Ustadz Zainun Kamal, yang 
diharapkan dapat membongkar ketidakberesan dan menyusun kembali 
ajaran-ajaran agama supaya berguna untuk memudahkan umat dalam 
mendekatkan dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Beliau pun mengutip beberapa kutipan Moh. Iqbal, Abdul Kamal Hasan 
dan seorang Raja pertama dari Dinasti Mogul di India dari buku yang 
sedang beliau baca, yaitu : Indian Moeslem : What's wrong with us?.

Beliau juga kembali mengingatkan bahwa setiap ajaran agama yang 
masuk ke dalam masyarakat, maka ajaran agama itu sebaiknya 
mengapresiasi dan mengakomodir tradisi dan budaya lokal, seperti 
Nabi yang sangat mengapresiasi tradisi budaya lokal Arab waktu itu. 
Arab pun tidak berarti hanya Arab Saudi, tapi juga Lebanon, Syria, 
Palestina, Yordania.
 
Web Source :
http://www.nationalintegrationmovement.org/








Quotes : 
"Religion is a set of social and political institutions and spirituality is a 
private pursuit which may or may not take place in a church setting."
 - D. Patrick Miller -


 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://asia.groups.yahoo.com/group/mayapadaprana/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://asia.docs.yahoo.com/info/terms
 


Kirim email ke