Proses Pendirian Gereja dan Cara Penertibannya
  KHUSUS UNTUK KALANGAN SENDIRI
  
  "Orang Yahudi dan Nasrani tidak merasa senang terhadap engkau ya Muhammad, sebelum engkau menuruti agama mereka, jawablah, bahwa petunjuk Allah jualah (agama Islam) yang sebenar-benarnya petunjuk. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu (QS 2: 120).
  "Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir, sebagaimana mereka telah menjadi kafir (QS 4:89)
  
  
  Angka Pertumbuhan Gereja di Dunia
  

Sebuah organisasi gereja internasional melaporkan dalam situsnya (http://www.newwway.org/cpm/)  bahwa jumlah keseluruhan gereja baru di dunia mengalami peningkatan pesat, contohnya saja pada tahun 1999 meningkat sebesar 37,4%.  Sumber tersebut menambahkan bahwa pertumbuhan gereja yang tinggi tersebut telah berhasil meningkatkan jumlah orang yang dibabtis menjadi Nasrani.  Sebagai contoh data tahun 1999 tercatat jumlah rata-rata orang yang dibabtis menjadi Nasrani 114.000 orang per tahun untuk suatu wilayah seluas  propinsi (angka rata-rata di negara-negara Asia Timur).  Padahal 8 tahun yang lalu (1991) mereka hanya mampu men-kristenkan sekitar 85 orang per propinsi per tahun.  Saat itu (1991) angka rata-rata pertumbuhan gereja di negara-negara Asia Timur baru sekitar 3 gereja per tahun per propinsi, sedangkan tahun 1999 pertumbuhan gereja sudah meningkat drastis menjadi sekitar 40 gereja per propinsi per tahun.
  Mereka (para misionaris) kemudian menyimpulkan sendiri bahwa setiap peningkatan jumlah gereja selalu berkaitan erat dengan peningkatan jumlah orang baru yang dibabtis menjadi Nasrani.  Dengan kata lain, setiap pertambahan gereja baru terbukti berhasil meningkatkan jumlah penganut baru Nasrani.  Inilah yang menjadi alasan para aktifis gereja untuk menambah terus jumlah gereja di seluruh tempat di negeri kita ini, khususnya di wilayah mayoritas muslim.  Bagi para penginjil, keberadaan gereja di wilayah muslim diibaratkan seperti pangkalan militer penjajah yang berhasil dibangun di wilayah musuh yang akan dijajah.
  
  Angka Pertumbuhan Gereja di Indonesia
     
  Jumlah Gereja               Tahun 1977                   Tahun2004        Tingkat Pertumbuhan
  Gereja Kristen               18.977                          43.909                          131%
  Gereja Katolik                  4.934                          12.473                          153%
  
  Jumlah Total Gereja       23.911                          56.382                          284%
  
  Jumlah Masjid               392.044             643.843             64 %
  
  Sumber data dari Departemen Agama mencatat bahwa pertumbuhan jumlah gereja di seluruh Indonesia dari tahun 1977 (23.911 buah) hingga tahun 2004 (56.382 buah) meningkat sebesar 284 % .    Ini jauh diatas peningkatan jumlah mesjid yang peningkatannya hanya 64 % .
             
  Keberhasilan peningkatan jumlah gereja di Indonesia ini akhirnya berhasil pula menaikkan jumlah komposisi umat Nasrani yang awal tahun 70 an baru dibawah 10 % lalu menjadi sekitar 20 % di tahun 2004 (data ini diperkuat pula oleh hasil penelitian lembaga penginjil internasional, Global Evangelization Movement).
  
  
  Mengapa umat Nasrani ingin mendirikan gereja sebanyak-banyaknya ?
  
  Alasan resmi yang mereka kemukakan adalah :
  1.                   Karena banyaknya umat Nasrani di suatu wilayah tertentu yang membutuhkan gereja baru
  2.                   Setiap aliran yang ada dalam agama Kristen masing-masing memerlukan gereja yang khusus, tidak dapat bercampur atau bergantian.  Dengan alasan ini mereka minta mendirikan gereja macam-macam sesuai dengan aliran yang ada. Mereka sengaja menolak dengan berbagai alasan apabila diminta untuk membagi waktu penggunaan suatu gereja berdasarkan jenis aliran Nasrani yang mereka miliki.
  3.                   Mendirikan gereja adalah hak asasi setiap warga negara. Mereka selalu berkilah dengan mengatakan pembatasan pendirian gereja bertentangan dengan UUD ´45 Pasal 29 ayat 2 yang menyatakan bahwa " Negara menjamin untuk masyarakatnya memiliki kebebasan beragama maupun kebebasan beribadah.
  
  Alasan sebenarnya yang perlu diantisipasi dan diwaspadai adalah :
  1.                   Melalui bangunan gereja mereka ingin membentuk citra yang positif bagi umat agama lainnya bahwa Nasrani adalah agama yang kuat dan besar, karena gerejanya ada dimana-mana (walau kebanyakan kosong).
  2.                   Menjadi sarana (perpanjangan tangan para penginjil) untuk penyebaran agama Nasrani
  3.                   Berdirinya suatu gereja di lingkungan umat Islam, bagi strategi gereja sudah berarti bahwa kehadiran Nasrani sudah ‘diterima’ ,  sejak saat itu siapapun tokoh agama mereka, entah penginjil atau penyebar agama sudah bebas masuk wilayah itu tanpa perlu dicurigai lagi.
  4.                   Mempersiapkan sarana kekuatan umat Nasrani menjelang masa “Penuaian Jiwa” tahun 2020 (lihat hasil pengakuan mantan pendeta Nasrani dalam VCD Gerakan Gereja yang diproduksi Forum Arimatea).
  
  
  Apakah Melarang Mendirikan Gereja Di Wilayah Muslim Berarti Melanggar Hak Asasi atau Berarti Tidak Toleransi ?
  
  Hak asasi umat Nasrani untuk mendirikan gereja di wilayah mayoritas Muslim dibatasi oleh hak asasi umat Muslim untuk menjalankan kehidupan beragama Islamnya secara baik.  Hal yang sama juga terjadi di wilayah mayoritas Nasrani seperti di Papua, Timor Timur (kini Timor Leste), Bali atau di NTT, dimana umat Islam tidak bisa sembarangan membangun mesjid dengan mengandalkan hak asasi sebagai warga negara Indonesia.
  
  Agar kehidupan beragama umat Islam di wilayahnya dapat berjalan baik maka diperlukan toleransi dari umat agama lainnya.  Toleransi beragama jangan dipelintir sesuai kemauan dan kepentingan masing-masing. Toleransi mayoritas terhadap minoritas bukannya memberi kebebasan mendirikan tempat ibadah mereka (gereja) seenaknya, karena akan berdampak tersinggungnya perasaan mayoritas (Muslim).  Demikian pula toleransi minoritas terhadap mayoritas seharusnya dilakukan dengan tidak menganggu ketenangan beragama mayoritas.  Toleransi mayoritas terhadap mayoritas hendaknya cukup sebatas menjaga keselamatan dan hak-hak beribadah mereka ditempat yang telah diizinkan mayoritas.
  
  Toleransi yang diperlukan dari umat agama lain sebagai minoritas (Nasrani) adalah :
  1.                   Tidak mendirikan gereja di tengah-tengah perumahan / tempat tinggal umat Islam
  2.                   Tidak mendirikan gereja secara mencolok di tempat-tempat yang sering dilalui lalu-lintas umat Muslim
  3.                   Tidak mendirikan gereja dalam jumlah yang berlebihan, yang tidak sesuai dengan jumlah umat Nasrani yang ada
  4.                   Tidak melakukan kegiatan ibadat yang menganggu lingkungan dan ketenangan warga Muslim setempat.
  5.                   Tidak menyalahgunakan fungsi gereja dari yang semestinya.  Beberapa gereja di daerah tertentu terbukti melakukan aktifitas pendidikan kader misionaris dan melakukan pemurtadan pada Muslim yang miskin dan terjepit oleh masalah kehidupan sehari-hari.
  6.                   Tidak mendirikan balai pengobatan atau yayasan sosial yang terbuka juga untuk umat Muslim, karena kegiatan sosial seperti ini sering terjadi untuk menarik simpati dan perhatian dari umat Muslim yang masih lemah kadar imannya.
  7.                   Tidak melakukan kegiatan penyebaran agama kepada umat beragama lainnya.
  8.                   Umat Muslim telah terlanjur curiga dengan langkah-langkah pemurtadan yang telah terbukti dilakukan para penginjil dan gereja di wilayah lain di Indonesia dan dunia selama ini, sehingga umat Nasrani perlu lebih sensitif dan jujur dalam melakukan pendekatan dengan umat Muslim. 
  9.                   Umat Nasrani sebaiknya tidak melakukan pendekatan yang berlebihan dan menyimpang dengan oknum pemerintah atau oknum masyarakat yang mengaku sebagai wakil / tokoh umat Muslim demi agar mendapatkan izin mendirikan suatu gereja atau balai pengobatan yang berlabel atau bernuansa Nasrani.
  
  Waspadalah bahwa bisa saja seseorang memanfaatkan tujuan penciptaan ‘nama baik umat Muslim’ atau ‘pemeliharaan ketentraman antar umat beragama’  ini sebagai alat untuk mengizinkan pembangunan suatu gereja.
  Apakah Mungkin Mendirikan Gereja di Wilayah Mayoritas Muslim ?
  
  Izin mendirikan gereja boleh diberikan umat Islam setempat dengan syarat :
  1.                   Terpenuhinya syarat toleransi dengan umat Muslim setempat seperti yang baru saja disebut diatas, antara lain tidak berada di wilayah tempat tinggal mayoritas Muslim dan jumlahnya tidak berlebihan.
  2.                   Ditertibkannya terlebih dahulu gereja-gereja ‘liar’ (yang tidak berizin) dan gereja yang izinnya tidak jelas yang berada pada wilayah sekitarnya.  Jangan membangun gereja resmi lalu gereja liar tetap dipertahankan.
  3.                   Diadakan penelitian dan pendataan yang jelas mengenai jumlah penduduk nasrani yang berada pada wilayah tersebut, agar dapat ditentukan layak tidaknya kebutuhan pendirian gereja yang dimaksud.
  4.                   Secara hukum izin pembangunan gereja harus memenuhi ketentuan SKB 2 Menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) dan kini sudah direvisi.  Prinsip dasar dari SKB ini adalah bahwa mendirikan gereja harus ada izin dari Kepala Daerah setempat dan mempertimbangkan kondisi dan keadaan setempat serta pendapat pemuka agama dan ormas keagamaan setempat. SKB ini sedang disempurnakan dan insya Allah disahkan tahun 2006 ini. 
  
  Apa Saja Taktik Umat Nasrani Dalam Membangun Gereja Di Wilayah Mayoritas Muslim ?
  
  Berbagai cara, taktik dan peluang selalu dimanfaatkan para penginjil untuk membangun gereja sebanyak-banyaknya, baik resmi maupun liar.  Berikut ini kemungkinan-kemungkinan yang biasanya mereka lakukan :
  1.                   Berusaha mendapatkan izin masyarakat Muslim setempat dengan cara licik, misalnya tandatangan palsu, nama palsu, tandatangan dengan imbalan uang atau barang.  Bahkan pernah terjadi izin pendirian gereja didapat dengan menghadiahkan pembangunan mushola kecil di samping gereja tersebut.  Terkadang nama dan tanda tangan yang dikumpulkan bukanlah umat Muslim yang mewakili (misalnya tokoh Muslim setempat) tapi diambil seseorang yang terbatas intelektualnya dan tidak paham permasalahannya.  Sangat memalukan pernah terjadi kasus bahwa untuk setiap tandatangan seorang Muslim dibayar Rp. 50 ribu, serendah itukah harga akidah Islam.
  2.                   Membangun gereja secara bertahap.  Umumnya dimulai dengan kebaktian kecil di rumah-rumah penduduk Nasrani atau keluarga Nasrani pendatang.  Jemaatnya bahkan berasal dari wilayah lain. Secara pelan namun pasti, ketika masyarakat setempat terbiasa dan tidak merasa risih maka kebaktian rumah ini (Rumah Doa) akan berkembang menjadi gereja. Proses ini bukan tanpa rencana, tapi sudah direncanakan jauh-jauh hari, bahkan ini sudah menjadi program nasional dan internasional mereka yang disebut program Gereja Cell.
  3.                   Bila jumlah umat Nasrani tidak mencukupi untuk persyaratan mendirikan gereja, mereka tidak segan-segan mencantumkan jemaatnya dari wilayah kecamatan atau kabupaten lain. Bahkan mereka tidak segan-segan mendatangkan keluarga pendatang yang beragama Nasrani.  Ini sudah terjadi di beberapa wilayah di pinggiran Jakarta.
  4.                   Membangun gereja atau yayasan sosial keagamaan di daerah perbatasan suatu wilayah.  Dengan cara ini mereka bisa membangun suatu gereja hanya dengan izin penduduk setempat yang awam dan dapat diakali.  Cara ini dilakukan bila mereka kesulitan membangun gereja di suatu kecamatan karena ada penolakan keras dari warga, lalu mereka membangun di kecamatan tetangga persis di perbatasan kecamatan yang mereka incar.
  5.                   Sebelum mendirikan gereja mereka sering mendirikan Balai Pengobatan murah, atau Balai Pelatihan dan Penyediaan Lapangan Kerja atau kegiatan Bazaar dan sosial lainnya. Ini dilakukan untuk menarik simpati dan pelan-pelan tempat ini mereka jadikan gereja.
  6.                   Mereka sering memanfaatkan kedekatan dan pembinaan hubungan sangat pribadi dengan aparat pemerintah untuk memudahkan memperoleh izin pendirian gereja. Bahkan mereka siap mengeluarkan dana tidak resmi buat oknum yang dapat mereka manfaatkan.
  7.                   Mereka menjadikan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) sebagai alat untuk melancarkan perizinan pembangunan gereja.  Mereka sengaja menaikkan pamor FKUB agar menjadi suatu lembaga yang kredibel dan legitimate untuk mengeluarkan izin pembangunan gereja.  Walaupun secara resmi FKUB tidak memiliki wewenang namun mereka tetap berusaha menjadikannya sebagai alat untuk menjalin hubungan baik dengan oknum yang bisa mereka atur dan manfaatkan.   Walaupun tidak di semua wilayah negeri ini FKUB disalahgunakan oleh aparat namun ini perlu kita awasi dengan waspada.
  
  Bagaimana Proses Resmi Untuk Mendirikan Gereja ?
  
  Prinsipnya proses ini mengacu pada landasan hukum yang tercantum dalam SKB 2 Menteri 1969 yang baru-baru ini direvisi menjadi Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM Nomor 8/9 Tahun 2006).
  Secara singkat proses ini memerlukan :
  1.       Ijin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat (IMBRI) adalah ijin yang diterbitkan oleh Bupati / Walikota untuk pembangunan rumah ibadat, dengan kelengkapan IPPRI (Ijin Prinsip Pendirian Rumah Ibadat) dan IMB sesuai Perda Kabupaten / Kota.  
  2.       Rumah ibadat tersebut harus memiliki umat (jamaah) sekurang-kurang 90 orang yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan disetujui oleh 60 orang dari umat agama lain di wilayah tersebut, dan para pejabat setempat (Lurah / Kades) harus mensahkan persyaratan ini. Selanjutnya, rekomendasi tertulis diminta dari kepala Departemen Agama kabupaten atau kotamadya, dan dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten atau kotamadya.
  3.       Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat (sinode yang terdaftar di Depag baik dipusat maupun daerah Prov. & Kab./Kota) harus memohon perijinan rumah ibadat ke Gubernur & Bupati /Walikota dengan harus dilengkapi oleh :
  1.         Rekomendasi FKUB Kelurahan/Desa yg disahkan kepala Desa/Lurah
  2.         Rekomendasi FKUB Kecamatan yg disahkan Camat
  3.         Rekomendasi FKUB Kabupaten/Kota, serta
  4.         Rekomendasi Kepala kantor Depag Kabupaten / Kota,lalu apabila disetujui maka
  Bupati / Walikota akan mengeluarkan / menerbitkan Ijin Prinsip Pendirian Rumah
  Ibadat (IPPRI)sebagai dasar pengajuan permohonan IMB rumah ibadat.
  4.       Proses administrasi lainnya mirip seperti pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dimana antara lain harus menyertakan :
     
      Rekomendasi Lurah, Camat dan Walikota / Bupati setempat  
      Rekomendasi KUA 
      Rekomendasi FKUB 
      Rekomendasi Kantor Sospol Walikota / Kabupaten 
      Rekomendasi Kantor Departemen Agama Walikota / Kabupaten

  Dalam pembuatan surat-surat Rekomendasi inilah banyak terjadi penyalahgunaan wewenang para pejabat yang bertujuan memperkaya diri pribadi semata. Inilah titik lemah yang dimanfaatkan panitia pendiri gereja.
  5.       Pasal 21 SKB baru itu menjelaskan bila terjadi perselisihan akibat pendirian rumah ibadat agar diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat. Jika musyawarah tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.
  
  Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang adalah forum yang dibentuk dalam rangka membina, membangun dan mewujudkan kerukunan umat beragama; pembinaan kerukunan Umat beragama didaerah menjadi tugas dan kewajiban Gubernur dan Bupati/Walikota. Dalam melaksanakan tugasnya Gubernur dibantu oleh Kakanwil Depag Provinsi dan Bupati Walikota dibantu oleh Kepala Kantor Depag kabupaten/kota. Pasal 8 dari SKB yang direvisi itu dijelaskan pembentukan FKUB dilakukan oleh masyarakat lokal dan difasilitasi oleh pemerintah propinsi, kabupaten, dan kotamadya. Anggota FKUB adalah para pemimpin agama lokal, dan semua agama terwakili dalam forum itu.  FKUB bertugas melakukan dialog dengan pemimpin agama dan tokoh masyarakat, dan menyalurkan aspirasi dari ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur, bupati, walikota. Mereka juga diharapkan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berhubungan dengan kerukunan antaragama.
  Waspadalah bahwa FKUB yang ada selama ini di banyak wilayah Indonesia sering dijadikan sarana bagi umat Nasrani untuk melancarkan jalan mereka.  Penyuapan secara halus pada FKUP dan aparat pemerintah serta bentuk-bentuk penipuan lainnya sering dilaporkan terjadi ketika suatu gereja berizin namun bermasalah akan didirikan.
  Beberapa Kelemahan Revisi SKB 2 Menteri (PBM) Yang Harus Diwaspadai
  
  Silahkan baca tulisan lainnya yang berjudul “Waspadai Titik-titik Lemah Revisi SKB 2 Menteri
  (PBM 8/9 – 2006) Yang Berpeluang Mempermudah Pendirian Gereja Baru”
  
  
  Bagaimana Cara Menertibkan (Menghadang) Pertumbuhan Gereja Di Wilayah Kita ?
  
  1.                   Pastikan bahwa FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) di wilayah kita berisi umat Islam yang ikhlas, amal solehnya baik, bertaqwa, cerdas, berani mengatakan ‘tidak’ untuk segala bentuk kemungkaran dan kerusakan akidah, serta memiliki ilmu quraniyah dan qauniyah yang cukup dan memahami dengan baik permasalahan umat Islam dewasa ini
  2.                   Minta keterangan aparat pemerintah setempat (Lurah / Camat / Bupati / Walikota) mengenai status gereja yang sudah ada saat ini, apakah sudah ada persyaratan izin resminya.  Jangan sampai memberikan izin pendirian gereja baru padahal di wilayah kita (kecamatan / kabupaten) masih banyak terdapat gereja liar.  Ibaratnya bereskan dulu yang belum beres sebelum membangun yang baru.
  3.                   Minta data kependudukan umat Nasrani yang ada di wilayah itu apakah komposisinya sudah sesuai dengan tingkat kebutuhan gereja.  Kalau mengacu pada SKB yang baru (PBM 8/9 2006) seharusnya untuk setiap gereja minimal harus memiliki jemaat 90 orang dan harus ber KTP setempat. 
  4.                   Bila pengumpulan tandatangan masyarakat setempat sudah dilakukan panitia pembangunan gereja, maka selidiki beberapa hal dibawah ini :
  1.       Keaslian nama dan tandatangan
  2.       Lokasi KTP nama penandatangan, apakah ada dalam satu tingkat RT, RW, Kelurahan atau Kecamatan.  Perlu ditolak tegas bila panitia pendirian gereja yang ada di kelurahan X  meminta persetujuan masyarakat di kelurahan Y, apalagi sampai di kabupaten lain.
  3.       Selidiki satu per satu apakah penandatangan yang ada adalah orang yang cukup mewakili umat Islam.  Sering terjadi kasus penandatangan adalah Muslim yang pendidikannya rendah dan tidak mengerti dampak bahaya bila mereka menandatangani surat tersebut. Tolak tegas bila ternyata penandatangan surat tersebut bukan umat Islam yang pantas dihormati.
  5.                   Periksa dengan cermat keabsahan dan kejujuran proses pembuatan dokumen-dokumen surat izin, seperti IMB, Rekomendasi dari Lurah, Camat, FKUB. Kantor Sospol dan Depag Walikota / Kabupaten.
  6.                   Terlepas dari keabsahan dari perizinan yang telah disiapkan panitia gereja, maka bila masyarakat Muslim setempat resah dan melakukan penolakan maka segera kumpulkan tandatangan sebanyak-banyaknya dari umat Islam setempat.  Suatu pendirian gereja bisa dibatalkan oleh pemerintah setempat bila dianggap dapat meresahkan masyarakat setempat dan berpotensi menimbulkan kerusuhan sosial.   Penolakan dapat diorganisir dengan baik dan dilaporkan ke Camat / Bupati / Walikota setempat hingga DPRD setempat.  Dapat pula melibatkan ormas-ormas Islam yang bergerak di bidang anti pemurtadan.
  
  
  

                 
---------------------------------
Celebrate Earth Day everyday!  Discover 10 things you can do to help slow climate change. Yahoo! Earth Day

[Non-text portions of this message have been removed]





Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke