Sejauh Manakah Peran Masjid atau Musholla dalam Islam?

eramuslim - Untuk menjawab pertanyaan di atas, alangkah baiknya apabila
kita kembali menekuri shirah nabawiyah yang mulia. Sebuah kisah perjalanan
yang penuh dengan cerita-cerita keheroikan yang tiada bandingannya.
Bagaimana saat pertama kali Rasulullah tiba di negeri tempat tujuan
hijrahnya dalam sejarah Islam bersama para shahabatnya karena
gangguan-gangguan kafir Quraisy yang telah mengancam keselamatan aqidah
serta diri mereka (assabiqul awwalun). Hal yang pertama kali Beliau 
lakukan
setelah sampai ke kota Madinah adalah membangun sebuah Masjid -kemudian
dinamai masjid Nabawy- yang akan dijadikan asas dalam membangun masyarakat
baru berdasarkan risalah yang dibawanya. Dengan luasan kira-kira panjang
dan lebar seratus hasta, Beliau mulai meletakkan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat berdasarkan atas Islam, sedikit demi sedikit tapi pasti dan
dalam waktu yang relatif singkat masyarakat madani telah terlihat tegak di
bumi Madinah al Munawaroh.

Mungkin yang menjadi pertanyaan kita adalah bagaimana masjid bisa berperan
sebegitu jauhnya dalam mengubah masyarakat yang tadinya jahiliah menjadi
masyarakat yang penuh dengan kecemerlangan, baik dari segi peradaban,
pemikiran maupun kekuatan. Ternyata fungsi masjid pada zaman Rasulullah
yang mulia bukanlah sekedar sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah
ritual semata-sholat-tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai madrasah bagi
orang-orang Muslim untuk menerima pengajaran Islam dan bimbingannya,
sebagai balai pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai unsur
kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa jahiliyah, sebagi
tempat untuk mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen
untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan. Hal ini akan sangat
berbeda apabila kita lihat dan bandingkan tentang peranan masjid di zaman
sekarang ini, akan sangat ironis bahkan. Shaf yang hanya terdiri dari satu
dua baris yang kadang tidak penuh, akan kita temui di seluruh pelosok kota
maupun desa-desa kita. Ini menjadi pemandangan yang sangat biasa saat
kehidupan duniawi ini-yang memang memperdayakan-telah menyita perhatian
kita terhadap kehidupan yang kekal abadi kelak (alam akhirat).

Inilah, sebuah tugas yang maha berat yang telah Allah amanahkan kepada 
kita
yang telah dikaruniai hidayat untuk kembali menyelami hakikat tentang
kedalaman dan kemuliaan al Islam. Kemudian secara sinergis
pengetahuan-pengetahuan kita tentang Islam kita tularkan kepada
saudara-saudara kita. Agar suasana masjid-masjid yang kering dan terasa
gersang kembali hidup  dan makmur oleh kehadiran ummatnya. Sangat ironis
memang, dengan keadaan negeri kita yang
notabene disandangkan sebagai negeri dengan  mayoritas penduduknya muslim
bahkan terbesar didunia tetapi kualitasnya masih perlu dipertanyakan. Hal
ini akan semakin jelas terlihat apabila kita ditelusuri akan kembali 
kepada
pemahaman penduduk awam pada umumnya mengenai agama-dien- mereka. Banyak
dari mereka yang mengartikan Islam itu hanya identik dengan amalan-amalan
yang bersifat mahdhoh saja, seperti sholat, puasa, zakat dan haji. Padahal
hakikatnya Islam ini diturunkan tidak lain adalah untuk menyempurnakan
akhlak manusia dengan aturan-aturan (syari 'at) yang telah dibawa oleh
manusia teragung, Rasulullah SAW. Masjid yang seharusnya menjadi bangunan
yang merupakan sentra dari segala aktivitas yang dilakukan ummat, kini
dipandang hanya sebagai tempat ibadah-sholat. Peran yang sudah amat sangat
direduksi dari peran masjid yang sesungguhnya. Mungkin inilah salah satu
penyebab ummat ini belum bisa bersatu padu dalam menaklukkan
musuh-musuhnya, merasakan nikmatnya ukhuwah dalam berislam tanpa
memperdulikan apa yang namanya perbedaan suku, ras, bahasa bahkan batasan
geografi yang memisahkan dimensi waktu dan tempat sekalipun. Tugas kita
adalah mengembalikan kejayaan Islam Ini dengan ummatnya melalui suatu
gerakan pencerahan (renaisance) terhadap pemahaman Islam secara
komprehensif, tidak sepotong-sepotong apalagi parsial. Sehingga pada
akhirnya akan tumbuh kesadaran dari masing-masing pribadi muslim untuk
kembali kepada Islam secara kaffah, tanpa paksaan sedikit pun.

Yang menjadi masalahnya sekarang adalah adanya perang pemikiran (gawzul
fikri)yang terus meresapi dan sengaja digulirkan oleh musuh-musuh Islam
(Yahudi dan Nashoro) sehingga ummat semakin terjauhkan dari agama mereka
sendiri dan sibuk oleh urusan-urusan furu' dan khilafiyah yang telah
menguras tenaga dan konsentrasi ummat Islam sendiri. Bayangkan, sekarang
ini ummat telah merasa merdeka, bebas dan tidak diperbudak di negerinya
sendiri, padahal saudara seimannya dibelahan dunia yang lain -di 
palestina,
iraq, afganistan, chechnya, kashmir, bosnia, pattani, mindanau dan masih
banyak negeri Islam lainnya- yang masih terkungkung oleh tali-tali
penjajahan dari negeri kaum kuffar. Mereka terlena dengan apa yang ada 
pada
diri mereka karena tidak adanya ikatan persaudaraan yang kuat antara 
sesama
muslim saat ini. Padahal dahulu pada saat Islam telah mencapai zaman
keemasannya, penghinaan terhadap kehormatan seorang muslimah dibalas 
dengan
penaklukan sebuah negeri.

Mungkin itulah contoh jika masjid dikembalikan seperti fungsi yang
seharusnya, di mana informasi dan  komunikasi akan terus terjalin dengan
baik antara amir dengan masyarakat yang dipimpinnya. Sehingga terciptalah
keadilan di muka bumi dan tak ada tempat bagi fitnah dan agama, selain Al
Islam. Di mana kedudukan seseorang tidak dibeda-bedakan lagi oleh jabatan
duniawi saat sujud bersama-sama dalam masjid yang sama, hanya taqwalah 
yang
menjadi penciri dan pembedanya. Sebuah ikatan yang teramat kokoh untuk 
bisa
diputuskan, suatu ikatan tali aqidah yang hanif yang mengajarkan hanya
untuk menegakkan suatu kalimah yang mulia "La ilaha illallah". Karena 
salah
satu cara untuk meng-counter setiap isu-isu yang ada yaitu dengan adanya
komunikasi yang baik antar elemen yang menyusun ummat. Yah, salah satunya
melalui wasilah masjid, dimana masjid dijadikan sebagai tempat untuk
merumuskan berbagai strategi dakwah yang akan mengatasi segala pemikiran
sesat kaum musyrikin. Bahkan dalam suatu cerita dikatakan bahwa salah satu
tanda umat akan bangkit dan dapat mengalahkan Si bangsa kera dan babi
adalah jumlah jamaah shalat shubuh sama dengan jumlahnya saat shalat
jum'at. Kalau melihat kondisi dewasa ini, ini merupakan hal yang mungkin
sangat sulit untuk diwujudkan. Tetapi juga mengisyaratkan kepada kita 
semua
bahwa perjuangan untuk menegakkan agama Allah masih panjang dan butuh
kesabaran yang luar biasa dari para penyerunya.

Sebenarnya solusi konkret yang dapat kita lakukan dan  mungkin "mudah"
untuk kita laksanakan yaitu dengan bersungguh-sungguh untuk kembali kepada
kedua sumber hukum Islam, yaitu Al Quran dan Hadits. Yang dengan keduanya
niscaya manusia tidak akan tersesat didunia dan akhirat. Untuk terakhir
kalinya, kami serukan Ayo kembali ke masjid karena memang hati itu terpaut
dimasjid. Berawal dari masjid, insyaAllah akan teraih kembali kejayaan
Islam yang kita idam-idamkan selama ini sehingga tiada fitnah lagi dan
agama seluruhnya hanya milik Allah SWT semata tiada yang lain. Semoga.
Allahu Akbar !

Wallahu 'alam bishawwab.



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke