www... baca :: wa'alaikumussalam wa rahmatullah wa barakaatuh [maksud saya :: sebaiknya jangan menyingkat2 do'a] =)
>> a). apakah ia perlu di mandikan ? >> b). apakah ia perlu di sholatkan ? >> c). apakah ia perlu di kafani ? yang tidak perlu dimandikan, tidak perlu dikafani & tidak perlu dishalatkan hanya orang yang syahid dalam jihad bil ma'na qital [jihad dengan makna perang]. Adapun yang selainnya, kita kafani, kita shalatkan dan kita mandikan. misalnya :: orang yang tenggelam, terbakar, tertimpa reruntuhan, menginggal karena penyakit (perut), wanita yang sedang berhaji [jihadnya wanita] :: tetap diperlakukan seperti jenazah kaum muslimin pada umumnya. >> e). apakah ia akan masuk surga tanpa di hisab ? >> f). apakah ada 70 bidadari yang menantinya ? >> g). apakah ia di izinkan untuk memberi syafaat kepada 70 keluarganya ? allahu a'lam, saya kurang tahu. >> d). apakah ia akan mendapat titel syuhada / asy syahid ? syahid di sisi siapa? kalau secara umum yang meninggal dalam keadaan syahid yang ditentukan oleh syariat [perang, sakit perut, dll], maka kita katakan insyaaAllah syahid. Tapi ingat :: secara umum / general. Tidak boleh menentukan person-per-person bahwa seseorang itu syahid (di sisi Allah) atau tidak. [misal : mengatakan Asy-Syahid Haryo] Seperti kita katakan begini :: orang yang kuliah di univ A secara umum pintar. Tapi kita tidak bisa main tunjuk, oh si X pintar karena dia kuliah di univ A. [karena bisa jadi dia masuknya untung2an]. Dan begitu juga sebaliknya. "Artinya : Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang berjihad di jalan-Nya...." [Bukhari : 2787] Untuk lebih jelasnya, berikut saya kopikan sebuah artikel ilmiah ttg pemberian gelar Asy-Syahid. Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Mudarris Masjidil Haram, Makkah, selama > 35 tahun. [perhatikan baik2 alasan nomor dua] Semoga bermanfaat. -- Muhammad Haryo http://islam-download.net http://islam-download.my.or.id [backup] --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ Jika email ini masuk folder spam/ bulk/ junk, harap tandai sebagai NOT spam/ bulk/ junk --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ *Apa Hukum Perkataan Fulan Syahid ? * Senin, 13 September 2004 08:33:11 WIB Kategori : Ahkam Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1021 APA HUKUM PERKATAAN FULAN SYAHID ? Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Apa hukum perkataan, 'fulan Syahid ?'. Jawaban. Jawaban atas hal itu adalah bahwa seseorang dikatakan syahid itu dengan dua sisi yaitu : Pertama. Hendaknya terikat dengan suatu sifat, seperti : Dikatakan bahwa setiap orang yang dibunuh fisabillah adalah syahid, orang yang dibunuh karena membela hartanya adalah syahid, orang yang mati karena penyakit thaun adalah syahid dan yang semacamnya. Ini adalah boleh sebagai mana yang terdapat dalam nash, dan karena kamu menyaksikan dengan apa yang dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang kami maksud boleh adalah tidak dilarang. Jika menyaksikan hal itu, maka wajiblah membenarkan khabar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kedua. Menentukan syahid bagi seseorang, seperti kamu mengatakan kepada seseorang, dengan menta'yin bahwa dia syahid. Ini tidak boleh kecuali yang disaksikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam atau umat sepakat atas kesyahidannya. Al-Bukhari dalam menerangkan hal ini ia berkata : Bab. Tidak Boleh Mengatakan Si Fulan Syahid. Ia berkata dalam Al-Fath Juz 6 halaman. 90, yaitu tidak memvonis syahid kecuali ada wahyu. Seakan dia mengisyaratkan hadits Umar, bahwa beliau berkhutbah. "Dalam peperangan, kalian mengatakan bahwa si fulan syahid, dan si fulan telah mati syahid. Mudah-mudahan perjalanannya tenang. Ketahuilah, janganlah kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Barangsiapa mati di jalan Allah atau terbunuh maka ia syahid". Ini adalah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Sa'id bin Manshur dan lainnya dari jalur Muhammad bin Sirrin dan Abi Al-A'jafa' dari Umar. Karena persaksian terhadap suatu hal yang tidak bisa kecuali dengan ilmu, sedang syarat orang menjadi mati syahid adalah karena ia berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang tinggi. Ini adalah niat batin yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda sebagai isyarat akan hal itu. "Artinya : Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang berjihad di jalan-Nya...." [Bukhari : 2787] Dan sabda beliau. "Artinya : Demi Dzat diriku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang terluka di jalan Allah kecuali datang dihari kiamat sedang lukanya mengalir darah, warnanya warna darah dan baunya bau Misk" [Hadits Riwayat Bukhari : 2803] Akan tetapi orang yang secara dhahirnya baik, maka kami berharap dia syahid. Kami tidak bersaksi atas syahidnya dia dan juga tidak berburuk sangka kepadanya. Raja' (berharap) itu satu posisi di antara dua posisi (bersaksi dan buruk sangka), akan tetapi kita memperlakukannya di dunia dengan hukum-hukum syahid, jika ia terbunuh dalam jihad fi sabilillah. Ia dikubur dengan darah di bajunya tanpa menshalatinya. Dan untuk syuhada' yang lain, dimandikan, dikafani dan dishalati. Karena, kalau kita bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid konsekwensinya adalah kita bersaksi bahwa ia masuk surga. Mereka tidak bersaksi atas seseorang dengan surga kecuali dengan sifat atau seseorang yang disaksikan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa boleh kita bersaksi atas syahidnya seseorang yang umat sepakat memujinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah termasuk yang berpendapat seperti ini. Dengan ini, maka menjadi jelas bahwa kita tidak boleh bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid kecuali dengan nash atau kesepakatan. Akan tetapi bila dhahirnya baik maka kita berharap demikian sebagaimana keterangan diatas, dan cukuplah nasihat tentang ini, sedangkan ilmunya ada di sisi Sang Pencipta. [Disalin dari buku Majmu' Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Aqidah, hal. 208-210 Pustaka Arafah] On 5/5/07, bambang guridno <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Bismillahi,, > > Assalamu'alaikum wr.wb. > > akhir-akhir ini bermunculan beberapa kelompok yang mencoba untuk > mendefinisikan kata jihad. diantara mereka ada yang mengatakan bahwa jihad > yang utama adalah jihad melawan hawa nafsu, atau yang lain berkata jihad > yang utama saat ini adalah dengan menunutut ilmu, dan beberapa definisi > lainnya. > > akan tetapi setelah saya bertanya kepada seseorang tentang masalah ini, > orang tersebut malah bertanya kepada saya, diantaranya : > > 1. seandainya ada seseorang yang sedang menuntut ilmu atau melawan hawa > nafsu ( berarti dia sedang berjihad denga jihad yang utama / akbar ), maka > apabila orang ini mati saat menuntut ilmu atau melawan hawa nafsu tersebut : > > > a). apakah ia perlu di mandikan ? > b). apakah ia perlu di sholatkan ? > c). apakah ia perlu di kafani ? > d). apakah ia akan mendapat titel syuhada / asy syahid ? > e). apakah ia akan masuk surga tanpa di hisab ? > f). apakah ada 70 bidadari yang menantinya ? > g). apakah ia di izinkan untuk memberi syafaat kepada 70 keluarganya ? > > ada yang bisa menjawab ???? > > > Wallohu A'lam bishowab > > bambang > [Non-text portions of this message have been removed]