SEJARAH INDONESIA
(Dari buku "Indonesiƫ" oleh Dirk Vlasblom)

Penghuni pertama wilayah yang sekarang menjadi Republik Indonesia adalah ras 
Melanesia yang berkulit hitam dan berambut kriting. Ras Melanesia dulu itu 
menduduki juga wilayah India yang sekarang, sampai ke wilayah Philipina yang 
sekarang. Kemudian sekitar 4000 tahun sebelum masehi, masuklah ras Astronesia 
yang berkulit kuning, yang dulu itu menghuni wilayah China dan Taiwan yang 
sekarang. Akibat kedatangan ras Astronesia, ras Melanesia di wilayah yang 
sekarang menjadi Indonesia, tersingkir ke wilayah Papua yang sekarang. Sebagian 
ras Melanesia berasimilasi dengan ras Astronesia menjadi ras baru yang berkulit 
sawo matang. Ras campuran Melanesia-Astronesia itu berdagang rempah-rempah 
dengan China dan Taiwan, asal ras Astronesia, dan berdagang rempah-rempah 
dengan India, asal ras Melanesia. Baik ras Melanesia di India mau pun ras 
Astronesia di China jago berdagang, jadi tak heran bila ras asimilasi 
Melanesia-Astronesia di Indonesia juga piawai dalam berdagang.

Ras Melanesia menganut animisme sedangkan ras Astronesia menganut Hindu dan 
Budha. Sekitar abad ke tiga setelah masehi, agama Hindu dan Budha tumbuh subur 
di wilayah yang sekarang menjadi Republik Indonesia. Kerajaan top pertama 
adalah kerajaan Sriwijaya yang Budha dan berpusat di Sumatra Selatan. Enam abad 
lamanya kerajaan Sriwijaya berjaya di wilayah yang sekarang menjadi Indonesia 
itu. Di abad ke sembilan, lahirlah di wilayah yang menjadi pulau Jawa yang 
sekarang, kerajaan Mataram yang juga Budha. Dinasti Syailendra dari Mataram 
memerintahkan pembangunan Borobudur. Saat Mataram diperintah oleh raja 
Airlangga, kerajaan Mataram terlibat pertempuran dengan kerajaan Sriwijaya, 
meski pun dua kerajaan itu sama-sama Budha. (Cikal-bakal budaya gontok-gontokan 
Indonesia dimulai oleh Sriwijaya dan Mataram? - DL). Dua kerajaan itu menjadi 
lemah akibat peperangan dan akhirnya punah sendiri. Di saat vakum itu masuklah 
pasukan Mongolia/China di bawah komando Kublai Khan ke Indonesia, namun bangsa 
Mongolia/China itu hanya datang untuk minta upeti dari kerajaan-kerajaan yang 
(masih) ada di Indonesia ketika itu. Dari reruntuhan kerajaan Sriwijaya dan 
kerajaan Mataram itu lahirlah kerajaan baru yang lebih akbar, yaitu kerajaan 
Majapahit yang Hindu. Kerajaan Majapahit diduga merupakan kerajaan terbesar 
yang pernah ada di jaman prehistoris Indonesia. Namun tidak terjadi perang 
antara pasukan Kublai Khan dengan pasukan Majapahit, sebaliknya terjadi 
kerjasama dagang erat yang saling menguntungkan. Ekspor rempah-rempah Majapahit 
pun meluas sampai ke Eropa.

Di bawah raja Hayam Wuruk dan patihnya yang terkenal Gajah Mada, kerajaan 
Majapahit yang Hindu itu menguasai Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan. Beberapa 
sejarahwan berkata wilayah Majapahit mencakup juga Philipina, Maluku dan Papua. 
Kebesaran kerajaan Majapahit ditulis oleh Empu Prapanca dalam bukunya 
Negarakertagama. Kerajaan Majapahit bukan cuma jago berdagang, juga kebudayaan 
tumbuh cemerlang. Bendera kerajaan Majapahit adalah Dwiwarna, yaitu 
Merah-Putih. Warna bendera itu pula yang kini menjadi warna bendera Republik 
Indonesia. Kerajaan Majapahit yang Hindu kemudian runtuh akibat kedatangan 
pedagang Islam dari Gujarat dan Persia. Perkembangan agama Islam di Indonesia 
terjadi dari abad ke tiga belas sampai abad ke tujuh belas, di saat agama Islam 
telah berusia seribu tahun sejak diperkenalkan pertama kalinya oleh Mohamad. 
Daerah Indonesia yang pertama dijejak oleh Islam adalah Aceh. Kerajaan Islam 
pertama di Indonesia adalah kerajaan Demak di Jawa, yang menggantikan 
kemashuran kerajaan Majapahit. Orang-orang Majapahit yang Hindu pun mengungsi 
ke Bali. Setelah Demak, satu persatu kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia 
menjadi Islam, seperti kerajaan Banten di Jawa dan kerajaan Makassar di 
Sulawesi.

Seperti telah diceritakan di atas, di jaman Majapahit perdagangan rempah-rempah 
mampu menembus pasaran Eropa. Perdagangan itu pula yang membawa orang-orang 
Eropa datang ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah di lumbungnya langsung. 
Bangsa Eropa pertama yang menjejakkan kakinya di wilayah Indonesia adalah 
bangsa Spanyol dan Portugis. Lain dengan bangsa Mongolia/China yang hanya 
menarik upeti sekaligus berdagang dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia, bangsa 
Spanyol/Portugis datang sekaligus untuk menjajah. Wilayah yang pertama dikuasai 
oleh bangsa Spanyol/Portigis adalah Malakka, kemudian Maluku. (Metode 
devide-et-impera rupanya ditemukan pertama kalinya di Maluku itu - DL). Ketika 
itu sultan Ternate dan sultan Tidore saling berkelahi sendiri, membuat dua 
sultan itu mudah diadu-domba oleh bangsa Spanyol/Portugis. Akibat termakan adu 
domba, akhirnya kesultanan Ternate dan kesultanan Tidore dua-duanya berhasil 
dikuasai oleh Spanyol/Portugis.

Orang Inggeris dan Belanda belakangan menyusul Spanyol/Portugis ke Indonesia, 
ikut-ikutan mengadu untung di sana. Belanda datang ke Indonesia diwakili oleh 
VOC di tahun 1602. Pasukan VOC berhasil melumpuhkan Portugis di Maluku dan VOC 
pun menduduki Maluku. Kesultanan Ternate berhasil melepaskan diri dari jajahan 
Spanyol/Portugis, kemudian bersama tentara VOC berhantam menaklukkan Tidore. 
Namun akhirnya baik Ternate mau pun Tidore dijajah oleh VOC. (Makanya sesama 
bangsa sendiri jangan suka gontok-gontokan, yang untung selalu pihak asing, 
haiyaaa ....... - DL). Kerajaan Demak yang Islam di Jawa pun menjadi lemah 
karena keturunan raja Demak berhantam sendiri rebutan tahta. Dari puing-puing 
Kerajaan Demak kemudian muncul dua kerajaan, satu di Surabaya dan satunya di 
Yogyakarta. Yang di Yogyakarta memakai nama kerajaan Mataram, nama yang sama 
dengan nama kerajaan Budha/Hindu di jaman baheula yang berperang melawan 
kerajaan Sriwijaya. Karenanya para ahli sejarah sering juga memakai nama "Old 
Mataram" untuk Mataram yang Budha/Hindu, dan "New Mataram" untuk Mataram yang 
Islam.

VOC sendiri menancapkan kakinya di kota Jayakarta di Banten, yang kemudian 
diganti namanya menjadi Batavia oleh Jan Pieterzoon Coen. Dalam pertempuran 
perebutan kekuasaan antara VOC dan pasukan Inggeris di Batavia, VOC berhasil 
mengungguli pasukan Inggeris. Sementara itu kerajaan New Mataram makin kuat di 
bawah Sultan Agung, maka ketika kerajaan rival di Surabaya berhasil ditaklukkan 
dan seluruh Jawa jatuh di bawah kekuasaan kerajaan Mataram, mata Sultan Agung 
seperti kelilipan ketika melihat VOC masih enak-enakan bercokol di Batavia. 
Namun kekuatan kerajaan Mataram tak mampu menaklukkan VOC. VOC sendiri 
sebetulnya tidak mau berperang dengan kerajaan Mataram, maka VOC mencoba 
membaiki Sultan Agung dengan mengirim duta besarnya ke Yogyakarta membawa 
banyak kado-kado. (Kata orang-orang, VOC membawa upeti noni-noni cantik 
langsing berkulit kuning langsat ke kerajaan Mataram, membuat mata sultan Agung 
yang tadinya kelilipan menjadi membelalak tidak kelilipan lagi, ihik ihik - 
DL). Kerajaan New Mataram kemudian terseok-seok jalannya akibat ketidak-mampuan 
Amangkurat I (putra sultan Agung) yang menggantikan ayahnya, ditambah munculnya 
perlawanan dari sesama kerajaan Islam, Madura, yang dipimpin oleh raja 
Trunojoyo. Kerajaan New Mataram minta tolong VOC menghantam kerajaan Madura 
('tuh 'kan, gontok-gontokan sendiri hobbynya orang Indonesia ini - DL). VOC 
bersedia membantu Mataram namun minta konsesi yang mencekik kerajaan Mataram. 
Sementara itu peran pendatang China di Jawa pun makin besar, bekerja sama 
dengan VOC. VOC yang tadinya membantu kerajaan New Mataram kemudian pelan-pelan 
menggerogoti New Mataram. Upaya VOC sukses, di tahun 1757 kerajaan New Mataram 
pun dipecah dua menjadi kesultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta, plus 
Mangkunegaran. VOC sendiri belakangan terseok-seok akibat digerecoki 
terus-terusan oleh Inggeris, dan di Eropa sendiri Belanda diserbu oleh 
Perancis, ditambah korupsi di tubuh VOC membuat VOC failit di tahun 1796. Semua 
asset VOC menjadi milik kerajaan Belanda.

DL - sampai di sini kepala ogut keleyengan nih menerjemahkan buku "Indonesiƫ" 
ini. Kapan-kapan sambungannya akan ogut kerjakan bila masih ada moed ya. Namun 
sampai di sini saja kita sudah dapat menarik pelajaran, bahwa bangsa yang gemar 
perang/gontok-gontokan sendiri bakalan menjadi santapan empuk luar negeri. 
Anehnya, bangsa Indonesia sampai tahun 2007 ini pun masih tetap saja hobby 
gontok-gontokan sendiri, kalau ngga soal agama, ya soal suku bangsa atau soal 
parpol atau soal lainnya. Lha perayaan agama Hindu Ogoh-Ogoh di Bali mesti 
dikawal 7400 polisi, dan Kebaktian Natal di Jakarta setiap tahun harus dikawal 
belasan ribu polisi plus barisan pemuda plus metal detector, apa ngga gawat 
'tuh? ......... :-(.

Kirim email ke