http://www.gatra.com/versi_cetak.php?id=105329


Salafi
Risalah Membawa Masalah


Sedikitnya 70 jamaah dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Lajnah Perwakilan 
Daerah (LPD) Surakarta mendatangi Masjid Ibnu Taimiyyah. Kedatangan mereka ke 
masjid yang berada di kompleks Pondok Pesantren Daarus Salafi, kawasan Cemani, 
Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu guna memprotes pengajian yang 
diselenggarakan pada pagi harinya. Pihak pengurus masjid dituding telah 
mendiskreditkan majalah Risalah Mujahidin, yang diterbitkan oleh MMI.

Sebelum pengajian digelar, sejumlah selebaran beredar di tengah-tengah 
masyarakat. Isinya, menurut juru bicara MMI LPD Surakarta, Adi Basuki, membuat 
panas-dingin komunitas MMI. Di antaranya, "Membongkar Kedustaan Risalah 
Mujahidin". Adi dan jamaah MMI meminta diadakan debat terbuka saja, bukan 
menghakimi secara sepihak. "Tapi mereka tak mengindahkan permintaan kami," 
tutur Adi.

Karena merasa tak mendapat tanggapan, Adi dan teman-temannya melaporkan kasus 
pencemaran nama baik itu ke polisi. Kemarahan jamaah MMI juga dipicu oleh 
pembicara dalam pengajian Senin pagi itu, Abu Karimah Asykary. Selain 
menyinggung Risalah Mujahidin, Abu Karimah juga menghujat Amir MMI, Ustad Abu 
Bakar Ba'asyir.

Ihwal kelompok salafi menghujat, karena di edisi 7 yang terbit bulan April itu, 
di halaman 42, Risalah Mujahidin menurunkan judul berita "Mengenal Agen Mossad 
dalam Gerakan Islam". Isinya memuat wawancara dengan seorang agen Israel yang 
ditangkap Pemerintah Palestina. Dalam pengakuannya, sang agen mengatakan bahwa 
orang-orang salafi telah dapat mereka peralat. Antara lain dengan menerbitkan 
buku-buku yang menimbulkan fitnah dan perpecahan di kalangan umat Islam. Isi 
wawancara itu mengutip dari hidayatullah.com.

"Bagi kami, tuduhan itu bukan permasalahan yang simpel," kata Ayip Syaifuddin, 
pengajar Pesantren Daarus Salafi. Bagi Ayip, secara keseluruhan, isi Risalah 
Mujahidin itu mengandung pemikiran-pemikiran berbahaya. "Membuat pemikiran umat 
terkacaukan, terutama dalam menyikapi hubungan dengan pemerintah dan sesama 
muslim," ujar Ayip.

Tidak ditanggapinya permintaan untuk debat terbuka, menurut Ayip, karena tidak 
ada manfaatnya. "Kalau berdebat, standardisasi pemikiran mereka berbeda dengan 
pemikiran kami, tidak akan medapatkan titik temu, kecuali mereka mendapatkan 
hidayah," katanya.

Tapi Irfan S. Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziah MMI --yang juga Pemimpin Umum 
Risalah Mujahidin-- punya penilaian lain tentang penolakan atas debat terbuka 
tersebut. "Itu berarti kelompok tersebut tidak ingin penyelesaian perkara 
secara damai," kata Irfan. Dalam pandangan Irfan, semua umat Islam itu juga 
seorang salafi. "Jadi, kalau menganggap pihak lain bukan salafi, itu sebuah 
kejahatan. Berarti dia mengafirkan pihak lain yang tidak sependapat," ia 
menjelaskan.

Majalah Risalah Mujahidin, menurut Irfan, diterbitkan sebagai bagian dari 
sarana untuk sosialisasi syariah Islam di kalangan MMI. "Juga untuk pencerahan 
pemikiran umat Islam dalam menumbuhkan semangat bersyariah," ujar Irfan. Isinya 
pun beragam, dari berita politik yang juga bersinggungan dengan Islam sampai 
soal bagaimana mengatur kehidupan negara ataupun keluarga. "Kami juga membedah 
gerakan organisasi Islam yang sesuai syariah Islam maupun yang sebaliknya," ia 
menguraikan.

Perseteruan antara pihak salafi eks Laskar Jihad dan MMI bukan kali pertama 
terjadi. Sebelumnya, terbit buku bertitel Mereka Adalah Teroris yang ditulis 
Al-Ustad Luqman bin Muhammad Ba'abduh, mantan Wakil Panglima Laskar Jihad. Buku 
yang terbit tahun 2005 itu ditujukan untuk menanggapi buku Imam Samudra 
berjudul Aku Melawan Terorisme. Rupanya, tidak hanya Imam yang diserang, 
sejumlah tokoh Islam, baik dari dalam maupun luar negeri, ikut-ikutan jadi 
sasaran.

Ustad Abu Bakar Ba'asyir, misalnya, dituding sebagai sindikat teroris. 
Sedangkan mantan Panglima Laskar Jihad, Ustad Ja'far Umar Thalib, disebut 
sebagai sosok yang bergaul dengan ahli bid'ah karena ikut mengisi acara zikir 
Ustad Muhammad Arifin Ilham. Karena amirnya dicemarkan, pihak MMI pernah 
mengajak debat Luqman. "Tapi yang bersangkutan tak pernah nongol," tutur Fauzan 
al-Anshari, Ketua Departemen Data dan Informasi MMI.

Sebagai tanggapan, keluarlah buku Siapa Teroris? Siapa Khawarij?, yang ditulis 
Abduh Zulfidar Akaha, tahun 2006. Buku ini secara akademis cukup dipujikan 
karena mampu membantah setiap argumentasi yang dijadikan landasan oleh Luqman. 
Abduh Zulfidar menulis dengan bahasa yang cukup santun dan ditopang dengan 
rujukan kitab yang cukup memadai. Sebuah modal awal yang baik untuk dilakukan 
dialog antara komunitas eks Laskar Jihad dan MMI.

Herry Mohammad, dan Mukhlison S. Widodo (Solo)
[Agama, Gatra Nomor 30 Beredar Kamis, 7 Juni 2007]

Kirim email ke