**
* *
*"STOP KEKERASAN TERHADAP TKW/TKI *
*DAN TEGAKKAN HARGA DIRI BANGSA"*
Jum'at, 24  Agustus  2007

Berdasarkan laporan dari barbagai sumber, baik dari mediamassa maupun
kalangan LSM, kami mendapatkan data bahwa kasus kekerasan yang menimpa TKW
Indonesia di berbagai Negara tujuan mencapai angka yang sangat
mengkhawatirkan.  Karena itu perlu perhatian serius dari pemerintah untuk
menangani masalah ini agar tidak terus bertambah.   Kami mengetahui bahwa
pemerintah telah berupaya melakukan respon cepat dalam penanganan
kasus-kasus yang menonjol yang telah diangkat oleh media massa, namun hal
itu tidak cukup.

Data Perlakuan Kekerasan yang berujung kematian atas TKW/TKI Indonesia di
Luar negeri yang kami terima menunjukkan angka-angka yang sangat mengejutkan
dan harus menjadi perhatian serius untuk segera membangun system
perlindungan TKW/TKI di luar negeri yang komprehensif.  Dalam semester
pertama tahun 2007 ini saja terjadi 45 kasus kekerasan (fisik) yang
dilaporkan. Arab Saudi dan Malaysia menunjukkan angka jumlah kasus kekerasan
yang sangat mencolok.  Di Arab Saudi telah dilaporkan 21 kasus, sedangkan di
Malaysia telah dilaporkan 14 kasus.  Angka ini jauh di atas Negara-negara
tujuan lain (AS, Bahrain, Taiwan, Kuwait, Hong Kong dan Singapura) yang
rata-rata hanya di bawah 3 kasus.  Sedangkan angka kematian dalam setahun
terakhir mencapai 102 kasus yang dilaporkan, dengan rician sebagai berikut:
Malaysia (36 kasus), Arab Saudi (18), Singapore (12), Yordania (7), Hongkong
((5), Taiwan (9), Kuwait (3), Jepang (1), tak diketahui negara tujuannya
(4).

Menanggapi laporan di atas, kami Kaukus Parlemen untuk HAM menyatakan
hal-hal sebagai berikut:

1.     Bahwa tingginya angka kasus kekerasan TKI di Arab Saudi dalam menurut
Kaukus Parlemen untuk HAM adalah suatu masalah yang serius.  Di luar laporan
data kekerasan dan kematian TKI, sesungguhnya kami juga banyak mendapat
laporan lisan di setiap kesempatan bertemu masyarakat tentang keluarga TKI
yang kehilangan kontak dengan keluarga mereka yang bekerja di Arab Saudi
dalam waktu yang sudah lebih dari setahun sejak keberangkatan. Hal ini tentu
menjadikan anggota keluarga TKI cemas akan keselamatan anggota keluarganya
yang bekerja di Arab Saudi tersebut. Kami memandang ini adalah suatu bentuk
kekerasan terhadap TKI dan hal ini menduga ini salah satu penyebab rentannya
TKI kita terhadap kekerasan bentuk lain.  Oleh karena itu kami menuntut
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan surat protes kepada
pemerintah Arab Saudi dan meminta penjelasan atas masalah ini serta menuntut
keadilan bagi korban dengan hukuman seberat-beratnya bagi masing-masing
pelaku penganiayaan terhadap TKI. Selain itu pemerintah Indonesia, perlu
secepat mungkin melakukan upaya-upaya pemulangan korban yang meninggal
kepada keluarganya dan memenuhi hak-hak ahli waris korban.

2.     Bahwa meskipun di negara-negara tujuan lain jumlah kasus kekerasan
dan kematian TKI tidak setinggi di Arab Saudi dan Malaysia, Kaukus Parlemen
untuk Hak Azasi Manusia memandang bahwa setiap kasus kematian TKI –walaupun
1 kasus saja- adalah masalah yang serius, karenanya harus ditangani dengan
segera oleh pemerintah Indonesia dan dijadikan sebagai pijakan untuk
membangun sistim perlindungan yang lebih baik bagi warganegara Indonesia
yang bekerja di Luar negeri.

3.     Bahwa pemerintah perlu juga mengevaluasi kinerja BNP2TKI yang diberi
mandat menangani masalah-masalah yang terkait dengan nasib para TKI dan
memastikan bahwa institusi negara ini tidak hanya menangani kasus-kasus yang
disorot media, namun secara intensif membangun sistem perlindungan bagi TKI
dengan berdasarkan kasus-kasus yang ditemui.

4.     Bahwa terbatasnya jumlah persediaan lapangan pekerjaan di Indonesia
telah membuat tenaga pengangguran kian meningkat. Sehingga peluang bekerja
di luar negeri menjadi pilihan solusi. Dengan demikian, maka menjadi
kewajiban pemerintah Indonesia untuk melindungi hak rakyatnya untuk bekerja
dimanapun mereka mendapatkan pekerjaan.

5.     Bahwa kami mengetahui para pencari kerja ini pada umumnya berasal
dari keluarga yang kurang mampu untuk memberikan pendidikan bagi anaknya dan
tidak lagi memiliki cukup lahan untuk diolah sebagai sumber penghidupan,
sehingga sesungguhnya mereka tidak memiliki bekal yang cukup untuk bekerja
di LN.   Oleh karena itu menjadi tanggungjawab negara untuk membuat mereka
yang akan bekerja ke luar negeri memiliki keterampilan, informasi tentang
budaya negara tujuan dan perwakilan-perwakilan RI di negara tujuan yang
harus dihubungi jika terjadi sesuatu pada diri mereka serta memiliki
perlindungan yang cukup selama menjalani proses rekruitmen, selama bekerja
dan dalam proses pemulangan.

6.     Sebagai solusi mendasar atas masalah rendahnya kesiapan calon TKI
kami memandang penting dialokasikannya anggaran pendidikan nasional 20% dari
APBN dan tidak sekedar dicapai melalui cara penghitung yang baru, namun
sungguh-sungguh dengan menjamin tercukupinya jumlah anggaran bagi
penyelenggaraan pendidikan yang menjadi hak bagi setiap warganegara.

7.     Bahwa meningkatnya perlakuan kekerasan terhadap TKW/TKI Indonesia di
luar negeri adalah akibat dari lemahnya sistem perlindungan terhadap para
calon TKW/TKI sejak sebelum berangkat, ketika sudah berada di negara tujuan
bahkan saat pemulangan. Ini merupakan ide dasar dibentuknya UU 39/2004 yang
memerintahkan pembentukan BPNP2TKI yang profesional dan amanah dalam
melaksanakan UU tersebut.

8.     Bahwa Pemerintah Daerah lebih proaktif untuk memfasilitasi warganya
dalam mendapatkan informasi lowongan pekerjaan sehingga para pencari kerja
tidak harus terjebak dalam lingkaran calo yang hanya mengambil keuntungan
dari rekruitmen yang rentan kekerasan.  Selain itu pemerintah daerah wajib
memastikan bahwa hanya orang-orang yang cukup umur yang berangkat bekerja ke
luar negeri sebab membiarkan anak-anak bekerja bertentangan dengan UU No.
23/2002 tentang Perlindungan Hak Anak.  Harus ada hukuman yang keras kepada
pejabat setempat yang terlibat memberikan dokumen yang tidak benar yang
memungkinkan PJTKI memberangkatkan anak-anak kurang dari 18 tahun bekerja ke
luar negeri.

9.     Bahwa Departemen Tenaga Kerja harus lebih serius dalam memonitor dan
mengevaluasi kinerja PJTKI, memastikan bahwa PJTKI:
-  Memberikan pelatihan ketrampilan, informasi tentang budaya negara tujuan
dan perwakilan-perwakilan RI di negara tujuan yang harus dihubungi jika
terjadi sesuatu pada diri mereka dengan melibatkan LSM setempat.
-  Memberikan informasi kepada keluarga tentang keberadaan TKI di negara
tujuan dan memonitor jika terjadi perpindahan majikan.
-  Memberikan informasi kepada perwakilan RI di negara tujuan identitas TKI
yang datang dan berkoordinasi dengan perwakilan RI di negara tujuan dalam
memonitor keberadaan TKI.
-  Bersama departemen Luar Negeri membangun sistem pelaporan hot line 24 jam
bagi para TKI di perwakilan-perwakilan RI di negara tujuan TKI.

10. Bahwa Menteri Tenaga Kerja harus memastikan agar dalam tiap-tiap
perjanjian bilateral dengan negara-negara tujuan, tercantum pasal-pasal yang
memungkinkan pemerintah Indonesia lebih jauh memberikan perlindungan kepada
TKI di negara tujuan. Salah satu bentuk perlindungan yang sangat
penting/mendasar adalah memastikan para TKI dapat berkomunikasi secara
reguler dengan keluarganya di Indonesia dan Perwakilan RI di negara tujuan.

11. Bahwa keterbatasan jumlah staff KBRI seringkali dijadikan alasan tidak
adanya cukup perlindungan bagi TKI di luar negeri ketika mereka mendapat
masalah.  Kaukus Parlemen untuk Hak Azasi Manusia memandang perlu segera
dibentuk atase-atase ketenagakerjaan di negara-negara tujuan TKI.

Annisah Mahfudz (FKB), Anna Muawanah (FKB), Badriyah Fayumi (FKB), Ida
Fauziah (FKB), Maria Ulfah  Anshor (FKB), Nursyahbani Katjasungkana (FKB),
Syaidah Syakwan (FKB), Eva K Sundari (FPDIP), Ribka Tjiptaning (FPDIP),
Tumbu Saraswati (FPDIP), Chairunnisa (FPG), Aisyah Hamid Baidlowi (FPG),
Mariani Akib B (FPG), Marliah Amin (FPG), Nari Hardiyanti (FPG), Watti Amir
(FPG), Sri Harini (FPG), Tyas Iskandar (FPG), Sudarmani Wiryatmo (FPG),
Tisnawati Karna (FPG), Maryamah N B (FPG), Hayani Isman Sutoyo (FPG), Asiah
Salekan (FPG), Latifah Iskandar (PAN), Kasmawati Tahir (FPBR)

Kirim email ke