Pengaruh Tauhid Dalam Kehidupan Pribadi Dan Masyarakat

Sesungguhnya Allah menciptakan segenap alam agar mereka ber`ibadah
kepadaNya, mengutus para rasul `Alaihimussalaam untuk menyeru semua manusia
agar mentauhidkanNya, al Quraanul Karim banyak dibanyak surat menekankan
tentang arti pentingnya tauhid menjelaskan bahaya syirik atas pribadi dan
masyarakat, al Quraan dan as Sunnah menerangkan kepada kita pengaruh yang
baik sekali atas tauhid tersebut, dimana tauhid itu jika diamalkan oleh
seseorang baik pribadi maupun masyarakat didalam kehidupan serta diwujudkan
secara hakiki (murni), niscaya akan menghasilkan buah yang sangat manis
diantaranya adalah: “Membentuk kepribadian yang kokoh, ia membuat hidup dan
pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa, tujuan hidupnya jelas,
tidak ber`ibadah kecuali hanya satu (ilaah) [1] saja. Kepada-Nya ia
menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian orang, ia berdo’a
dalam keadaan sempit maupun lapang”.


Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi untuk Ilaah selain
Allah dan ma`buudaat (yang di`ibadati selain Allah `Azza wa Jalla) yang
banyak suatu saat ia menghadap kepada orang hidup, pada saat lain ia
menghadap kepada orang yang mati. Artinya terkadang ia meminta kepada yang
hidup sebagai perantara (wasilah) antara ia dengan Allah Jalla wa `Alaa
untuk menyampaikan hajat hajat mereka, seperti tuan guru, kyai, jin,
syaithon dan lain sebagainya. Adapun pada yang mati, seperti berziarah
kekuburan para wali yang dikeramatkan, sunan sunan, tempat tempat keramat,
dan sejenisnya. Ini adalah ciri hati orang yang sudah terpecah pecah akibat
kesyirikan demikian pula orang-orang yang aqidahnya tidak lurus, tauhidnya
tersesat lagi tidak tepat kepada Allah Subhaana wa Ta`aalaa, kehidupannya
bahkan demikian dan disangsikan, dari sinilah perkataan Nabi Yusuf `Alaihi
wa Sallaam kepada orang yang didalam penjara tersebut, dimana Allah
Tabaaraka wa Ta`aalaa telah mengabadikan di dalam al Quraan, Allah
berfirman:



“ Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik Ilaah-ilaah yang
bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ?” (Yusuf
: 39)



Beribadah kepada ilaah yang bermacam-macam merupakan karateristik Yahudi
dan Nashara, sebagaimana Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa berfirman:



Artinya : “Mereka telah menjadikan orang orang alim mereka dan rahib rahib
mereka sebagai ilah selain Allah, dan (juga mereka meng ilahkan) al Masih
putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh beribadah hanya kepada Allah
saja, tidak ada Ilaah yang berhak untuk di`ibadati selain Dia, Maha Suci
Allah dari apa yang mereka persekutukan”) (surat at-Taubah :31)



Ketika Rasulullahi Shollallahu `Alaihi wa Sallam membaca ayat ini datanglah
`Adiy bin Haatim kepada beliau, saat itu di dadanya masih ada salib,
berkata `Adiy bin Haatim : “sesungguhnya kami tidak pernah meng`ibadati
mereka”, Rasulullah menanggapi; “Bukankah mereka itu megharamkan apa yang
telah dihalalkan oleh Allah Subhaana wa Ta`aalaa lalu kalianpun ikut
mengharamkannya?!, dan bukankah mereka itu menghalalkan apa yang telah
diharamkan oleh Allah `Azza wa Jalla lalu kalianpun ikut menghalalkannya
juga?!” `Adiy menjawab : “Benar”! maka beliau bersabda : “Itulah `ibadah
mereka kepada orang orang yang `alim dan rahib mereka!” Hadist ini
diriwayatkan oleh : At-Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh beliau [2].
Demikian pula orang orang nashara telah menjadikan Isa bin Maryam sebagai
Ilah (di`ibadati oleh mereka selain Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa),
dikalangan mereka berpecah belah didalam memahami tentang `Isa bin Maryam,
sebahagian mereka mengatakan, `Isa adalah Ilah, sebahagian lain mengatakan,
anak Allah, serta trinitas ini merupakan perpecahan yang terjadi didalam
tubuh nashara tersebut.



Sedangkan orang mukmin dia hanya beribadah kepada Allah saja, ia mengetahui
apa yang diridhoi oleh Allah dan yang dimurka -Nya, sehingga ia hanya akan
melakukan apa yang membuatNya ridho dan hatinya tentram. Sementara
orang-orang musyrikin (orang-orang musyrik) meng`ibadahi ilah ilah yang
sangat banyak, `ibadah mereka ditujukan kadang kadang kepada jin, syaithon,
kuburan kuburan para wali atau orang sholeh, kyai, dukun dukun dan lain
sebagainya. Demikianlah tujuan mereka dalam ber`ibadah, maka akibat dari
yang demikian tauhid mereka tidak benar. Terkadang ma`buud selain Allah
Jalla wa `Alaa tersebut menginginkannya kekanan, sedangkan lainnya kekiri,
seseorang itu akan menjadi terombang ambing diantara peribadatan selain
Allah Ta`aalaa itu, dia tidak memiliki prinsip dan ketetapan sedikitpun.
Dan keadaan ini sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Allah didalam surat
Toha ayat: 124-126. Allah berfirman :



Artinya “Dan barang siapa yang berpaling dari peringatanKu, maka
sesungguhnya baginya kehidupan yang sangat sempit, dan Kami akan
membangkitkannya pada hari kiamat nanti dalam keadaan buta.” Berkata dia :
“Ya Rabku, kenapa Engkau menghimpunkan saya dalam keadaan buta, padahal aku
dahulunya di dunia adalah seorang yang melihat?” Allah berkata :
“Demikianlah, telah datang kepadamu ayat ayat Kami, maka kamu melupakannya,
dan begitu juga pada hari ini kamu dilupakan.” (Surat Toohaa : 124-126).



Maka dari itu, sebahagian besar kaum muslimin yang tidak memiliki prinsip
dan ketetapan tauhid mereka berbondong-bondong berziarah kekuburan kuburan
para wali yang dikeramatkan, meminta (berdo`a) kepada mereka supaya hajat
mereka dikabulkan oleh Allah Ta`aalaa. Mereka menjadikan para wali tersebut
sebagai wasilah (perantara) antara mereka dengan Allah Tabaaraka wa
Ta`aalaa. Ini merupakan salah satu bentuk kesyirikan yang telah dilakukan
oleh kafir Quraisy dahulu. Misalnya kuburan di Hadhramaut (Yaman) yang
paling banyak dikunjungi oleh masyarakat Indonesia, pada umumnya banyak
kalangan menduga itu adalah kuburan Nabi Hud, akan tetapi sanadnya zhulumat
(penuh dengan kegelapan) [3], dari Indonesia ribuan yang berangkat kesana
untuk mengambil berkah, menyampaikan hajat-hajat mereka kepadanya, inaa
lillah wa ina ilaihi roji’uun ini adalah kesyirikan yang sangat besar!
Pelakunya akan kekal di neraka kalau dia tidak bertaubat sebelum meninggal.



Tauhid sumber keamanan manusia, sebab tauhid memenuhi hati para ahlinya
dengan keamanan dan ketenangan, tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah
Subhaana wa Ta`aalaa saja, semua rasa takut yang diarahkan kepada selain
Allah Ta`aalaa dikategorikan kesyirikan, kecuali takut fitrah
(tabiat/insting)nya manusia, seperti takut kepada api, tenggelam, gelap,
binatang buas, akan tetapi kalau takut tabiat/insting itu membawa kepada
meninggalkan wajib (perintahNya) serta terjerumus kepada yang haram maka
hukumnya juga haram.[4].



Tauhid menutup rapat celah celah kekhawatiran terhadap rizki, jiwa dan
keluarga, sehingga seorang yang bertauhid tadi jalurnya lurus, tidak ada
rasa takut, sebab keta`atan tidak bisa mengurangi rezeki seseorang. Al Imam
as Sa’ady telah menjelaskan bahwa keta`atan itu tidak menahan reziki atau
mengurangi reziki seseorang, jadi belajar ilmu al Quraan dan as Sunnah,
dakwah kepada jalan Allah, tidak akan menyebabkan berkurang rezikinya,
bahkan Allah SWT, akan menundukkan hati orang lain untuk membantu
kehidupannya begitu janji Allah dan RasulNya kepada umat, yang mempelajari
Kalamullahi, al Quraan dan as Sunnah.



Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu `anhuma :

 Artinya : “Allah Tabaaraka wa Ta`aala akan menjamin bagi siapapun yang
membaca al Quraan dan mengamalkannya, dia tidak akan sesat di dunia dan
tidak akan celaka di akhirat.” Kemudian beliau membaca perkataan Allah
`Azza wa Jalla:

 Artinya : “Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barangsiapa
yang mengikuti petunjukKu, niscaya dia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka.” (Thoohaa:123). Lihat kitab : “Syarhul `Aqiidatut Thohaawiyyah”,
hal. 67.



Dan ini semakna dengan apa yang telah disebutkan dalam satu hadist dari
jalan `Utsman bin Affan :



Artinya : Berkata Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam : “Sebaik baik
kalian adalah yang mempelajari al Quraan dan mengajarkannya.” Diriwayatkan
oleh al Imam al Bukhaariy (5027).



Syaikh Salim Al-Hilali dalam kitab “Bahjatun Nazhiriin” (1/163 no. hadist
84), mengatakan dari fiqh hadist ini adalah : “Barangsiapa yang
menghabiskan `umurnya untuk menuntut `ilmu dan mendalami hukum hukum Din,
guna memelihara syari`at Allah, maka Allah Jalla wa `Alaa akan menundukkan
hati hati orang lain untuk membantu kehidupannya guna mencukupi hajatnya.”
Akan tetapi jika bukan Ahlut Tauhid kehidupannya dipenuhi dengan rasa
takut, gelisah, oleh karena itu Ahlut Tauhid terbentengi dirinya dari rasa
takut kepada jin, manusia, kematian dan selainnya dari rasa takut yang
tertanam didalam peribadinya dan jiwa manusia tersebut, seorang mukmin yang
meng Esakan Allah Ta`aalaa hanya takut kepada Allah saja karena ahlut
Tauhid ia merasa aman, tentram dan tidak tertimpa kegelisahan yang ketika
itu manusia takut.

 Dimana hal itu telah dijelaskan oleh Allah dalam al Quraan :

 Artinya : “ Orang-orang beriman itu tidak mencampur adukkan iman mereka
dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang orang yang mendapat
petunjuk.” (Al-Ana’am : 82)



Keamanan ini terpancar dari jiwa raganya, bukan karena sebab penjaga
penjaga keamanan polisi atau pihak keamanan lain, dan keamanan dimaksud
keamanan dunia, adapun keamanan akhirat maka lebih besar dan lebih abadi
mereka rasakan. Yang demikian itu mereka peroleh, sebab mereka mengEsakan
Allah Ta`aalaa, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah`Azza wa Jalla, dan
tidak mencampurkan adukkan tauhid (`ibadah) mereka dengan kesyirikan,
karena mereka tahu syirik adalah kezhaliman yang besar.



Tauhid sumber kekuatan jiwa, karena tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada
pemiliknya, sebab jiwanya penuh harap kepada Allah saja, percaya dan
tawakal kepada Nya, ridho atas (ketentuan) Nya, sabar atas musibahnya serta
sama sekali tidak mengarap sesuatu kepada makhluk, ia hanya menghadap dan
meminta kepadaNya, jiwanya kokoh seperti gunung, bila datang musibah ia
segera mengharap kepada Allah Jalla wa `Alaa agar dibebaskan darinya, dia
tidak meminta kepada orang orang mati, syiar dan semboyan adalah sabda
Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam:

 Artinya : “Apabila kamu meminta mintalah kepada Allah, dan apabila kamu
minta tolong minta tolonglah kepadaNya.” Dirawayatkan oleh at Tirmidziy
(2516). Dan firman Allah :

 Artinya : “Jika Allah menimpakan satu kemudharatan kepadamu, maka tidak
ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan
kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al An’aam :
17)



Tauhid dasar persaudaraan dan persamaan, ahlut Tauhiid tidak dibolehkan
menjadikan ilaah ilaah (ma`buud) selain Allah diantara sesama mereka, sifat
Ilaahiyah (peng`ubudiahan) hanya milik Allah `Azza wa Jalla satu satunya
dan semua manusia diwajibkan ber`ibadah kepada Nya saja. Segenap manusia
adalah hamba Allah Jalla wa `Alaa, dan yang paling mulia diantara mereka
adalah Nabi kita Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.

* *

*TAFSIR KEUTAMAAN BAGI AHLUL-TAUHID*



Allah berfirman :

 “ Orang-orang beriman itu tidak mencampur adukan iman mereka dengan
kezhaliman (Syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka mereka
itu yang mendapat petunjuk” (An-Ana’am : 82).



Makna ayat : ahlut Tauhid mendapatkan keamanan dari segala rasa takut,
`azab dari Allah, serta kebinasaan. Petunjuk kepada jalan yang lurus, maka
apabila orang orang beriman itu tidak mencampur adukan iman mereka dengan
kezholiman (kesyirikan) secara mutlak, tidak dan tidak pula dengan
kemaksiatan, maka mereka memperoleh keamanan dan hidayah yang sempurna dari
Allah Jalla wa `Alaa, dan jika mereka tidak mencampurkan keimanan mereka
dengan kesyirikan, namun mereka masih melakukan kemaksiatan, maka mereka
tidak memperoleh keamanan dan hidayah yang sempurna.



Dipahami dari ayat yang mulia ini; bahwa mereka yang tidak mentauhidkan
(mengikhlashkan per`ibadatan) kepada Allah Subhaana wa Ta`aalaa, tidak akan
pernah sama sekali mendapatkan keamanan dan hidayah, bahkan kesesatan serta
kebinasaan yang mereka peroleh. (diterjemahkan dari kitab tafsir As-Sa’ady
hlm. 263).

 Catatan kaki:
[1] “Al Ilaah” artinya adalah Dzat yang di`ibadahi dan dijadikan tumpuan
hati untuk mendapat manfaat dan menolak bahaya. Lihat Kalimatul Ikhlas
milik Ibnu Rajab Rahimullah hlm. 54 – 66
[2] H.R Tirmidzi dan dinyatakan oleh Al-Albani dalam ghayatul mahram hlm.
20 sebagai hadist yang hasan.
[3] Dugaan itu adalah bohong besar.
[4] Lihat Usulus – Tsalatsah Syarah Al – Imam Ibnu Utsaimin.



www.thullabul-ilmiy.or.id/blog/?p=119



Sumber: www.darussalaf.or.id

-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs  http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan 
lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com

Kirim email ke