FIQH WANITA :
Tujuan - Tujuan Utama Pernikahan
(Kutipan dari Pesantren)

Bismillah, Walhamdulillah Wassholatu Wassalamu
`Ala Rasulillah, Wa'ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah
amma ba'du...

Apakah Allah menginginkan dengan adanya perbedaan-perbedaan organ tubuh antara pria dan wanita agar kedua pasangan merasakan kenikmatan seksual, atau justru Dia menginginkanan sesuatu yang lebih jauh dari hal itu? Dan apa yang dimaksud dengan firman-Nya SWT, "Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu. " (QS. a1-Baqarah: 187)?

Sesungguhnya hukum berpasang-pasangan dalam kehidupan manusia, dan yang karenanya menjadikan pria menikmati hal-hal spesifik tertentu, dan wanita juga menikmati hal-hal spesifik tertentu, diadakan dalam rangka kelanjutan spesies (keturunan) manusia sampai suatu masa yang dikehendaki oleh Allah, dan itu merupakan dasar perbedaan wanita dan pria secara struktural. Secara alami, gerakan laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tujuan ini tidak terjadi kecuali melalui pemenuhan naluri seksual, yang mereka terdorong kepadanya secara fitri dalam rangka merealisasikan tujuan besar itu. Maka, kenikmatan seksual yang terwujud bagi mereka melalui adanya hubungan yang dibangun oleh keragaman seks mereka dianggap sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan besar ini.

Hubungan seksua1 merupakan kebutuhan manusia yang ketika ia dipenuhi, maka akan mendatangkan kestabilan fisik dan jiwa bagi yang bersangkutan.

Sesungguhnya seks dalam kehidupan rumah tangga bukan hal sekunder, melainkan hal utama yang manusia berusaha untuk memenuhinya melalui pernikahan, sebagaimana manusia berusaha dalam hidupnya untuk memenuhi kebutuhannya kepada makanan dan minuman. Manusia dapat memberi-pada saat memenuhi kebutuhan fisik ini-dimensi-dimensi spiritual, karena ia tidak terpisah sepenuhnya dari kebutuhan rohani. Manusia cenderung untuk memakan makanan di tempat-tempat yang indah dan mesra, dan itu menunjukkan adanya dimensi spiritual yang dapat mengubah (mewarnai) dimensi fisik. Sebagaimana manusia juga cenderung untuk memuaskan kebutuhan seksualnya dalam suasana-suasana mesra, yang memberi pemuasan naluri seksual tersebut dimensi-dimensi emosional dan spiritual yang tidak hanya berupa hubungan seks yang hanya terpaku kepada dimensi materi semata.

Ada suatu persoalan yang harus diperhatikan, yaitu adanya pandangan-pandangan keliru di sebagian pemikiran keagamaan dan sebagian umat Islam yang menyatakan bahwa seks merupakan hal yang aib dan menjijikkan, atau pandangan kepada wanita atau pria sebagai obyek seks merupakan bentuk pelecehan terhadap pribadi.

Sesungguhnya Islam-sebagaimana yang kami pahami-menganggap seks merupakan kebutuhan alami bagi wanita dan pria, dan menganggap bahwa kebutuhan pria kepada wanita dan kebutuhan wanita kepada pria tersembunyi (terletak) di dalam seks. Islam tidak menilai-ketika masing-masing mereka memenuhi kebutuhan tersebut-bahwa itu sebagai bentuk pelecehan terhadap pribadi yang bersangkutan, baik laki-laki maupun perempuan, karena kebutuhan seksual kepada lawan jenis sama seperti kebutuhan lain, seperti kebutuhan kepada makanan dan minuman dan sebagainya. Dan seks menurut Islam merupakan kebutuhan alami yang terjadi secara alami sebagaimana proses yang terjadi pada kebutuhan-kebutuhan lain. Atas dasar ini, maka pemikiran yang berusaha memunculkan masalah hubungan seksual antara wanita dan pria dan sebaliknya sebagai tindakan yang melanggar kehormatan wanita dalam Islam adalah pemikiran yang 100 % salah.

Adapun firman-Nya SWT, "Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, " yang dimaksud dalam "apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, "-sesuai dengan lahiriah ayat tersebut-adalah anak.

Kalau begitu, apa tujuan Allah membangun (menciptakan) dunia?

Hikmah Allah menuntut untuk menciptakan dunia persis sebagaimana langit dan bumi tercipta. Ada suatu masalah yang harus dipahami, yaitu bahwa kita tidak memiliki informasi yang cukup tentang apa yang dinamakan dengan tujuan atau sasaran Ilahi ( al-ghayah al-ilahiyyah) dalam menciptakan dunia, karena kita tidak mengetahui cakrawala Allah, dan Dia (Allah) tidak membicarakan tujuan-Nya dalam menciptakan makhluk, namun Dia berbicara tentang apa yang ingin diwujudkan-Nya dalam pen- ciptaan makhluk itu. Ketika kita membaca firman-Nya swt, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, " (QS. adz-Dzariat: 56) maka kita tidak mengetahui tujuan-Nya dalam menciptakan makhluk, karena Dia tidak menjelaskan dalam ayat ini bahwa Dia menciptakan keduanya (jin dan manusia-pent.) untuk menyembah-Nya disebabkan oleh kebutuhannya akan hal itu. Allah swt tidak membutuhkan sedikit pun kepada seseorang, tetapi Dia menjelaskan di dalamnya bahwa Dia menciptakan makhluk (manusia) agar mereka menyembah-Nya. Ibadah di sini bukanlah penyebab adanya tujuan ( 'illah ghaiyyah), tetapi ia merupakan konsekuensi dari penciptaan.

Adapun mengapa Allah menciptakan manusia dan dunia, dan mengapa Dia menginginkan kekekalan keduanya, maka kita mengetahui bahwa Allah SWT tidak melakukan suatu perbuatan kecuali mengandung hikmah, dan dalam Al-Qur'an al-Karim di- sebutkan, "Dia tidak ditanya atas apa [saja] yang dilakukan-Nya, sedangkan mereka ditanya. " (QS. al-Anbiya': 23) Kita merupakan makhluk yang terbatas yang tak dapat mengetahui Sang Pencipta Yang Mutlak.



Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke