Apakah Allah menginginkan dengan adanya
perbedaan-perbedaan organ tubuh antara pria dan wanita agar kedua
pasangan merasakan kenikmatan seksual, atau justru Dia menginginkanan
sesuatu yang lebih jauh dari hal itu? Dan apa yang dimaksud dengan
firman-Nya SWT, "Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang
telah ditetapkan Allah untukmu. " (QS. a1-Baqarah: 187)?
Sesungguhnya hukum berpasang-pasangan dalam kehidupan
manusia, dan yang karenanya menjadikan pria menikmati hal-hal spesifik
tertentu, dan wanita juga menikmati hal-hal spesifik tertentu, diadakan
dalam rangka kelanjutan spesies (keturunan) manusia sampai suatu masa yang
dikehendaki oleh Allah, dan itu merupakan dasar perbedaan wanita dan pria
secara struktural. Secara alami, gerakan laki-laki dan perempuan untuk
mewujudkan tujuan ini tidak terjadi kecuali melalui pemenuhan naluri
seksual, yang mereka terdorong kepadanya secara fitri dalam rangka
merealisasikan tujuan besar itu. Maka, kenikmatan seksual yang terwujud
bagi mereka melalui adanya hubungan yang dibangun oleh keragaman seks
mereka dianggap sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan besar ini.
Hubungan seksua1 merupakan kebutuhan manusia yang ketika
ia dipenuhi, maka akan mendatangkan kestabilan fisik dan jiwa bagi yang
bersangkutan.
Sesungguhnya seks dalam kehidupan rumah tangga bukan hal
sekunder, melainkan hal utama yang manusia berusaha untuk memenuhinya
melalui pernikahan, sebagaimana manusia berusaha dalam hidupnya untuk
memenuhi kebutuhannya kepada makanan dan minuman. Manusia dapat
memberi-pada saat memenuhi kebutuhan fisik ini-dimensi-dimensi spiritual,
karena ia tidak terpisah sepenuhnya dari kebutuhan rohani. Manusia
cenderung untuk memakan makanan di tempat-tempat yang indah dan mesra, dan
itu menunjukkan adanya dimensi spiritual yang dapat mengubah (mewarnai)
dimensi fisik. Sebagaimana manusia juga cenderung untuk memuaskan
kebutuhan seksualnya dalam suasana-suasana mesra, yang memberi pemuasan
naluri seksual tersebut dimensi-dimensi emosional dan spiritual yang tidak
hanya berupa hubungan seks yang hanya terpaku kepada dimensi materi
semata.
Ada suatu persoalan yang harus diperhatikan, yaitu adanya
pandangan-pandangan keliru di sebagian pemikiran keagamaan dan sebagian
umat Islam yang menyatakan bahwa seks merupakan hal yang aib dan
menjijikkan, atau pandangan kepada wanita atau pria sebagai obyek seks
merupakan bentuk pelecehan terhadap pribadi.
Sesungguhnya Islam-sebagaimana yang kami pahami-menganggap
seks merupakan kebutuhan alami bagi wanita dan pria, dan menganggap bahwa
kebutuhan pria kepada wanita dan kebutuhan wanita kepada pria tersembunyi
(terletak) di dalam seks. Islam tidak menilai-ketika masing-masing mereka
memenuhi kebutuhan tersebut-bahwa itu sebagai bentuk pelecehan terhadap
pribadi yang bersangkutan, baik laki-laki maupun perempuan, karena
kebutuhan seksual kepada lawan jenis sama seperti kebutuhan lain, seperti
kebutuhan kepada makanan dan minuman dan sebagainya. Dan seks menurut
Islam merupakan kebutuhan alami yang terjadi secara alami sebagaimana
proses yang terjadi pada kebutuhan-kebutuhan lain. Atas dasar ini, maka
pemikiran yang berusaha memunculkan masalah hubungan seksual antara wanita
dan pria dan sebaliknya sebagai tindakan yang melanggar kehormatan wanita
dalam Islam adalah pemikiran yang 100 % salah.
Adapun firman-Nya SWT, "Maka sekarang campurilah mereka
dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, " yang dimaksud
dalam "apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, "-sesuai dengan
lahiriah ayat tersebut-adalah anak.
Kalau begitu, apa tujuan Allah membangun
(menciptakan) dunia?
Hikmah Allah menuntut untuk menciptakan dunia persis
sebagaimana langit dan bumi tercipta. Ada suatu masalah yang harus
dipahami, yaitu bahwa kita tidak memiliki informasi yang cukup tentang apa
yang dinamakan dengan tujuan atau sasaran Ilahi ( al-ghayah
al-ilahiyyah) dalam menciptakan dunia, karena kita tidak mengetahui
cakrawala Allah, dan Dia (Allah) tidak membicarakan tujuan-Nya dalam
menciptakan makhluk, namun Dia berbicara tentang apa yang ingin
diwujudkan-Nya dalam pen- ciptaan makhluk itu. Ketika kita membaca
firman-Nya swt, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku, " (QS. adz-Dzariat: 56) maka kita tidak
mengetahui tujuan-Nya dalam menciptakan makhluk, karena Dia tidak
menjelaskan dalam ayat ini bahwa Dia menciptakan keduanya (jin dan
manusia-pent.) untuk menyembah-Nya disebabkan oleh kebutuhannya akan hal
itu. Allah swt tidak membutuhkan sedikit pun kepada seseorang, tetapi Dia
menjelaskan di dalamnya bahwa Dia menciptakan makhluk (manusia) agar
mereka menyembah-Nya. Ibadah di sini bukanlah penyebab adanya tujuan (
'illah ghaiyyah), tetapi ia merupakan konsekuensi dari penciptaan.
Adapun mengapa Allah menciptakan manusia dan dunia, dan
mengapa Dia menginginkan kekekalan keduanya, maka kita mengetahui bahwa
Allah SWT tidak melakukan suatu perbuatan kecuali mengandung hikmah, dan
dalam Al-Qur'an al-Karim di- sebutkan, "Dia tidak ditanya atas apa
[saja] yang dilakukan-Nya, sedangkan mereka ditanya. " (QS.
al-Anbiya': 23) Kita merupakan makhluk yang terbatas yang tak dapat
mengetahui Sang Pencipta Yang Mutlak.
|