Dear nakita-ers,
 
Semoga bermanfaat
 
Salam,
Uttiek

"IH...MALU, SUDAH BESAR KOK ENGGAK PAKAI CELANA DALAM!"

Sekalipun tidak ada dampak medisnya, memakai celana dalam penting untuk keamanan dan kenyamanan. Selain menghindari dampak sosial negatif yang akan mempengaruhi konsep diri anak.

B agi kalangan dewasa, memakai celana dalam boleh dibilang merupakan semacam kewajiban untuk menutupi dan melindungi alat kelamin. Pokoknya, memakai celana dalam membuat orang merasa nyaman.

Lalu bagaimana dengan anak usia sekolah dasar yang sudah mesti berpakaian lengkap? Tak sedikit yang justru merasa risih kala harus mengenakan celana dalam ke sekolah. "Kenapa sih harus pake celana dalam segala? Aku kan udah pake celana! Celana dobel-dobel gini bikin gerah!" Begitu argumen yang sering terlontar dari mulut anak.

FAKTOR PEMBIASAAN

Kejadian seperti itu tak dipungkiri oleh Fajriati Maesyaroh, Psi., "Memang banyak anak usia ini yang masih tak mau pakai celana dalam." Namun, lanjut psikolog yang berpraktik di biro psikologi Deswarita & Rekan, dilema seperti ini umumnya hanya pada anak laki-laki. Sementara pada anak perempuan, keharusan memakai celana dalam tampaknya tidak jadi masalah. Selama ini psikolog yang akrab disapa Fajri mengaku belum pernah mendengar keluhan para ibu tentang anak perempuannya tak mau pakai celana dalam. "Tapi kalau pada anak laki-laki, saya cukup sering. Bagaimana susah dan repotnya mereka membiasakan anak lelakinya pakai celana dalam," ujar psikolog yang juga praktik di Essa Consulting ini.

Menurutnya, perbedaan tersebut muncul hanya gara-gara hal sepele, yakni tidak adanya pembiasaan dari orang tua. "Anak perempuan kan umumnya diperlakukan lebih protektif dan 'teliti' ketimbang anak laki-laki. Contoh konkretnya adalah penampilan anak laki-laki yang amat berbeda dari anak perempuan. Keserasian, kelengkapan, prosedural busana pada anak perempuan sangat diperhatikan, sementara pada anak laki-laki tidak. Kalaupun baju anak laki-laki tidak sepadan, hal itu dianggap lumrah, sedangkan hal sama tidak berlaku pada anak perempuan. Selain itu, sejak kecil anak perempuan sudah dibiasakan pakai celana dalam sebelum mengenakan rok ataupun celana panjang."

Nah, faktor pembiasaan seperti itulah yang menurut Fajri memperkuat penolakan anak laki-laki untuk memakai celana dalam. "Segala sesuatu yang sudah menjadi kebiasan itu kan berarti sudah menjadi bagian dari dirinya. Makanya kalau anak perempuan sampai kelupaan tidak pakai celana dalam, dia akan merasa ada sesuatu yang kurang dengan dirinya. Ini pasti akan membuatnya merasa tidak nyaman dan tidak pede untuk tampil."

JADIKAN SEBAGAI KEBUTUHAN

Sebenarnya, kata Fajri, membiasakan pakai celana dalam harus sudah diterapkan jauh-jauh hari selagi anak masih kecil, baik pada anak perempuan maupun anak laki-laki. "Mengenakan celana dalam itu sebaiknya menjadi semacam kebutuhan yang harus dimiliki semua orang tanpa pandang jenis kelamin. Dari aspek keamanan dan estetika, memakai celana dalam sangat penting," tuturnya pula.

Keamanan yang dimaksud di sini mencakup banyak hal. Di antaranya aman dari kemungkinan terjepit risleting saat membuka dan mengenakan celana. Celana dalam pun memungkinkan yang bersangkutan leluasa bergerak dan beraktivitas tanpa khawatir tersentuh kasar dan kakunya tekstur bahan celana luar yang dikenakannya. Selain itu, dengan mengenakan celana dalam, keringat di sekitar organ vital pun pasti akan terserap yang membuatnya merasa tetap nyaman.

Yang tak kalah penting, bagi anak yang sudah memasuki masa akil balik di usia ini, celana dalam bisa dijadikan tempat "persembunyian" bagi alat vitalnya supaya tidak terlihat langsung oleh orang lain. "Nah, kalau sampai ini terjadi, olok-olok atau ejekan pasti akan diterima anak dari teman-temannya. Olok-olok itu tentu saja bisa menjatuhkan harga diri anak."

USAHAKAN SENYAMAN MUNGKIN

Selain karena tidak dibiasakan, ogah pakai celana dalam di usia ini bisa juga karena kapok. Tepatnya kapok pada perlakuan orang tua saat mengenalkan pembiasaan bercelana dalam. Memang wujudnya bisa macam-macam, tapi yang paling sering terjadi adalah karena anak selalu dipaksa-paksa orang tua. Bisa juga lantaran celana dalamnya kekecilan, karet pinggangnya terlalu kencang, atau bahannya keras, tidak menyerap keringat dan membuat kulitnya gatal.

Agar tidak terjadi hal-hal seperti itu, Fajri menyarankan:

Sedini mungkin biasakan anak mengenakan celana dalam. Sebetulnya, kebiasaan menggunakan popok sekali pakai (pospak) sudah merupakan pembiasaan mengenakan celana dalam. Sayangnya kebiasaan semacam ini tidak diteruskan

saat anak beranjak besar. Tentu saja tidak dengan menggunakan pospak tapi mengenakan celana dalam. Dengan begitu anak menganggap memakai celana dalam sebagai suatu keharusan dan kebutuhan.

* Berikan contoh konkret pada anak bahwa kedua orang tuanya juga selalu memakai celana dalam. Ini akan jauh lebih baik ketimbang harus "perang" memaksa-maksa anak.

* Jangan pula menakut-nakuti anak dengan hal-hal yang sama sekali tidak ada hubungannya. Semisal, "Hei jangan lari. Sini pakai celana dalam dulu. Kalau enggak nanti 'titit'mu digigit kucing!" Selain membuat anak trauma, menakut-nakuti dengan cara seperti ini sama saja dengan membodohi anak.

* Carikan celana dalam yang paling nyaman buat anak, yakni yang bahannya mampu menyerap keringat, tidak bikin gerah, dan lembut di kulit anak. Ukurannya juga mesti sesuai dengan ukuran tubuh anak, jangan terlalu sempit maupun kelewat longgar.

* Agar anak lebih termotivasi mengenakan celana dalam, sah-sah saja membelikan celana dalam dengan warna-warna menarik dan gambar-gambar lucu-lucu, semisal tokoh-tokoh kartun kesukaannya. Kalau memungkinkan ajaklah anak ke toko khusus dan biarkan ia menentukan pilihannya sendiri.

* Yang tak kalah penting, berikan penjelasan mengenai manfaat celana dalam. Agar pengalamannya lebih "membumi" mintalah anak untuk melakukan eksperimen kecil. Semisal, "Coba deh sekarang kamu lari-larian dan naik sepeda tanpa mengenakan celana dalam, gimana rasanya?" Setelah itu, "Nah, sekarang kamu coba pakai celana dalam lalu lakukan hal yang sama seperti tadi."

* Atau bisa juga "manfaatkan" pengalaman buruk anak saat tidak mengenakan celana dalam, semisal kulit kemaluannya terjepit ritsleting celana luarnya. "Lo, waktu itu kan kamu kesakitan, apa mau seperti itu lagi?" Bisa juga, "Sekarang kan kamu sudah besar. Apa kamu mau kalau lagi duduk atau nongkrong ternyata ritsletingmu turun lalu penismu terlihat oleh teman-teman? Kamu kan pasti malu kalau begitu."

* Yang pasti, jangan pernah memaksa, tapi lakukan pendekatan yang baik, yakni dengan cara membujuknya.

Gazali Solahuddin. Ilustrator: Pugoeh




=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke