Dear nakita-ers,

Semoga membantu

Salam,
Uttiek

HATI-HATI DENGAN SI PENDIAM, PENURUT, DAN PASRAH
Ibarat bom waktu, anak-anak yang pendiam, penurut, dan pasrah suatu saat bisa "meledak".

Anak usia sekolah dasar harusnya sudah mampu melakukan perkembangan diri, baik secara emosi maupun kognitif. Maksudnya, anak sudah bisa mengikuti kelompok, share dengan kelompok, dan mengetahui "hukum" sebab-akibat. Juga memahami mengenai kepemilikan, harga diri, juga mengungkapkan apa yang ada dalam dirinya. Jadi mereka sudah tahu apa yang harus diperbuat jika mainannya diambil atau direbut oleh orang lain, misal. Juga bisa dan berani membuat penolakan jika merasa tidak dapat memenuhi apa yang diminta lingkungan. "Sorry deh lain kali aja ya," atau "Sebentar, sesudah ini dijamin beres deh," misalnya.

Akan tetapi apa mau dikata, sekalipun setiap anak yang terlahir ke dunia memiliki bibit dan potensi melakukan hal-hal tersebut, pada kenyataannya ada saja anak yang kondisinya justru terbalik. Misalnya, anak rela melakukan apa saja seperti yang diminta lingkungan atau teman sebaya yang lebih dominan demi bisa terus bergabung di kelompoknya.

Ada pula anak yang sangat pasrah, sehingga sekalipun dijahili, atau disakiti oleh orang lain, dia hanya menerima dan tidak membalas atau melakukan pembelaan diri. Saat dinakali oleh adiknya, misal, si kakak yang sangat pasrah ini akan menerima saja dan tidak membalas atau melakukan pembelaan diri. Di sisi lain, ada anak yang sangat pendiam, tidak banyak ucap dan tingkah, tidak bergaul, dan lebih sering menyendiri.

Kondisi anak yang seperti ini, menurut Juliana, S.Psi., tak bisa dibiarkan, terlebih jika hal tersebut bukan merupakan sifat yang sudah ada semenjak masa balita atau sebelumnya. "Anak-anak yang seperti ini bisa berbahaya. Pada suatu titik tak menutup kemungkinan dirinya jauh lebih berani dan nekat daripada kita atau anak-anak seusianya. Ibaratnya seperti bom waktu yang suatu saat akan meledak."

Sayangnya, kondisi anak yang demikian sering kali tak terlihat oleh orangtua. Mengapa? "Karena orangtua sudah lebih dulu terbuai oleh kepuasan pribadinya, yaitu senang memiliki anak yang penurut, yang diam, dan bangga kalau anaknya tidak pernah melawan, "tandas psikolog dari pusat konseling IPEKA di Jakarta Barat ini.

KENALI PENYEBABNYA

Banyak sekali faktor yang melatarbelakangi terjadinya sikap penurut, pendiam, dan pasrah yang baru muncul di usia sekolah.

* MENJADI PENDIAM

Memang ada anak yang pembawaannya pendiam, tentunya hal ini sudah terlihat sejak usia sebelumnya. Namun, sifat pendiam ini tak akan seekstrem diam yang disebabkan suatu peristiwa tak enak. Kejadian apa sajakah yang dapat menyebabkan seorang anak mengambil sikap diam?

- Pernah mendapat hukuman atau sanksi dari guru.

Saat guru menerangkan pelajaran di kelas, mungkin saja anak malah mengobrol dan guru memberinya sanksi. Saat itu anak belajar, kalau ngobrol atau berbicara di kelas maka akan dihukum. Berhubung kemampuan nalarnya masih sederhana, anak akan menyimpulkan semua jenis bicara di kelas akan dihukum. Akhirnya si anak memilih diam selama berada di kelas/sekolah.

Perubahan pola pembelajaran dari TK yang memberi banyak peluang bermain ke suasana SD yang cenderung formal juga terkait dengan sebab ini. Anak yang masih memiliki dorongan bermain tinggi cenderung dinilai tidak tertib oleh guru, lalu mendapat sanksi yang bisa saja membuatnya patah semangat dan memilih diam. Sikap diam anak dalam hal ini terkait pula dengan faktor penyesuaian diri terhadap lingkungan baru.

- Merasa serbasalah dan sering disalahkan, dihukum, dan sering dilarang oleh orangtua.

Selalu disalahkan dan dibatasi membuat anak lebih memilih pasif, diam, tidak banyak omong ataupun tingkah. Aturan yang diberlakukan mendadak, dibuat lebih ketat, dan melanggarnya akan diganjar dengan sanksi yang lebih berat dapat pula menjadi penyebab anak mendadak diam. Ia takut salah sehingga memilih menjadi pasif dan diam.

- Lingkungan rumah tidak harmonis.

Situasi lingkungan rumah pun bisa memengaruhi anak jadi pendiam. Contoh yang paling gampang dan sering ditemui adalah anak yang orangtuanya bertengkar melulu. "Anak jadi bingung dan akhirnya lebih banyak melamun."

- Mendapat pengalaman tidak enak di lingkungan teman-temannya.

Contoh, dicuekin lingkungan mainnya, dijauhi kelompok karena sikapnya pada salah seorang teman tidak diterima oleh kelompok. Di sini anak belajar, "Daripada salah lagi di mata teman-teman, akhirnya dicuekin dan tidak diterima, mending diam saja. Yang penting tidak dimusuhi."

Nah, kita bisa melihat, anak menjadi pendiam lebih karena ingin mencari aman atau bingung sendiri.

* MENJADI PASRAH

Penyebabnya bisa karena faktor lingkungan, bisa juga lantaran keluarga.

- Faktor Lingkungan

Bisa jadi di lingkungan sosialnya, semisal peer group-nya, anak selalu diremehkan. Apa pun kontribusi yang diberikan anak kepada lingkungan, tak terkecuali kebaikannya, selalu dianggap angin lalu oleh teman-temannya, sehingga akhirnya dia akan menilai dirinya rendah/negatif.

Namun karena anak masih butuh lingkungannya, maka ia memilih untuk mengikuti apa pun yang diberikan lingkungan; diejek diam saja, dihina diam saja, dikerjai teman malah meladeni, dan lainnya. Jadi, supaya diterima oleh lingkungan, anak akan melakukan apa saja dan menerima apa pun keinginan lingkungan, sekalipun harus menjadi pecundang. Hal ini cenderung ada pada anak yang penakut, kurang percaya diri, pendiam, dan kurang pergaulan.

Bisa juga sebelumnya si pasrah mendapat pengalaman traumatik. Contohnya, ia dikalahkan secara "membabibuta" oleh anak-anak yang lebih besar saat mencoba mempertahankan mainannya yang direbut. Akhirnya ia memilih pasrah.

- Faktor Keluarga

Orangtua memiliki kontribusi besar dalam membuat anak menjadi pasrah. Kepada si kakak, misal, orangtua mewajibkannya untuk selalu mengalah pada adik. Tak jarang si kakak dijadikan "kambing hitam" jika adiknya mengalami sesuatu. Adik yang salah, eh si kakak yang kena omelan.

Akibat perlakuan yang demikian dari orangtua, akhirnya anak pun mencari aman. Saat bukunya direbut oleh si adik, dia diam saja. Ketika direcoki oleh adiknya, dia pun terima saja. "Daripada aku yang kena omel, lebih baik begini," begitu pikirnya.

Jadi, bukan berarti anak tak punya kemampuan untuk membela diri, lo. Tentu ia pernah mengemukaan pembelaan diri tetapi orangtua tidak menggubrisnya dan tetap menyalahkan, sehingga akhirnya ia berpikir, "Percuma saja bilang yang sebenarnya, enggak bakal dipercaya kok."

Sikap pasrah ini juga bisa dikarenakan tak berkembangnya pribadi anak sehingga dorongan-dorongan yang sudah ada dalam dirinya untuk membela diri dan mengungkapkan apa yang dirasakan menjadi terhambat. Dalam hal ini, mungkin orangtua tidak mengasah kemampuan tersebut pada diri anak. Atau, bisa jadi kedua atau salah satu orangtua juga cenderung pasrah menghadapi ketidakadilan. Kebanyakan contohnya adalah ibu yang pasrah menerima perlakuan apa pun dari suaminya.

* MENJADI PENURUT

Anak menjadi penurut, diperintah apa saja tidak menolak, disuruh apa saja melakukan, diminta bantuannya selalu saja mau tentu sangat baik, apalagi jika itu dilakukannya sebagai tanda bakti pada orangtua. Penurut di sini mencerminkan perkembangan moral dan kedewasaannya sudah berkembang dan semakin matang, "Ayahku selalu minta tolong padaku karena dia percaya sama aku. Aku senang bisa menolong orangtua," misalnya.

Namun, apa jadinya jika sikap penurut itu berkembang dari ketidakmandirian atau ketidakmampuan menyatakan pendiriannya, kondisinya, atau prioritasnya. Mungkin saja, di masa dewasanya ia akan mengembangkan sikap "yes sir" dan "yes mam" atau asal bapak senang meski apa yang disetujuinya bertentangan dengan hati nurani. Oleh karena itu, sikap penurut ini mesti diimbangi dengan kemampuan menyatakan yang sebenarnya.

Perintah yang baik dari orangtua memang mesti dituruti, tapi boleh saja anak mengajukan pendapatnya seperti, "Sebentar Bunda, kakak salat dulu ya," atau "Bagaimana kalau aku les musik saja yang kurang dipelajari di sekolah. Kalau pelajaran, kan, cukup di sekolah saja," misalnya.

Oleh karenanya, orangtua tak boleh terbuai oleh anak yang selalu menurut. Hindari pola asuh yang tidak tepat, seperti selalu mengatur kehidupan anak dan memilihkan segala sesuatunya untuk anak; baju yang akan dikenakan anak diatur orangtua, menu makan pun orangtua yang mengatur. Kasihan anak, ia jadi tak memiliki keberanian untuk bisa menentukan pilihan sendiri. Hidupnya selalu bergantung pada arahan orang lain, sehingga kurang bisa menggali potensi dan kemampuan dirinya sendiri.

SOLUSI MEREPARASI KEPRIBADIAN ANAK

Lantas, apa yang harus dilakukan orangtua? Menurut Juli, yang pertama-tama adalah introspeksi diri, pola asuh seperti apa yang selama ini kita terapkan pada anak dan sikap macam apa yang selalu kita tunjukkan di hadapannya. Setelah itu, ubahlah segera!

Selanjutnya, ubahlah perilaku anak. Namun tentunya untuk mengubah kondisi yang sudah berjalan ini, tidaklah mudah. Selain memerlukan waktu yang tidak sebentar, juga dituntut kesabaran yang tinggi. Tak hanya itu. "Orangtua juga harus kreatif menemukan teknik dan pancingan untuk memotivasi anak."

Nah, inilah yang disarankan Juli untuk membuat si pendiam, si pasrah, dan si penurut mendapatkan rasa percaya dirinya kembali sehingga segala potensinya terasah.

* MENGUBAH SI PENDIAM

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, seperti menghargai semua sikap anak, memancing anak untuk mau aktif, dan memunculkan keunggulan atau kelebihan dirinya. Jika anak suka dan pintar melukis, misal, mintalah dia untuk melukis sosok ayah-ibunya, mengajari ayah-ibunya melukis, hingga membuat acara pameran lukisannya di lingkungan rumah.

Bisa juga dengan mengajak anak berdiskusi mengenai dunia seni lukis, misal. Dengan cara ini diharapkan anak mau mengemukakan pendapat-pendapatnya dan terbiasa untuk aktif dalam mengemukakan pendapat hingga berargumen, lebih jauh lagi supaya anak lebih percaya diri.

Setelah anak mulai menunjukan keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan, munculkan keberanian dirinya supaya lebih berani dan aktif, serta ajak anak untuk mau bergaul dengan lingkungan di luar rumah.

* MENGUBAH SI PASRAH

Sering-seringlah memberikan dorongan pada anak untuk mau melakukan pembelaan diri. Katakan, "Jangan takut. Kamu tidak boleh diam saja. Kalau kamu benar, hadapi dan buktikan kalau kamu tidak salah, jangan diam saja," misal.

Jangan lagi kakak dijadikan kambing hitam dan selalu membenarkan adik. Dengarkan apa yang menjadi pembelaan kakak. Jika si kakak benar, posisikan dia di tempat yang benar.

* MENGUBAH SI PENURUT

Kita harus lebih sering memberinya kesempatan memilih dan berinisiatif. Contoh, "Les matematika ini kamu suka tidak? Kalau tidak, enggak apa-apa kok. Kita pilih les lain sesuai keinginan kamu. Kamu ingin les apa?"

Gazali Solahuddin.




=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke