Dear nakita-ers, Semoga membantu Salam, Uttiek SERING DIGENDONG, BESARNYA JADI MANJA
Kita harus belajar tega untuk tak menggendongnya kalau tak ingin si kecil kelak jadi anak manja. "Bayi jangan sering digendong,
nanti bau tangan!" Begitu, kan, nasihat yang kerap dilontarkan
orang-orang tua zaman dulu? Maksudnya, bila keseringan digendong, nanti
jadi kebiasaan; sebentar-sebentar si kecil menangis minta digendong.
Jika tak dituruti, bisa-bisa tangisnya makin menjadi-jadi. Mending
kalau kita lagi santai atau enggak capek, tapi kalau tidak, kita juga
yang repot, kan?
Memang, bayi suka digendong karena ia merasa aman dan nyaman. Apalagi
sebagai manusia baru yang sedang menyesuaikan diri dengan dunia
barunya, si kecil tentu perlu rasa aman dan nyaman. Seperti dijelaskan
Lidia L. Hidajat, MPH, "Selama kurang lebih 9 bulan berada di kandungan
yang secara alamiah memberikan perlindungan dan kenyamanan, maka ketika
memasuki dunianya yang baru, naluri bayi juga akan mencari kenyamanan
seperti ketika ia tumbuh di kandungan." Nah, rasa aman dan nyaman ini
diperoleh si kecil dalam bentuk sentuhan, perhatian, dan kasih sayang.
Kita tahu, kan, Bu-Pak, betapa
penting rasa aman dan nyaman karena merupakan kunci utama basic trust
(kepercayaan dasar). Apalagi bayi baru lahir hingga usia setahun, kata
pakar psikologi perkembangan, Erik Erikson, memang tengah berada dalam
tahap basic trust. Tahap ini merupakan tahap pertama dari 8 tahap
perkembangan manusia (dari lahir hingga menutup mata). Masing-masing
tahap merupakan masa krisis. Jika dapat dilewati dengan baik, akan
menjadi landasan yang kokoh untuk tahap berikutnya. Namun bila dilalui
dengan banyak kekurangan, tahap-tahap selanjutnya juga akan rapuh.
Jadi, si kecil harus diberi
rasa aman dan nyaman, ya! Kalau tidak, "akan menimbulkan rasa tak
percaya pada orang lain," ujar Lidia. Jangan anggap remeh, lo! Soalnya,
ketidakpercayaan ini bisa bertahan sampai ia dewasa. Akibatnya, ia
tumbuh menjadi anak yang cenderung sulit, mudah curiga, tak mudah
menjalin relasi interpersonal dengan orang lain, dan lainnya.
MAU ENAKNYA SAJA
Nah, menggendong merupakan
salah satu cara untuk memberi rasa aman dan nyaman pada si kecil. Cuma,
kata Lidia, jangan terus-menerus. Dampaknya bukan cuma bau tangan alias
tak mau lepas dari gendongan, melainkan juga akan membuat si kecil
makin lekat dengan penggendongnya, entah ibu, ayah, atau nenek, bahkan
babysitter-nya. "Ia akan cepat hapal dengan style gendongan
masing-masing orang dan memberikan reaksi yang berbeda-beda pula
terhadap si penggendong yang berbeda-beda," bilang Lidia.
Style di sini maksudnya bukan
posisi, lo, tapi lebih pada touch atau sentuhan. Misal, setiap ia
menendang-nendangkan kakinya, ia akan diangkat dan digendong oleh
ibunya; tapi dengan nenek, tiap matanya terbuka dari tidur, ia akan
ditepuk-tepuk. "Nah, bayi akan mempelajari semua itu, hingga ia pun
belajar cara meminta." Jangan salah, kendati masih bayi, si kecil cepat
belajar; ia bisa mengamati respon yang diberikan orang yang ada di
sekitarnya. Jadi, bila kita langsung menggendongnya tiap kali ia mulai
menangis, maka ia akan menggunakan tangisan sebagai "senjata": ia
takkan berhenti menangis sebelum digendong!
Dampak lain, ia cenderung malas
bergerak, apalagi jika menggendongnya pakai selendang atau dibedong.
"Jika menggendong cara ini keterusan, akan menghambat perkembangan
motoriknya. Ia jadi malas menggerakkan kaki dan pinggul, misal, hingga
ketika ia harusnya mulai belajar berjalan, biasanya ia akan sering
menggandul atau memegang kaki orang," papar Lidia selanjutnya.
Si kecil juga akan terbiasa
menerima apa yang ia maui, karena setiap ia menangis (yang artinya
minta diperlakukan sebagaimana yang ia inginkan), permintaannya
langsung terpenuhi. Nah, bila hal ini dibiarkan terus menerus, ia akan
belajar untuk meminta agar orang-orang di sekitarnya menuruti
kehendaknya.
Lebih parah lagi, si kecil akan
tumbuh jadi anak yang mau enaknya saja. Bukankah saat digendong, ia tak
biasa mengerjakan segala sesuatunya sendiri? Misal, ia menginginkan
botol susunya, maka ia hanya menunjuk ke arah botol dan si penggendong
akan mengambilkannya. Jika ini terjadi, tak mudah, lo, untuk
membiasakannya punya daya juang yang cukup atau mau berusaha untuk
hal-hal yang ingin ia lakukan.
Pendeknya, Bu-Pak, jika selalu digendong, besarnya nanti si kecil bakal
jadi anak manja.
HARUS TEGA
Jadi,
jangan terlalu sering menggendong si kecil, ya. Kita harus belajar
tega. Pada awalnya ia pasti akan menangis dan rewel sampai beberapa
waktu tertentu. Tak perlu merasa bersalah karena perasaan ini malah
akan membuat kita jadi enggak konsisten. Kalau sudah begitu, si kecil
pun bingung, "Kemarin, kok, Bunda mau menggendong setelah aku menangis,
tapi hari ini, kok, enggak?" Akibatnya, bisa-bisa si kecil akan
menangis lebih keras untuk menarik perhatian. Nah, ini malah membuat
stres, kan?
Jadi, bersikaplah tegas dan
berpikir bahwa semua ini dilakukan untuk kebaikan si kecil.
Lama-kelamaan kebiasaan digendongnya akan terlupakan. Selain itu, si
kecil juga cepat belajar bahwa ternyata menangis bukan "senjata" ampuh,
karena orang-orang di sekitarnya tetap tak mau menggendongnya sekalipun
ia menangis keras.
Saran Lidia, baringkan saja si
kecil di boksnya, atau kalau si kecil sudah lebih besar, coba buat ia
duduk dengan nyaman. Namun, selagi ia duduk atau berbaring, kita harus
mengajaknya berkomunikasi, jangan sampai ia merasa ditinggalkan.
"Jangan dikira bayi enggak mengerti kata-kata, lo. Malah, sejak di
kandungan pun ia sudah peka terhadap suara. Memang ia takkan memahami
arti kata per kata, apalagi menjawab, tapi ia cukup bisa membedakan
apakah kata-kata itu merupakan ungkapan cinta atau marah," bilang
Lidia. Jadi, diajak ngomong, ya, sambil kita sentuh si kecil dengan
penuh kasih seperti membelai pipinya, mengusap-usap rambutnya, dan
lainnya.
Hal tersebut, menurut Lidia,
paling tidak sudah bisa mengurangi satu rasa tak nyamannya karena tak
digendong. Selanjutnya, bila ia sudah mulai mau dibaringkan/didudukkan,
alihkan perhatiannya agar tak mendambakan gendongan lagi. Pendeknya,
sebisa mungkin gantikan kenyamanan digendong dengan kenyamanan lain
seperti mengajaknya bercanda dan memberinya mainan semisal menaruh
mainan gantung yang dapat berbunyi di atas boksnya. Si kecil biasanya
akan tertarik dengan suara yang ditimbulkan mainan tersebut bila
terkena angin atau digoyangkan. Bisa uga dinding kamarnya ditempeli
gambar-gambar binatang, bunga, atau gambar lain yang berwarna cerah.
Untuk bayi yang sudah agak
besar, kita bisa mengalihkan perhatiannya dari gendongan dengan
menunjukkan gambar atau film kartu di TV dan memberikannya beberapa
buku. Agar tak bosan, buka halaman demi halamannya supaya ia dapat
menikmati gambar-gambar yang ada. Musik juga bisa dijadikan alternatif
hiburan buat si kecil. Jenisnya bisa klasik, pop, atau kaset lagu
anak-anak. Yang penting, sesuaikan dengan selera si kecil.
Nah, enggak sulit, kan,
solusinya? Asal mau bersikap tega aja, ya, Bu-Pak. Selain tentunya
kreatif mencarikan media hiburan buat si kecil.
Kontroversi MenggendongSebenarnya,
boleh tidaknya kita menggendong si kecil sudah menjadi kontroversi
sejak dulu, lo. Menurut beberapa studi, orang tua boleh-boleh saja
menggendong bayi bila menangis, asal usianya masih di bawah 6 bulan.
Pada usia ini, kata beberapa ahli, takkan membuat manja si kecil. Malah
dengan kita merespon tangisan si kecil dan menggendongnya, akan
membangun basic trust si kecil.
Namun bila usianya di atas 7
bulan, kita perlu hati-hati, karena di usia ini bayi sudah memiliki
kelekatan dengan seseorang yang dirasa dapat memberinya kenyamanan
(selalu menggendongnya). Bila kita terus saja mengikuti kemauannya
untuk digendong, bisa-bisa kita akan terikat karena si kecil tak mau
turun dari gendongan. Jadi, di usia inilah mulai dibutuhkan sikap
tegas.
Toh, Lidia tak begitu setuju
akan pendapat ini. "Lebih baik kebiasaan menggendong tak diawali,"
katanya. Malah, menurutnya, sejak bayi berusia satu minggu pun sudah
bisa bau tangan jika selalu digendong. Jadi, kalau ingin menggendong,
"sebaiknya jangan terus-menerus," anjurnya.
Kompromikan Dengan BaikBila ada anggota keluarga yang
enggak tegaan, seperti kakek-nenek atau bahkan pasangan, melihat si
kecil menangis minta gendong, tak perlu langsung menegur dengan keras.
Menurut Lidia, cara yang paling baik adalah kompromi. "Biasanya dengan
menyadari akibatnya, masalah gendong bisa diselesaikan dengan baik,
kok. Toh, yang paling banyak menggendong juga akan paling merasakan
akibatnya, karena bayi akan terus meminta untuk menikmati gendongan.
Jangan lupa, bayi itu pintar, lo!"
Faras Handayani
=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+ Mailing List Nakita milis-nakita@news.gramedia-majalah.com Arsip http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/ ------------------------------------------------ untuk berlangganan kirim mail kosong ke : [EMAIL PROTECTED] untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke: [EMAIL PROTECTED] |