Pak, Ini artikel tentang amandel. Sumber : dokter tonang. Salam, Kapan Operasi Amandel ? "Kapan operasi amandel" sering menjadi pertanyaan. Amandel (tonsil) sebenarnya adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Karena posisinya, banyak benda asing yang melaluinya dan bisa menimbulkan infekis. Tonsil berperan seperti "penjaga pintu" yang akan menahan setiap serangan. Karena itu tonsil akan membesar sebagai reaksi pertahanan bila ada infeksi.
Dengan demikian, pada dasarnya pembesaran tonsil adalah reaksi positif. Pada anak yang sehat pun, tonsil bisa membesar. Puncak pembesaran ada usia 9-10 tahun, kemudian perlahan akan menyusut. Karena itu, sebisa mungkin tindakan operasi pengangkatan tonsil dihindari. Lebih baik mencari apa yang sering membuat tonsil membesar. Tapi memang tonsil bisa membesar dan melekat dengan jaringan sekitarnya, permukaannya menjadi keriput tidak rata, kripte (kerut-kerut di permukaan) tampak melebar, dan dipenuhi dengan detritus (bercak kotoran putih-putih seperti butiran beras). Pada kondisi demikian, infeksi pada tonsil harus diperhatikan dengan serius karena dapat berfungsi sebagai sarang penyebar infeksi berat. Penjalarannya bisa menimbulkan antara lain demam rheumatik yang dapat mengenai persendian dan jantung, nefritis (infeksi pada ginjal), infeksi pada mata atau radang pada selaput otak. Pembesaran tonsil diukur menurut derajatnya terhadap uvula (jaringan kecil di bagian atas pintu masuk dari mulut ke faring). Semakin besar, akan makin mendekati uvula. Ada yang membagi menjadi 4 skala, ada yang membagi 3 skala. Untuk menentukan tindakan operasi (tonsillectomy), ada 2 kelompok kriteria. Kriteria yang bersifat absolut (segera dilakukan): 1. Bila pembesaran sudah menimbulkan obstruksi/hambatan jalan nafas berat, gangguan menelan berat, menimbulkan gangguan tidur (sleep apnea), atau ada komplikasi kardiopulmoner (akibat penyebaran infeksi oleh bakteri streptococcus) 2. Adanya peritonsiler abses yang tidak bisa diatasi dengan medikamentosa (dengan obat) dan drainage (pengambilan cairan isi absess). 3. Tonsilitis yang sampai menimbulkan kejang demam, atau carrier difteri (sekarang sudah jarang). 4. Kondisi tonsil sedemikian rupa yang sampai memerlukan tindakan biopsi untuk penentuan kondisi jaringan menggunakan pemeriksaan patologi. Sedang kriteria yang bersifat relatif (dipertimbangkan): 1. Frekuensi serangan infeksi tonsil : 7 kali/tahun; 5 kali/tahun selama 2 tahun; 3 kali/tahun selama 3 tahun. 2. Adanya bau mulut atau nafas yang terus menerus akibat tonsilitis kronis yang tidak membaik dengan terapi obat 3. Tonsilitis kronis atau berulang oleh bakteri streptokokus yang sudah resisten terhadap antibiotika beta-laktamase 4. Adanya pembesaran tonsil satu sisi (unilateral) dengan kecurigaan sifat neoplastik (tumor/keganasan) Dari dua kelompok tersebut, ada yang bersifat obyektif oleh dokter/pemeriksaan medis (menentukan sifat infeksi tonsil, menilai kondisi jaringan tonsil dari kripte, debris, dll), tapi ada juga yang bersifat subyektif (gangguan pernafasan, gangguan menelan, gangguan tidur). Yang subyektif ini dirasakan sendiri oleh pasiennya, dalam hal ini dinilai oleh orang tuanya. Ada juga pertimbangan bahwa fungsi tonsil adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Bagaimana kalau dioperasi? Suatu penelitian tahun 2003 di International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology <http://www.elsevier.com/wps/find/journaldescription.cws_home/506038/des cription?navopenmenu=-2> membandingkan kelompok dengan tonsilektomi dan tanpa tonsilektomi pada masa anak-anaknya, sampai 20 tahun paska operasi. Hasilnya tidak ada perbedaan signifikan. Tapi memang ini baru 20 tahun, tentu kalau mungkin diteruskan sampai jangka lebih panjang. Suatu penelitian lain di jurnal yang sama menyebutkan perbedaan profil imunitas pada anak-anak usia 3-15 tahun, antara yang menjalani tonsilektomi dan tidak. Perbedaan didapatkan pada masa 6 bulan pertama paska operasi. Setelah 6 bulan, profil imunitasnya menjadi tidak berbeda. Ada amandel yang mengecil sendiri setelah bertambah umur? Suatu penelitian lain, masih di jurnal yang sama, sekelompok anak didiagnosa untuk menjalani tonsilektomi, tetapi diputuskan ditunggu 1 tahun kemudian, untuk sementara hanya observasi dan obat. Dari kelompok tersebut, sekitar 30% diantaranya tidak jadi menjalani operasi karena kondisi tonsilnya membaik. Salah satu alasan pembatalan operasi adalah terjadi resolusi (pengecilan) tonsil yang semula membesar. Tahun 2004 kemarin, seorang dokter THT di UNS Solo menulis disertasi <http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s3-2005-muhardjo-15 27&q=muhardjo&PHPSESSID=e99ecec43aeb91a73c0e368ce140cf5f> tentang profil imun akibat tonsilektomi pada anak-anak, dan memang tidak mendapatkan perbedaan antara kelompok yang menjalani tonsilektomi maupun yang tidak. Namun memang ini pun sifatnya baru jangka pendek, belum bisa kalau jangka puluhan tahun ke depan misalnya. Berikut pendapat saya. Pada prinsipnya, selalu diusahakan jalan dengan terapi obat, sebelum terpaksa menjalani operasi. Untuk itu ada baiknya diusahakan menunggu sampai memasuki usia sekolah (sekitar 7-12 tahun). Pertimbangannya: 1. Pada usia balita sering karena virus. Semakin bertambah umur, baru kemungkinan bakteri lebih tinggi. Makin besar, makin bertambah usianya, paparan patogen juga makin banyak karena mobilitasnya juga makin tinggi dan beragam. 2. Adanya kemungkinan terjadi resolusi (pengecilan) dari tonsil yang sudah membesar. 3. Pada masa-masa sekolah ini lebih mudah dinilai, apakah adanya pembesaran tersebut menimbulkan gangguan signifikan terhadap kualitas hidup anak : hambatan bernafas, hambatan menelan, mudah mengantuk(karena hipoksia oleh gangguan aliran udara nafas), sering tidak masuk sekolah karena radang tonsil, yang semua itu bisa berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Bila akhirnya terpaksa menjalani operasi, setelah operasi perlu diperhatikan: 1. Operasi berlangsung sekitar 30-60 menit dengan anesthesi umum. Setelah operasi di pagi hari, anak biasanya tertidur sampai sore hari. 2. Segera setelah sadar dan diijinkan, anak sebaiknya mendapat banyak minum dalam 24 jam pertama. Jangan minum yang bersifat asam seperti jus jeruk atau anggur, karena akan menambah perih lukanya. Juga jangan diberi minum berkarbonat. 3. Kadang anak muntah setelah operasi. Bila hanya 1-2 kali dan berwujud makanan biasa tidak masalah. Bermasalah bila lebih sering atau warnanya coklat tua atau berupa darah. Bawalah ke dokter. 4. Mulai hari ke 2-3 bisa diberikan makanan lunak seperti jelly, agar-agar, puding, sup hangat atau es krim. Bisa terlihat bercak putih-putih di bekas tempat amandel. Hal ini biasa, seperti juga proses penyembuhan luka di tempat lain. 5. Masuk hari 4-5 boleh mulai makan biasa, tetapi menghindari makanan yang berwujud kasar agar tidak memancing perdarahan. 6. Selama 1 minggu paska operasi, anak tidak masuk sekolah untuk menghindari paparan infeksi. Setelah menjalani kontrol ke RS dan dinyakan tidak ada masalah, boleh mulai masuk sekolah lagi. 7. Mungkin terdengar suara anak berubah pada 1-2 minggu paska operasi. Hal ini terjadi karena ada "ruang baru" di bagian faring. Setelah otot-otot sekitarnya pulih, suaranya akan kembali pulih. Panduan diet tersebut bersifat umum, biasanya dokter THT akan memberi rincian tersendiri setiap kali menjalani tonsilektomi. Ada yang bilang "berkumur air garam". Yang terjadi dengan berkumur air garam adalah bersifat membersihkan dan merubah kondisi di permukaan tonsil agar tidak kondusif untuk bakteri. Apakah bisa mengecil? Bila mampu meredakan/menghilangkan infeksinya, perlahan tonsil akan mengecil. Atau memang tingkat infeksi bisa diturunkan, dan tonsil menyusut sesuai pertambahan usia (melewati masa puncak pembesaran tonsil). Tetapi bila memang "gempuran" infeksi juga sering, bisa saja tidak membantu. ________________________________ From: milis-nakita@news.gramedia-majalah.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Jumadil Aqsyaluddin Sent: Wednesday, January 17, 2007 6:09 AM To: milis-nakita List Member Subject: [milis-nakita] AMANDEL {01} Dear Nakita-ers, Ada yang bisa bantu sharing info/artikel & pengalaman mengenai 'Amandel' ?. Thanks, Papanya Atifa[3y] & Afiya[3m] ________________________________________________________________________ __________________________________________________ MENCEGAH DAN MENGATASI RADANG AMANDEL (TONSILITAS) DENGAN CARA ALAMIAH Hembing: Tuesday, 6 Apr 2004 13:7:33 WIB Oleh : Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan THT (Telinga Hidung & Tenggorokan). Tonsilitis dapat bersifat akut atau kronis. Bentuk akut yang tidak parah biasanya berlangsung sekitar 4-6 hari, dan umumnya menyerang anak-anak pada usia 5-10 tahun. Sedangkan radang amandel/tonsil yang kronis terjadi secara berulang-ulang dan berlangsung lama. Radang amandel/tonsil (tonsilitis) disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptokokus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. Pada radang amandel yang akut biasanya dimulai dengan gejala sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat menelan makanan, kadang-kadang muntah. Tonsilitis dapat menyebabkan amandel menjadi bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit kepala, dan sakit pada telinga. Kelenjar getah bening melemah di dalam daerah submandibuler. Bagian belakang tenggorokan akan terasa mengerut sehingga sukar menelan. Pada tonsilitis kronis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil. Serangan terjadi secara berulang-ulang, tonsil kelihatan membesar, merah, dan terjadi abses (berbintik-bintik nanah berwarna putih kekuning-kuningan). Pembesaran tonsil/amandel bisa sangat besar sehingga tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat mengganggu jalan pernapasan. Peradangan tonsil yang akut ataupun pembengkakan tonsil yang tidak terlalu besar dan tidak menghalangi jalan pernapasan, serta tidak menimbulkan komplikasi tidak perlu dilakukan pembedahan/operasi, karena tonsil yang terbuat dari jaringan getah bening dapat berfungsi mencegah tubuh agar tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Untuk perawatan dan pengobatannya dilakukan beberapa langkah sebagai berikut : * Diusahakan untuk minum banyak air atau cairan seperti sari buah, terutama selama demam. * Jangan minum es, sirop, es krim, makanan dan minuman yang didinginkan, gorengan, makanan awetan yang diasinkan, dan manisan. * Berkumur air garam hangat 3-4 kali sehari. * Menaruh kompres hangat pada leher setiap hari. * diberikan terapi antibiotik (atas petunjuk dokter) apabila ada infeksi bakteri dan untuk mencegah komplikasi. * Istirahat yang cukup. Namun apabila tonsilitis kronis dengan pembengkakan tonsil yang terlalu besar sehingga mengakibatkan terganggunya jalan pernapasan, atau munculnya komplikasi, biasanya diperlukan pembedahan/operasi untuk mengeluarkan tonsil. Tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk perawatan dan pengobatan radang amandel (tonsilitis) diantaranya mempunyai efek sebagai antiradang, antibiotik, dan menghilangkan bengkak (anti-bengkak). Berikut ini beberapa contoh ramuan tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk radang amandel (tonsilitis) : * Bubuk sambiloto sebanyak 3 - 4,5 gram diseduh dengan 200 cc air panas, tambahkan 1 sendok makan madu, diaduk, lalu diminum hangat-hangat. Atau 30 gram sambiloto segar/15 gram yang kering, direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, disaring, airnya ditambahkan 200 cc jus buah nanas, diaduk, lalu diminum untuk 3 kali sehari, setiap kali minum 200 cc. (untuk tonsilitis akut) * 2 buah mengkudu/pace matang + 20 gram kunyit, dicuci dan dihaluskan, disaring dan diambil airnya, tambahkan air perasan 1 buah jeruk nipis, dan 1 sendok makan madu, diaduk, lalu diminum. Lakukan 2-3 kali sehari. (untuk tonsilitis akut). * 30 gram benalu jeruk nipis atau benalu teh + 30 gram temu putih + 10 gram sambiloto kering + 20 gram kunyit, direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, disaring, airnya diminum untuk dua kali sehari, setiap kali minum 200 cc. (Untuk tonsilitis kronis dengan pembesaran tonsil yang agak besar). * 10 lembar daun cocor bebek dihaluskan atau dijus, airnya digunakan untuk berkumur di tenggorokan. Lakukan 2-3 kali sehari. * 30-60 gram akar kembang pukul empat dijus, airnya digunakan untuk berkumur di tenggorokan, lalu ditelan. Lakukan 2 kali sehari. Sumber : http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Hembing&newsno=64 <mailto:[EMAIL PROTECTED]://cybermed.cbn.net.id/detil. asp%3Fkategori%3DHembing%26newsno%3D64> =+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+= Mailing List Nakita milis-nakita@news.gramedia-majalah.com Arsip http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/ ------------------------------------------------ untuk berlangganan kirim mail kosong ke : [EMAIL PROTECTED] untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke: [EMAIL PROTECTED] =+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+ Mailing List Nakita milis-nakita@news.gramedia-majalah.com Arsip http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/ ------------------------------------------------ untuk berlangganan kirim mail kosong ke : [EMAIL PROTECTED] untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke: [EMAIL PROTECTED]