Istri dambaan


Untukmu Yang Selalu Setia To all girls in the world....


 Hari itu di pemakaman, siang begitu terik dan menyengat. Para pelayat
yang
kebanyakan berbaju hitam memadati lokasi pemakaman. Di antara begitu
banyak
orang, wanita cantik itu berdiri mengenakan pakaian dan kerudung
berwarna
putih, ekspresi tenang terlihat di raut wajah yang tersaput kesedihan.

Pada saat penguburan berlangsung, sebelum jenazah dimasukkan ke liang
lahat,
wanita itu mendekati jenazah yang terbungkus kain kafan kemudian mencium
bagian kening jenazah dan membisikkan kata-kata tak terdengar dengan
perasaan dan suasana yang sulit kulukiskan. Aku melihat keharuan di
antara
para pelayat menyaksikan adegan itu.

Wanita itu adalah istri dari laki-laki yang pada hari itu dikubur.
Setelah
acara penguburan selesai satu persatu pelayat mengucapkan kalimat duka
cita
kepada wanita tersebut yang menyambut ucapan itu dengan senyuman manis
dan
kesedihan yang telah hilang dari wajahnya, seolah-olah pada saat yang
seharusnya menyedihkan itu dia merasa bahagia.

Kudekati wanita itu.

"Kak, yang sabar ya, insya Allah abang diterima dengan baik di
sisi-Nya,"
ujarku perlahan. Dia menatapku dengan senyuman tanpa kata-kata. Rasa
penasaran menyeruak dalam hatiku melihat ekspresinya. Tapi perasaan itu
tidak kuungkapkan.

Beberapa hari setelah pemakaman itu, aku datang ke rumah wanita itu.
Kudapati ia sedang mengurus kembang mawar putih seperti apa yang sering
dilakukannya. Kusapa dia dengan wajar, "Assalaamu'alaikum, sedang sibuk
kak?" tanyaku

"Wa'alaikusallam... Oh adik, ayo duduk dulu," jawabnya seraya
membereskan
perlengkapan tanaman.

"Saya mengganggu kak?" tanyaku lagi,

"Kenapa harus mengganggu dik, ini kakak sedang menyiapkan bunga untuk
dzikir
nanti malam," jawabnya.

Sesaat setelah jawaban terakhir suasana hening terjadi di antara kami.
Dengan hati-hati kuajukan perasaan yang selama beberapa hari mengganjal
di
hatiku. "Kak, apakah kakak tidak merasa sedih dengan kepergian abang?"
tanyaku.

Dia menatapku dan berkata, "Kenapa adik bertanya seperti itu?"

Aku tidak segera menjawab karena takut dia tersinggung, dan, "Karena
kakak
justru terlihat bahagia menurut adik, kakak tersenyum pada saat
pemakaman
dan bahkan tidak mencucurkan airmata pada saat kepergian abang," ujarku.

Dia menatapku lagi dan menghela nafas panjang. "Apakah kesedihan selalu
berwujud air mata?" Sebuah pertanyaan yang tidak sanggup kujawab.
Kemudian
dia meneruskan kembali perkataanya. "Kami telah bersama sekian lama,
sebagai
seorang wanita aku sangat kehilangan laki-laki yang kucintai, tapi aku
juga
seorang istri yang memiliki kewajiban terhadap seorang suami. Dan
kegoisanku
sebagai seorang wanita harus hilang ketika berhadapan dengan tugasku
sebagai
seorang istri," katanya tenang.

"Maksud kakak?" aku tambah penasaran.

"Sebuah kesedihan tidak harus berwujud air mata, kadang kesedihan juga
berwujud senyum dan tawa. Kakak sedih sebagai seorang wanita tapi
bahagia
sebagai seorang istri. Abang adalah seorang laki-laki yang baik, yang
tidak
hanya selalu memberikan pujian dan rayuan tapi juga teguran. Dia selalu
mendidik kakak sepanjang hidupnya. Abang mengajarkan kakak banyak hal.
Dulu
abang selalu mengatakan sayang pada kakak setiap hari bahkan dalam
keadaan
kami tengah bertengkar. Kadang ketika kami tidak saling menyapa karena
marah, abang menyelipkan kata sayang pada kakak di pakaian yang kakak
gunakan. Ketika kakak bertanya kenapa? abang menjawab, karena abang
tidak
ingin kakak tidak mengetahui bahwa abang menyayangi kakak dalam kondisi
apapun, abang ingin kakak tau bahwa ia menyayangi kakak. Jawaban itu
masih
kakak ingat sampai sekarang. Wanita mana yang tidak sedih kehilangan
laki-laki yang begitu menyayanginya? Tapi ..."

Dia menghentikan kata-katanya.

"Tapi apa kak?" kejarku.

" Tapi sebagai seorang istri, kakak tidak boleh menangis," katanya
tersenyum.

"Kenapa?" tanyaku tidak sabar. Perlahan kulihat matanya menerawang.

"Sebagai seorang istri, kakak tidak ingin abang pergi dengan melihat
kakak
sedih, sepanjang hidupnya dia bukan hanya laki-laki tapi juga seorang
suami
dan guru bagi kakak. Dia tidak melarang kakak bersedih, tapi dia selalu
melarang kakak meratap, kata abang, Allah tidak suka melihat hamba yang
cengeng, dunia ini hanya sementara dan untuk apa ditangisi."

Wanita itu melanjutkan, "pada satu malam setelah kami sholat malam
berjamaah, abang menangis, tangis yang tidak pernah kakak lupakan, abang
berkata pada kakak bahwa jika suatu saat di antara kami meninggal lebih
dahulu, masing-masing tidak boleh menangis, karena siapa pun yang pergi
akan
merasa tidak tenang dan sedih, sebagai seorang istri, kakak wajib
menuruti
kata-kata abang."

"Pemakaman bukanlah akhir dari kehidupan tapi adalah awal dari
perjalanan,
kematian adalah pintu gerbang dari keabadian. Saat di dunia ini kakak
mencintai abang dan kita selalu ingin berada bersama dengan orang yang
kita
cintai, abang adalah orang baik. Dalam perjalanan waktu abang lah yang
pertama kali dicintai Allah dan diminta untuk menemui-Nya, abang selalu
mengatakan bahwa baginya Allah SWT adalah sang Kekasih dan abang selalu
mengajarkan kakak untuk mencintai-Nya. Saat seorang Kekasih memanggil
apakah
kita harus bersedih? Abang bahagia dengan kepergiannya. Dalam
syahadatnya
abang tersenyum dan sungguh egois jika kakak sedih melihat abang
bahagia,"
sambungnya.

Tanpa memberikan kesempatan untuk aku berkata, serangkaian kata terus
mengalir dari wanita itu,

"Kakak bahagia melihat abang bahagia dan kakak ingin pada saat terakhir
kakak melihat abang, kakak ingin abang tau bahwa baik abang di dunia
maupun
di akhirat kakak mencintainya dan berterima kasih pada abang karena
abang
telah meninggalkan sebuah harta yang sangat berharga untuk kakak yaitu
cinta
pada Allah SWT. Dulu abang pernah mengatakan pada kakak jika kita tidak
bisa
bersama di dunia ini kakak tidak perlu bersedih karena sebagai suami
istri,
kakak dan abang akan bertemu dan bersama di akhirat nanti bahkan di
surga
selama kami masih berada dalam jalan Allah. Dan abang telah memulai
perjalanannya dengan baik, doakanlah kakak ya dik semoga kakak bisa
memulai
perjalanan itu dengan baik pula. Kakak sayang abang dan kakak ingin
bertemu
abang lagi."

Kali ini kulihat kakak tersenyum dan dalam keheningan taman aku tak
mampu
berkata-kata lagi.



so, friends....jadilah suami-istri seperti diatas, insya Allah bakal
happy
deh..

____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke