Assalamualaikum wr wb.
Jadi jelas inti dari hadist tersebut adalah sifat rya, sombong dan bangga diri. Jadi persoalannya bukan pada kain yang dipanjangkan. Hadist itu kontekstual, maksudnya orang zaman dulu apabila dia memanjangkan kainnya mungkin menunjukkan dia orang kaya. Rya , sombong dan bangga diri dijelaskan dalam Al Qur'an, Allah swt membencinya. Nah andaikan waktu itu sudah ada wanita Indonesia yang naik haji dengan mukenah sutera, lalu bertanya kepada nabi, saya yakin beliaupun akan menjawab haram. Atau misalnya kalu nabi saw hidup saat ini, kalau ada yang bertanya bolehkah hotel bintang lima didirikan dihalaman Mesjidil Haram, beliaupun pun mungkin akan menjawab haram . Atau banyak lagi misal misal yang lain .

Sekian sajo, sekedar ikuik manyolo, bagi yang tidak berkenan mohon maaf.

Wassalam Isna



Jawaban:


Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil
mursalin, wa ba`du,
Dalam nash hadits, masalah isbal atau memanjangkan kain melebihi mata
kaki ini memang banyak disebutkan. Diantaranya adalah hadits-hadits
berikut :

"Makan, minum, berpakaian dan bersedekahlah dengan tidak israf
(berlebihan) dan makhilah" (HR. Bukhari)

"Kain yang di bawah mata kaki tempatnya di neraka" (HR. Bukhari)
"Orang yang memanjangkan kainnya karena riya`, Allah tidak akan
melihatnya di hari kiamat". (Hr. Malik, Abu Daud, An-Nasai dan Ibnu
Majah).

Siapa yang memanjangkan pakaiannya karena khaila`(karena sombong dan
bangga diri), Allah tidak melihatnya pada hari kiamat. Abu Bakar
As-Shiddiq ra berkata,"Ya Rasulullah, kainku ini longgar namun aku
tetap menjaganya. Rasulullah SAW bersabda,"Kamu bukan termasuk orang
yang sombong dan bangga diri. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang membicarakan hal itu. Namun
berkaitan dengan bentuk hukum yang diistimbat, para ulama berbeda
pandangan tentang keharamannya. Sebagian ulama mengaitkan hubungan
antra isbal dengan motifnya, yaitu sombong dan bangga diri.

Sehingga isbal itu menjadi haram bila motivasinya adalah riya, sombong
dan bangga diri. Sedangkan bila tidak disertai dengan motif tersebut,
maka hukumnya boleh. Namun sebagian ulama lainnya menetapkan secara
mutlak keharamannya, lepas dari apa motivasinya.

Para ulama yang mengaitkan hubungan antara isbal dengan motif sombong
mendasarkan pendapat mereka dengan hadits Abu Bakar, dimana beliau
menanyakan hukum isbal itu. Dan ternyata Rasulullah SAW membolehkan
Abu Bakar memanjangkan kainnya karena Rasulullah SAW tahu bahwa
motifnya bukan riya dan sombong.

Diantara ulama yang mendukung pendapat ini antara lain adalah Al-Imam
An-Nawawi dan Al-Hafiz Ibnu Hajar serta banyak lagi diantara para
pensyarah hadits.

Paling tidak, hukum isbal itu tidak mutlak satu pendapat, karena masih
didapat perbedaan pandangan diantara para ulama salaf sendiri tentang
kemutlakan haramnya.

Namun sebagai bentuk keluar dari khilaf, ada baiknya bila seseorang
berusaha agar tidak melakukan hal yang akan menimbulkan perbedaan dan
kihlaf.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
http://www.syariahonline.com/konsultasi/?act=view&id=5774

On 6/17/05, Ahmad Ridha <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
[EMAIL PROTECTED] wrote:

Assalamualaikum Wr. Wb.,


Wa 'alaikumus salaam warahmatullahi wabarakaatuh,

Ambo mandapekaan ado seorang yang tidak puas ateh jawaban khatib yang
membahas menurunkan sarung waktu sholat.



Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (yang artinya):

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. al-Hasyr 59:7)

Perkara isbal (menurunkan kain melebihi mata kaki) merupakan salah satu
perkara yang hampir-hampir terlupakan oleh banyak orang. Pembahasan
masalah ini secara lengkap relatif panjang namun di sini saya kutipkan
sebagian saja. Mohon maaf masih agak panjang. Jika ada yang berminat
artikel lengkapnya nanti saya kirimkan via japri saja.

Pertama, banyak hadits mengenai masalah ini berstatus shahih sehingga
tidak perlu diragukan.

Rasullullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

"Batas sarung seorang mukmin sampai pertengahan betis, dan dibolehkan
sampai kedua mata kaki, dan yang di bawah mata kaki tempatnya di dalam
neraka, dan barangsiapa menyeret sarungnya dengan sombong, Allah tidak
akan melihatnya pada hari kiamat." (HR. Malik, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu
Majah dan lainnya).

Terdapat perselisihan pendapat dalam memahami apakah isbal diharamkan
secara mutlak ataukah diharamkan hanya jika sombong. Namun di sini tidak
boleh menggunakan adanya perselisihan pendapat sebagai dasar bermudah-mudah.

Dalam hadits di atas ternyata disebutkan dua hal yakni:
1. berisbal secara mutlak yang pelakunya diancam dengan 'tempatnya di
dalam neraka'
2. berisbal karena sombong yang pelakunya diancam dengan 'Allah tidak
akan melihatnya pada hari kiamat' yakni tidak dipedulikan

Hadits Abu Bakar kurang dijadikan dalil untuk membolehkan berisbal tanpa
sombong karena ucapan Abu Bakar radhiallahu 'anhu "Sesungguhnya salah
satu sisi pakaianku melorot kecuali jika aku menjaganya". Syaikh Bin Baz
rahimahullah berkata:

"Maksud (ucapan) beliau shallallahu 'alaihi wa sallam (terhadap Abu
Bakar) adalah bahwa orang yang menjaga pakaiannya apabila melorot lalu
menaikkannya, dia tidak termasuk orang yang melabuhkan pakaian secara
sombong, karena dia tidak melakukan hal itu dengan sengaja. Tetapi
hanyalah sarung itu terkadang melorot lalu dia menaikkannya. Tidak
diragukan bahwa ini dimaafkan (karena tidak sengaja)..."

Begitu juga ada beberapa hadits yang menunjukkan Nabi menyeret
pakaiannya namun dalam keadaan tergesa-gesa jadi bukan karena disengaja.

Selain itu jika seseorang bermudah-mudah dalam berisbal dengan alasan
bahwa dirinya tidak sombong, perlu diperhatikan hadits berikut (yang
artinya):

"Jauhilah olehmu isbal, karena ia termasuk perbuaan yang sombong" (HR
Abu Daud, Turmudzi dengan sanad yang shahih).

Ternyata perbuatan isbal itu sendiri termasuk perbuatan yang sombong
sehingga kita diperintahkan untuk menjauhinya. Isbal ini berlaku untuk
semua jenis pakaian.

Dan dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam bersabda (yang artinya):

"Isbal berlaku bagi sarung, gamis, dan sorban. Barang siapa yang
menurunkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala di hari kiamat." (HR. Abu Daud, Nasa'i, dan Ibnu Majah).

Dengan demikian isbal adalah perbuatan terlarang. Bahkan Imam
adz-Dzahabi memasukkannya ke dalam kitabnya al-Kabaa-ir (Dosa-dosa Besar).

Isbal di sini berbeda hukumnya untuk perempuan. Sebagaimana dijelaskan
dalam hadits berikut:

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

"Siapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan
memandangnya pada hari kiamat." Ummu Salamah radhiyallahu 'anha
bertanya, "Apa yang harus diperbuat oleh wanita terhadap ujung pakaian
mereka?" Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Turunkan
sejengkal." Ummu Salamah berkata, "Bila demikian kakinya akan
tersingkap." Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Turunkan sehasta, jangan lebih dari itu." Dalam riwayat lain:
Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan pada
ummahatul mu`minin (untuk menambah) sejengkal, dan mereka minta tambah,
maka Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menambahkannya. (HR.
Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah)

Sebagai penutup marilah kita lihat teladan dari seorang shahabat yang
mulia, Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu tatkala sakit.

Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu bercerita: "Seorang pemuda masuk kepada
Umar radhiallahu 'anhu dan memujinya. Kemudian Umar radhiallahu 'anhu
melihat anak muda tersebut ternyata sarungnya di bawah mata kaki.
Kemudian Umar radhiallahu 'anhu berkata kepadanya: "Wahai anak
saudaraku, angkatlah sarungmu karena itu lebih taqwa kepada Rabbmu dan
lebih bersih bagi pakaianmu. Kemudian Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu
berkata: "Alangkah mengagumkan Umar ini! Ia melihat hak Allah atasnya
dan ia tidak memakannya." (Yaitu ketika ia dalam keadaan sakit dan ia
tetap beramar ma'ruf nahi mungkar) (Hadits riwayat Bukhari, Muslim dan
Ibnu Syaibah).

Allahu ta'ala a'lam.

Semoga Allah menjadikan kita teguh di atas Sunnah. Mohon maaf jika ada
kesalahan atau kurang berkenan. Kebenaran hanyalah dari Allah azza wa
jalla sedangkan kesalahan datang dari diri saya sendiri dan syaithan.

Wassalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

--
Ahmad Ridha ibn Zainal Arifin ibn Muhammad Hamim
(l. 1980M/1400H)




_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

------------------------------------------------------------------------

_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke