Ahhhh, itu kan urang Padang, kalau urang Minang kan lain masalahnyo ...
hehehe, bagarah saketek ...

Tapi kok urang lua labiah tau jo urang Padang daripado urang Minang yo?
Awak-awak ko tamasuak nan mambueknyo baitu ... kalau ditanyo, urang ma,
jawabnyo urang Padang ... kalau ambo iyo lai jawab "URANG MINANG!"

Bukan masalah baa, tapi awak labiah satu dek kato Minang, ambo raso ...

Kalau Gebu Minang diganti jo Gebu Padang baa tadanganyo yo?
Atau Ranah Minang jadi Ranah Padang ... hehehe


Delfiar

----- Original Message -----
From: "Arnoldison" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <palanta@minang.rantaunet.org>
Sent: Tuesday, August 02, 2005 3:19 PM
Subject: [EMAIL PROTECTED] Artikel : Perilaku Orang Padang


> Perilaku Orang Padang
> Reporter: Rahmatina *
>
>
>
> detikcom - Warta IESP UI, Lepaskan saja orang Sunda di kebun dan orang
> Padang  di  kaki  lima,  maka mereka akan hidup, demikian bunyi sebuah
> pemeo  yang  berkembang tentang cara hidup masyarakat kedua suku besar
> di tanah air tersebut.
>
> Mengapa orang Padang diidentikkan dengan pedagang?
>
> Telah  menjadi  rahasia  umum bahwa kebanyakan orang yang berasal dari
> Sumatera  Barat,  atau  lebih  sering  disebut  dengan  orang  Padang,
> berprofesi  sebagai  pedagang.  Mulai  dari  pedagang  kaki  lima yang
> berjualan   di  terminal,  sampai  pengusaha  besar  pemilik  jaringan
> supermarket  ternama.  Namun,  tak  banyak  orang yang mempertanyakan:
> Kenapa  menjadi pedagang? Kenapa bukan pegawai, pengacara atau apalah?
> Apa karena mereka matre, atau ada alasan lain?
>
> Anas,  48 tahun, seorang penjual air tebu di kawasan Pasar Raya Padang
> mengemukakan alasannya. Menurutnya, dengan berdagang ia bisa bertindak
> dan  berbuat  sesuai  dengan  kemauannya, tanpa harus diperintah orang
> lain. "Bia karajo barek,untuang awak saketek, tapi ati sanang bakarajo
> ndak  disuruah-suruah urang do," ujarnya. Maksudnya, biar kerja berat,
> untung sedikit, tapi hati senang bekerja, tidak disuruh-suruh orang.
>
> Ia  mengungkapkan  kalimat  itu  seraya  terus  mengisi plastik bening
> dengan  air  tebu  dingin, mengikatnya, lalu menggantungkannya di atas
> gerobak tunda berukuran sedang.
>
> Wajah  Pak  Anas yang telah berjualan air tebu semenjak tahun 1982 ini
> kelihatan  bahagia,  walau gurat keletihan dan beberapa butir keringat
> bercucuran  di wajahnya. Maklum, saat itu pukul 12 siang, dan matahari
> sedang terik-teriknya di kota Padang.
>
> Sementara  itu,  Masril,  25  tahun,  pedagang duku Palembang di depan
> Matahari  Department  Store yang berasal dari Batusangkar, dengan agak
> malu  mengemukakan  bahwa ia berdagang karena dirasanya paling gampang
> dilakukan.  Berdagang  (kaki  lima)  tidak  memerlukan keahlian khusus
> ataupun modal besar, bisa dilakukan hampir di semua tempat, dan dengan
> sedikit     keahlian     'bersilat     lidah'     yang    dimilikinya,
> whuus...dagangannya pun laku.
>
> Duku  Palembang hanyalah salah satu jenis dagangannya. Bila musim buah
> telah usai, ia merantau ke Jakarta dan berdagang barang lainnya. Mulai
> dari  mainan  anak-anak,  beraneka  rupa  tas, hingga asesoris. Ketika
> ditanya keuntungannya, si Uda hanya tertawa."Lumayanlah.."ujarnya.
>
> Rozi,  seorang  mahasiswa  Fakultas Psikologi tingkat akhir sebuah PTS
> beken  di  Yogyakarta,  lain  lagi ceritanya. Setamat kuliah nanti, ia
> berencana  untuk membuka usaha dagang di bidang tekstil. "Soalnya," ia
> menjelaskan,"Kedua  orang tua dan kakek nenek Uda juga pedagang. Jadi,
> modal ke arah sana ada."
>
> " Modal apa tuh?" tanya penulis saat itu."Duit atau.."
>
> "Ya duit, ya darah pedagang. Dua-duanya ada di saya," katanya lagi.
>
> Agak  berbeda  dengan  alasan-alasan di atas, menurut Nurhayati Latif,
> guru  mata  pelajaran  BAM  (Budaya Alam Minagkabau) di SLTPN I Padang
> fenomena ini juga disebabkan orang faktor adat dan budaya Minangkabau,
> yaitu  Adat  Basandi  Syarak,  Syarak  Basandi Kitabullah. Agama Islam
> sangat  kuat pengaruhnya dalam masyarakat Minang, karena itu tak heran
> banyak yang berprofesi sebagai pedagang seperti junjungan besar Islam,
> Nabi Muhammad SAW.
>
> Namun  ia  juga  menambahkan bahwa itu bukan alasan yang utama. Alasan
> utamanya  adalah  watak  idealisme  yang  dimiliki orang orang Minang.
> Idealisme,  dalam  arti  tidak suka diatur dan dikekang. Mereka berani
> memulai   usaha   dari   nol   dengan  usahanya  sendiri,  dan  kurang
> menghiraukan resiko rugi. Toh kalau rugi, bisa memulai usaha yang lain
> lagi,  dari  nol  lagi  (Mungkin  ini  sebabnya tak banyak usaha orang
> Padang yang berkembang menjadi besar).
>
> Namun  dewasa  ini idealisme itu mulai berkurang, terutama di kalangan
> generasi  mudanya.  Agaknya  mereka  mulai  tererosi  budaya  negatif,
> seperti  materialisme.  Dan  ini merupakan gejala umum yang dapat kita
> saksikan hampir di seluruh nusantara.
>
> Nah,  sekarang  kita  tahu berbagai alasan yang mendorong orang Padang
> berdagang,  tidak  hanya  karena mereka pengin cepat kaya seperti yang
> sering  diisukan  selama  ini.  Anyway, mengingat besarnya jasa sektor
> informal  (kaki  lima,  cs)  dalam perekonomian Indonesia, terutama di
> masa  krisis,  agaknya  pemerintah perlu memberi perhatian khusus pada
> mereka. Setuju, kan!!
>
>
> Website http://www.rantaunet.org



Website http://www.rantaunet.org
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke