Assalamu'alaykum wr.wb Iko diambi dari situs depag
http://www.depag.go.id/Ber_DAU.php Arnoldison -------------------------------- Pikda, Jakarta (17/10) - Apakah sebenarnya Dana Abadi Umat (DAU) itu? Hanya segelintir orang tahu. Selama ini masyarakat hanya berpikir bahwa dana tersebut adalah dana milik umat yang dikelola Depag dengan penuh pertanyaan tak terjawab. Jika pejabat Depag ditanya soal DAU, jawabannya sama, DAU untuk kemaslahatan umat, aman dan selalu diaudit oleh Itjen Depag dan BPK, dan masyarakat pun terpaksa puas dengan jawaban itu meski identitas DAU tetap gelap. Namun kegelapan mulai terkuak ketika Mabes Polri atas laporan masyarakat seperti Korup Haji yang terdiri dari delapan LSM, mulai aktif mengorek penyimpangan dana pengelolaan ibadah haji. Karena itulah DAU dipersoalkan. DAU bersumber dari hasil efisiensi pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang dihimpun dari tahun ke tahun oleh Departemen Agama dan disimpan dalam rekening Menag pada sejumlah bank pemerintah. Mahalnya ONH di Indonesia dibanding fasilitas dan pelayanan yang diharapkan membuat banyak pihak bertanya tentang rincian BPIH, bagaimana pengelolaannya serta tuduhan penyimpangan. Penyidikan mengenai DAU kemudian diambil alih Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim tastipikor) yang terdiri dari kepolisian RI, Kejakgung dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) begitu tim tersebut dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Keppres no 11/2005. Tim yang bertekad memberantas korupsi di 16 BUMN, empat departemen, tiga swasta dan 12 koruptor yang kabur ke LN itu mulai memeriksa pejabat yang diduga terlibat korupsi dalam penyelenggaraan haji. Persidangan Tersangka mantan Menag Said Agil Husein Almunawar dan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji (BIPH) Taufiq Kamil, kemudian bolak-balik diperiksa dan kini menjalani persidangan awal di PN Jakarta Pusat dengan tuduhan penyimpangan DAU. Dari persidangan tersebut diketahui ternyata DAU mengalir bukan hanya bagi kemaslahatan umat, tetapi juga berbagai pembiayaan yang tidak etis seperti pembayaran honor, transpor, THR tim auditor BPK, perjalanan luar negeri dan THR Komisi VI DPR yang dilakukan berkali-kali hingga ratusan juta. DAU juga dialirkan untuk insentif dan honor sejumlah pegawai Ditjen BIPH hingga miliaran rupiah, biaya umroh anak-anak pejabat MK, biaya ke luar negeri keluarga Said Agil, biaya tunjangan fungsional Menteri Agama dan Dirjen BIPH, penyelesaian kasus Batu Tulis Bogor, hingga sumbangan pernikahan. Padahal dalam UU No 19 Tahun 1999 maupun Keppres No 22 Tahun 2001 sangat jelas disebut DAU dipergunakan dalam bidang pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial, ekonomi umat, pembangunan sarana dan prasarana ibadah, serta penyelenggaraan ibadah haji. DAU menurut penggagasnya, Menag periode 1993-1998 Tarmizi Taher, memiliki tujuan luhur. Diawali saat Tarmizi Taher menyikapi rekomendasi Seminar Haji Nasional pada 1994, yang diikuti para ulama dan pihak Tabung Haji Malaysia, Tarmizi menunjukkan kepada Presiden Soeharto bahwa Depag memiliki sejumlah dana sisa penyelenggaraan haji yang bisa dikelola untuk kemaslahatan umat. Kemudian dibentuklah Badan Pengelola Dana Ongkos Naik Haji Indonesia (BP DONHI) dengan Keppres No 35 Tahun 1996. Dan mulai saat itulah hasil efisiensi penyelenggaraan haji dihimpun dan dikelola oleh sebuah badan yang dipimpin oleh Menteri Agama. Belakangan, dengan Kepres No 22 Tahun 2001 tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BP DAU) pada masa Presiden Abdurahman Wahid, BPDONHI dinyatakan tak eksis lagi, dan saldo operasional haji dikelola BP DAU. Prihatin Mantan Menag Tarmizi Taher sebagai pemilik ide awal DAU menyatakan prihatin mengapa dana yang seharusnya disediakan untuk mesjid, pesantren, dakwah dan semacamnya malah banyak dialokasi bagi para pejabat yang seharusnya mengawasi aliran dana tersebut. Ketika dirinya selesai bertugas di Depag, tegas Tarmizi, saldo DAU sudah mencapai 15 juta dolar AS dan Rp249 miliar yang selalu dilaporkan secara rutin serta transparan. Posisi DAU menurut data Depag, pada tahun 2000, sebelum Said Agil Al Munawar menjabat Menag, mencapai total Rp332.360.000.000 dan 15.000.000 dolar AS. Sedangkan saldo DAU per 29 April 2005, saat Said Agil mulai diperiksa, menjadi Rp401.535.892.815,95 dan 15.047.945,17 dolar AS. Sementara itu bunga deposito dan jasa gironya sepanjang 1999-2004 sebesar Rp 507.404.563.338,74. "Saya bangga dengan DAU itu. Kita sudah mengeluarkan dana kemaslahatan umat, seperti membangun tempat ibadah dan pesantren hingga Rp437 miliar," katanya. Bantuan APBN kepada pesantren per tahun sangat minim, hanya sekitar Rp300.000, namun dengan adanya DAU, pesantren bisa memperoleh dana tambahan antara Rp10-30 juta per pesantren, tambahnya. Menurutnya, dulu setiap pemberangkatan haji, DPR beserta istri selalu ikut. "Belum lagi ada yang mengaku keponakan Jenderal anu segala dan merasa berhak, memangnya siapa," kata Tarmizi mengakui. Tetapi ia menyatakan terkejut, pada zaman Menteri Agama Said Agil, rombongan yang harus ditanggung itu mencapai 500-an orang, padahal kalau satu jemaah membutuhkan biaya sekitar 10.000 dolar AS, artinya harus mengeluarkan biaya sekitar lima juta dolar AS. "Mengapa sampai bengkak begini. Sebagai mantan Menag saya merasa sedih dan prihatin atas kasus yang menimpa Said Agil. Ini karena tidak tertib dan DAU yang melenceng," jelas Tarmizi. Sementara Kuasa Hukum Said Agil M Assegaf berkilah, Menag memiliki kelonggaran untuk mengelola DAU dan mengaitkannya dengan Keppres no 22/2001 yang menyebut DAU, selain kemaslahatan umat, juga untuk hal lain. Kepmenag No.384 jo 484 Tahun 2001 dan Kepmenag No.274 Tahun 2002 memprosentasekan penggunaan DAU untuk Bidang Pendidikan dan Dakwah 11 persen, Kesehatan satu persen, Sosial/Keagamaan 15 persen, selain itu, Ekonomi Umat tiga persen, Pembangunan Sarana/Prasarana Ibadah 30 persen, Bidang Penyelenggaraan Haji 30 persen dan Biaya Pengelolaan, pajak, administrasi dan lain-lain yang mendesak 10 persen. Tak Masuk Bukan itu saja, selain DAU yang dialirkan ke berbagai peruntukan tak jelas dan tak etis, dana sisa penyelenggaraan haji setiap tahun yang menjadi sumber DAU juga tak semua masuk DAU dan malah masuk ke berbagai rekening lain di luar DAU. Idealnya sesuai UU No 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji, pasal 1 yang menyebutkan, "Dana Abadi Umat adalah sejumlah dana yang diperoleh dari hasil efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji dan sumber lainnya," saldo operasional haji seharusnya masuk ke DAU. Menteri Agama Maftuh Basyuni mengatakan, DAU itu logikanya selalu bertambah, karena selain terus berbunga dan hanya diambil bunganya untuk sejumlah operasional, setiap tahun selalu ada penambahan dana yang signifikan dari efisiensi penyelenggaraan haji. Misalnya seusai penyelenggaraan haji 2005 terdapat sisa dana mencapai 122.573,64 dolar AS dan Rp3.062.232.481,69 yang menurut ketentuan masuk ke DAU. Hanya saja pada periode Menag 1999-2004 terlanjur keluar beberapa keputusan Menag bahwa saldo penyelenggaraan haji dimasukkan juga ke Dana Cadangan Haji/Dana Abadi Haji (DAH), Dana Penampungan dan Persiapan BPIH, Dana Kesejahteraan Karyawan (DKK) dan Dana Korpri (DK). Timtas Tipikor menemukan saldo penyelenggaraan haji yang masuk ke berbagai rekening lain di luar DAU mencapai kisaran Rp700 miliar. Lalu mengapa harus ada dana sisa penyelenggaraan haji yang jumlahnya begitu besar setiap tahun? Dan dana sisa itu dialirkan pula ke berbagai rekening yang beberapa di antaranya tak ada hubungannya dengan kegiatan perhajian dan kemaslahatan umat. Mengapa tidak sejak awal saja ONH dikurangi sehingga beban umat Islam yang ingin beribadah haji menjadi lebih ringan? Pasalnya untuk bisa menjalankan kewajiban ibadah haji bagi sebagian besar umat Islam perlu menyisihkan receh demi recehnya hingga berpuluh-puluh tahun atau menjual tanah yang seharusnya dijadwalkan untuk membiayai kelanjutan sekolah anak-anak. Sangatlah miris mengetahui bahwa sisa penyelenggaraan haji dimasukkan ke rekening dan hanya segelintir orang yang menikmati, ditambah lagi dana yang masuk ke DAU pun diselewengkan untuk memperkaya sekelompok orang atau kepentingan yang tak ada hubungannya dengan haji dan kemaslahatan umat. Kenyataannya, penyelenggaraan haji merupakan bisnis besar yang darinya bisa terkumpul dana sebesar Rp5,5 triliun per tahun. Walau proses pengungkapan korupsi seputar haji dan DAU belum selesai, namun sedikitnya transparansi mulai muncul dalam pengelolaan dana haji dan umat, serta menjadi angin segar untuk mengurai korupsi yang sudah 30 tahun lebih berurat akar di negeri ini. Semua berharap proses ini terus bergulir ke kasus korupsi di departemen atau instansi pemerintah lain atau ke pemda di bawahnya dan membuka jalan bagi pemerintahan yang bersih, adil dan sejahtera seperti yang diimpikan rakyat.(Ant) Tuesday, November 22, 2005, 7:43:53 PM, you wrote: mpci> Waalaikumsalam,wr,wb. mpci> Ado permainan apokah dunsanak kito Khairiansyah resmi manjadi tersangka DAU mpci> dengan bukti manarimo uang tunjangan sabanyak 10 juta dari DAU. mpci> Pitih apo itu ???? DAU adolah singkatan Dana Abadi Umat, subananyo dana ko mpci> takumpua untuak apo ??? Siapo nan tahu tentang DAU ko tolong diulas dan mpci> dijalehkan ka kami bia kami tahu. mpci> Jan ibaraik pepatah urang tuo kito : "Awak bajalan di hari nan hangek, mpci> awak hauih sadangkan niro tasandang dipungguang kito, tantu niro tu akan mpci> ta minum dek kito". Dan kecek Bang Napi pulo : "Kejahatan akan terjadi mpci> bila ada niat dan kesempatan, untuk itu waspadalah ......waspadalah mpci> ....!!!" mpci> Wassalam, mpci> HM Dt.MB (48,5 th) >> Assalamualaikum, Website http://www.rantaunet.org _____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ____________________________________________________