Amien Rais
    
"Bongkar Kejahatan Freeport"
    
Tak ada yang berubah dari sosok Amien Rais.
Penampilannya yang sederhana, dan keberaniannya dalam
mengeritik penguasa, masih tetap melekat pada tokoh
reformasi ini. Urusan mengeritik penguasa, Amien tak
main-main. Belakangan, lelaki kelahiran Surakarta, 26
April 1944 ini, kembali melakukan gebrakan. Isu lawas
soal korupsi, perusakan lingkungan dan penjarahan
besar-besaran yang dilakukan PT Freeport, sebuah
perusahaan pertambangan asing, kembali ia gulirkan.
Dulu pada tahun 90-an, kritiknya soal Freeport
menyebabkan ia 'ditendang' dari Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) oleh Suharto. Mengangkat isu
ini menurut Amien, ibarat membentur tembok tebal.
Banyak pihak yang terlibat, terutama para pejabat
bangsa ini dan kepentingan asing. Kepada wartawan
SABILI Artawijaya dan Rivai Hutapea, mantan Ketua
MPR-RI ini bicara blak-blakan soal Freeport. Berikut
wawancara lengkapnya yang berlangsung di pendopo dekat
rumahnya di Condong Catur, Yogyakarta, pada Selasa
(31/01).
    
Apa yang melatarbelakangi Anda  kembali berteriak
lantang soal Freeport?
    
Jadi pada awal reformasi saya betul-betul tidak bisa
menerima sebagai anak bangsa, sebagai umat, melihat
kelakuan investor asing yang mengeksploitasi kekayaan
alam kita lewat industri pertambangan secara sangat
ugal-ugalan, sangat tidak masuk akal. Malah waktu itu
saya berhasil menguak pertambangan Busang, yang
mestinya akan dibuka di Kalimantan, kemudian andaikata
penipuan Busang itu menjadi kenyataan, maka mereka
bisa menjual saham di New York dengan harga yang
aduhai. Sementara sesungguhnya Busang itu pepesan
kosong belaka. Kemudian setelah saya dengan izin
Allah, berhasil membongkar kebohongan Busang itu, saya
mengarahkan bidikan saya ke kejahatan yang dilakukan
oleh PT Freeport McMoran disekitar Timika. Saya
mendasarkan kritik saya bukan hanya kata si Fulan dan
si Fulanah,  atau berdasarkan qaala wa qiila, tetapi
saya memang datang sendiri ke pertambangan Freeport
itu. Bahkan saya sempat menginap disana dan saya
relatif sudah menjelajahi selama setengah hari keadaan
pertambangan itu. Sebagai seorang anak bangsa saya
betul-betul tidak bisa menerima bahwa ada wilayah kita
yang diacak-acak oleh perusahaan Amerika secara sangat
menghina, karena sebuah gunung sudah lenyap menjadi
danau yang sangat jelek. Kemudian entah berapa luasnya
tanah sekitar pertambangan sudah rusak total. Saya
juga melihat dengan mata kepala ada pipa besar yang
dipasang dari pusat pertambangan di Grasberg disekitar
Tembaga Pura itu turun kebawah sepanjang seratus
kilometer sampai ke tepi laut Arafura. Kemudian
ternyata pipa itu untuk menggotong concentrate atau
biji tambang emas, perak dan tembaga yang kita tidak
pernah tahu volume atau jumlahnya. Apalagi saya diberi
tahu bahwa jelas kali Freeport itu menggelapkan
pembayaran pajaknya. Begitu saya mengungkpa kenyataan
ini sebagai sebuah kenyataan yang bertentangan dengan
UUD 45, maka dua minggu kemudian (tahun 1993, red)
saya ditendang dari ICMI oleh pak Harto. Setelah itu
nampaknya Freeport sebentar melakukan konsolidasi,
tidak begitu mencolok mata, bahkan lantas satu persen
dari keuntungannya, katanya diberikan kepada
masyarakat sekitar. Tapi yang dikerjakan Freepor makin
gila, yaitu ada pelipatan wilayah yang dieksploitasi
dengan izin pemerintah. Kemudian juga jumlah biji
tambang yang diangkut ke luar lebih banyak lagi.
Selama saya jadi Ketua MPR hal ini tidak pernah saya
pantau. Saya pernah dibujuk oleh James Moffett pada
musim panas tahun 1997 waktu saya ada di Washington.
Dia terbang ke New Orleans, dan mengiming-imingi saya.
Kata dia, kalau mau saya akan diantar naik helikopter
untuk tour ke daerah pertambangan Freeport, dan saya
akan diberi keterangan bahwa Freeport tidak merusak
ekologi atau lingkungan kita. Kemudian pada saat
bersamaan saya di New York ketemu dengan Henry
Kissinger. Ternyata dia salah satu Komisaris, dan dia
dengan diplomasinya mengatakan, "Kalau Anda melihat
penyelewengan hukum, maka beri tahu saya. Saya akan
mengambil langkah koreksi." Tetapi semua itu tentu
saja hanya
sandiwara, karena yang terjadi penjarahan Freeport
makin gila menjarah kekayaan kita. Karena itu dengan
bismillah, nawaitu yang ikhlas, bukan niat oposisi
pada pemerintah, mari kita bersama-sama membongkar
kejahatan di Freeport ini. 
    
Telah terjadi korupsi yang maha dahsyat di dunia
pertambangan?
    
Korupsi itu diartikan sebagai tindakan yang
merugikan negara lewat penyalahgunaan kekuasaan atau
wewenang. Jadi korupsi yang dimengerti oleh KPK dan
kita semua sudah betul, yaitu penyalahgunaan wewenang
untuk kepentingan pribadi dan merugikan negara. Yang
terjadi di Freeport itu memenuhi kriteria itu secara
sangat telak. Negara dirugikan dalam jumlah ratusan
atau saya yakin ribuan triliun sejak akhir tahun
60-an. Anda bayangkan, sebuah gunung lenyap, kemudian
sudah dihitung bahwa volume ampas pertambangan,
tailing, tanah, batu kerikil yang terbuang itu sama
dengan dua kali kerukan terusan Panama, sekitar 6
miliar ton. Ini sebuah penghinaan nasional. Saya yakin
sekali, kalau Freeport sebagai perusahaan pertambangan
babon bisa kita benahi, maka yang kecil-kecil seperti
Newmont Minahasa, Newmont NTB, perusahaan Gas Tangguh,
dan lain-lain akan lebih bisa diperbaiki karena si
babon itu telah lebih dahulu dibenahi. Kalo yang babon
ini tetap dibiarkan mengacak-acak kekayaan alam kita,
bahkan melakukan penghinaan nasional, maka saya
khawatir orang asing akan mencibir kita bahwa
pemerintah kita masih seperti dulu, masih bermental
inlander, tidak berani mengangkat kepala terhadap 
asing. Ini tentu meyedihkan sekali. Jadi korupsi maha
dahsyat ini harus kita lawan.
    
Korupsi dahsyat ini tertutup dengan gencarnya
pemerintah mengusut korupsi kelas ecek-ecek?
    
Jadi ramenya pemerintah memberantas korupsi
kecil-kecil, yang ratusan juta, yang puluhan juta,
sesungguhnya untuk menyembunyikan yang besar-besar.
Jadi rakyat kita ini dibodohi oleh pemerintah kita
sendiri. Dan memang rakyat kita sudah terkecoh,
seolah-olah pemerintah sudah hebat dalam memberantas
korupsi. Setelah 15 bulan berkuasa, menurut Political
and Economic Risk Consultancy (PERC) lagi-lagi kita
tetap nomor satu dalam korupsi di kawasan Asia ini.
Artinya, korupsi sejati masih tetap berlangsung.
Sekarang yang dikejar-kejar hanya korupsi
kecil-kecilan, sehingga media massa juga terkecoh,
seolah-olah telah terjadi penanganan korupsi secara
massif dan sungguh-sungguh. Padahal yang terjadi
kucing-kucingan.
    
Anda pernah mengatakan korupsi di Freeport ini G to
G (Goverment to Goverment). Bisa dijelaskan?
    
Memang ada pembiaran dari pemerintah kita terhadap
bisnis yang juga melibatkan pemerintah asing, yang
jelas-jelas merusak. Seperti diungkapkan oleh The New
York Times, kemudian dimuat secara utuh di The
International Herald Tribun tanggal 28-29 Desember
2005.  Memang yang mengamankan penjarahan kekayaan
bangsa itu adalah aparat keamanan dan pertahanan kita.
Saya tidak mau menyebut nama, tetapi hitam diatas
putih dikatakan ada seorang mayor jenderal yang
mendapatkan 150.000 US dollar dan ada seorang perwira
tinggi kepolisian dapat sekian ratus ribu dollar.
Kemudian ada kolonel, mayor, kapten dan prajurit lain
dapat amplop dari Freeport untuk mengamankan supaya
orang tidak bisa masuk dan mengetahui hakikat
kejahatan Freeport itu. Malah ada bukti otentik, sejak
tahun 1996 sampai tahun 2004, Freeport mengeluarkan
biaya pengamanan 20 juta US dollar yang dibagi ke
lembaga. Ini dibayarkan kepada aparat keamanan kita
untuk melindungi Freeport yang zalim itu untuk
mengeruk kekayaan kita.
Ini yang saya heran kenapa kok dibiarkan.
    
Pemerintah terkesan tunduk pada kepentingan asing?
                                                       
Ya, memang ada kepentingan asing yang sangat
menghina di Freeport ini. Ada dua jenis negara
berkembang dalam menghadapi korporatokrasi yang
cenderung maling atau klepto. Saya setuju dengan Jhon
Perkins bahwa korporatokrasi itu ada tiga pilar,
yaitu: Big coorporation, Goverment dan International
Bank. Tiga elemen ini berpacu untuk melakukan
pengurasan kekayaan dunia ketiga. Nah, disini ada
negeri-negeri yang berani mengangkat kepala dan berani
mengatakan No! Terhadap korporatokrasi itu, seperti
Thailand, India, RRC, Malaysia. Kita termasuk negeri
yang walaupun tidak mengatakan Yes! Tapi tidak pernah
mengatakan No! Sehingga begitu enaknya pihak asing
menjamah kekayaan negeri kita. Saya pernah  ceramah di
Melbourne, saya bertanya kepada perusahaan penambangan
Australia, apakah salah saya sebagai orang Indonesia
itu mematok bahwa dalam kontrak karya itu royalti yang
kita terima itu bukan 15 persen, tapi 50 persen.
Mereka mengatakan tidak ada yang salah dengan pendapat
itu karena semau
tergantung dengan perjanjian. Tapi mengapa kita diam
saja diberi 15 persen, itupun saya yakin sekali
pembukuannya sudah tidak betul, karena kita tidak tahu
apa yang terjadi disana. 
    
Apakah SDM kita sudah mampu mengelola pertambangan,
jika kita harus lepas dari Freeport?
    
Ada wartawan yang mengatakan, pak Amien, bukankah
kita sudah diuntungkan, karena mereka punya keahlian,
mereka bawa mesin, mereka bawa uang, kemudian kekayaan
kita dikeruk, kita dapat 15 persen, ini kan sudah
lumayan. Saya katakan, kalau begitu apa bedanya dengan
zaman penjajahan. Penjajah itu datang bawa mesin, bawa
keahlian, bawa modal, kemudian kekayaan kita digotong,
yang disisakan hanya untuk pantes-pantesan saja.
Sekarang kita sudah 60 tahun merdeka, sehingga Insya
Allah sudah punya keahlian. Banyak lulusan dari ITB,
UGM dan lain-lain yang mengatakan bahwa Freeport itu
adalah pertambangan terbuka, tidak usah menggali perut
bumi, tetapi hanya memecah batu-batuan, lantas digerus
dijadikan biji tambang, kemudian jadi concentrate,
kemudian menjadi batangan emas. Ini sangat mudah. Kata
mereka, otak Indonesia itu lebih mampu, mengapa
diberikan kepada Freeport.
    
Pemerintah kita tidak pernah mempersoalkan aspek
pelanggaran yang dilakukan oleh Freeport, terutama
soal dampak lingkungan?
    
Saya kembali pada teori hukum yang elementer. Dalam
dunia moral dan hukum itu ada dua macam dosa dan
kejahatan: Pertama, sin of crime of commission
(Melakukan perbuatan dosa atau jahat). Kedua, sin of
crime of ommision (Dosa membiarkan kejahatan). Jadi
kalau pemerintah kita di depan matanya berlangsung
kejahatan yang dilakukan oleh pihak asing, tetapi diam
saja, malah memberikan peluang untuk berlangsungnya
kejahatan itu, maka pemerintah kita telah melakukan
kejahatan atau dosa membiarkan sebuah kejahatan
berlangsung terus menerus. Jadi kalau saya melihat
seorang perampok melakukan perampokan lalu saya diam
saja, maka saya termasuk melakukan kejahatan ommisi,
karena nggak berbuat apa-apa. Saya khawatir pemerintah
kita dari masa ke masa kalau terus menjadi pemerintah
komprador, yang meladeni kepentingan asing yang
merugikan bangsa, maka pemerintah itu telah melakukan
kejahatan. Disadari atau tidak.
    
Kalau begitu, membongkar Freeport sama dengan
mengembalikan martabat bangsa?
    
Betul! Ini masalah bangsa Indonesia. Jadi saya
menggelindingkan masalah besar ini dalam rangka save
the nation, menyelamatkan bangsa dan masa depan
bangsa. Saya tidak ada kepikiran isu ini menjadi
gerakan politik yang remeh temeh, apalagi ada dagag
sapi. Itu selain lucu, terhina. Ini adalah proyek
besar menyelamatkan bangsa.
    
Seberapa parah imprealisme yang terjadi dalam kasus
Freeport dan lainnya saat ini?
    
Saya kira cukup parah. Karena imprealisme itu
berujung pada sebuah bangsa kehilangan  kedaulatan dan
kebebasannya untuk membangun dirinya sendiri tanpa
bantuan asing. Sekarang ini kita mengetahui bahwa kita
kehilangan kedaulatan kita. Untuk memecahkan masalah
ekonomi nasional, kita pernah mendatangkan 'dukun'
IMF. Sekarangpun utang kita sudah menjerat kita.
Sekarang pun di kabinet itu sesungguhnya kembali di
zaman IMF. Karena menteri keuangannya, menteri
perdagangan dan Meno Ekuinnya itu orang-orang yang
berorientasi pada IMF. Kemudian juga lihatlah, kita
ini tidak berani mengangkat kepala menuruti kemauan
WTO (World Trade Organization, red). Orang Jepang,
orang Perancis, Kanada, Amerika, itu petaninya
dilindungi. Tapi disini petani kita begitu tengkurap
menghadapi WTO, sehingga apapun kata WTO kita
kerjakan. Kita ini jadi bangsa terjajah. Gula kita
impor, disuruh impor paha ayam kita lakukan, impor
beras, naikan BBM dan lain-lain. Jadi sudah tidak ada
kedaulatan lagi. Sehingga
kalau dibandingkan dengan pimpinan negara lain seperti
Ahmadinejad yang melawan Barat, Mahathir yang berani
menegakan kepala terhadap Barat, atau pemerintah Korea
Utara yang juga demikian, India, Cina, atau
negara-negara Amerika Latinnya. Saat ini dibandingkan
negara-negara tersebut, Indonesia menjadi tontonan
yang tidak lucu. Negara yang sudah merdeka 60 tahun,
tapi mentalitasnya masih seperti inlander. Jadi mari
kita kembali menjadi bangsa yang berdaulat, tanpa
tekanan pihak manapun.
    
Apakah ada kepentingan politik pribadi dibalik isu
ini, misalnya modal Anda di 2009 nanti?
    
Pertanyaan Anda sudah banyak ditanyakan. Bahkan ada
yang menyatakan, "Pak Amien, Anda membedah soal
Freeport ini secara sungguh-sungguh ini, hanya karena
menginginkan dana kampanye pilpres 2009 dari pak
Ginandjar Kartasasmita?" Saya gembira dengan komentar
yang aneh-aneh ini. Tetapi kita diajarkan oleh
al-Qur'an, Faidza 'azamta fatawakkal 'alallah, kalau
sudah bertekad tinggal bertawakkal pada Allah. Kalau
diperjalan ada pro-kontra, ada fitnah, itu sesuatu
yang sangat biasa sekali. Nabi yang sempurna saja itu
dikatakan majnun, apalagi orang seperti Amien Rais.
Al-Qur'an juga menyuruh kita untuk terus melakukan
nahyi munkar. Kalau kita dikritik lantas surut, maka
yang keenakan ya yang korupsi itu. Menurut saya, era
Amien Rais itu sudah berlalu. Belakangan saya banyak
mengambil i'tibar (pelajaran, red) bahwa pemimpin itu
harus istiqamah, jangan sampai terjangkit penyakit
nifaq (munafik, red).


--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
Berhenti, berhenti sementara dan konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke