Wah teorinya susah banget sich. Pokoknya tawuran terjadi kalau
dua-duanya mau berantem. Thats all. Kalau enggak, yang satu kabur, atau
dua-duanya kabur :)

Andrew G Pattiwael wrote:
>
> SUARA PEMBARUAN DAILY
>
> Tawuran Tak Bisa Diatasi Dengan
>
> Pembinaan Individual
>
> Jakarta, Pembaruan
>
> Meluasnya tawuran antarpelajar dan makin seriusnya tindak kekerasan yang
> muncul
> membuktikan gagalnya program penanggulangan yang dilakukan selama ini.
> Penanggulangan tawuran gagal karena pendekatan atau teori yang digunakan,
> salah.
>
> Hal itu terungkap dalam "Kajian Penanggulangan Tawuran Siswa Di Daerah
> Metropolitan Jakarta" yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja)
> Penanggulangan
> Tawuran. Laporan diserahkan kepada Mendikbud Juwono Sudarsono di Jakarta,
> Rabu (7/4). Acara itu dihadiri pemimpin redaksi media massa.
>
> "Kegagalan cara penanggulangan tersebut disebabkan oleh kecenderungan mencari
> akar masalah tawuran pada diri individu siswa yang terlibat. Penanggulangan
> seharusnya mempertimbangkan tawuran sebagai gejala perilaku kelompok yang
> tidak
> memiliki kaitan signifikan dengan perilaku individual anggota kelompok
> tersebut," kata
> Ketua Pokja Dr M Enoch Markum.
>
> Dijelaskan, program penanggulangan tawuran pelajar telah dilakukan oleh
> berbagai
> instansi pemerintah yang juga mengikutsertakan pakar dan praktisi. Pada
> 1995/1996
> misalnya, Pemda DKI Jaya melakukan lebih dari 150 kegiatan yang ditujukan
> bagi para
> siswa, guru dan orangtua siswa. Berbagai pendekatan, baik secara
> persuasif maupun
> militeristik, sudah pernah dilakukan. Misalnya Penandatanganan Ikrar,
> Pembinaan
> Pelajar Bermasalah, Pelajar Siaga dan Sekolah Kodim.
>
> Ada anggapan, tawuran dapat diatasi dengan pembinaan siswa secara individual.
> Dengan asumsi, bila setiap individu berkarakteristik baik, maka sebagai
> anggota
> kelompok, mereka akan berperilaku baik.
>
> Padahal, kata Pokja, tawuran adalah bentuk tingkah laku konflik
> antarkelompok yang
> amat berbeda dinamikanya, dengan tingkat laku konflik antarindividu.
> Sehingga usaha
> penanggulangan harus mempertimbangkan tawuran sebagai gejala perilaku
> kelompok,
> yang tidak memiliki signifikan dengan perilaku individual anggota
> kelompok tersebut.
>
> Menurut Pokja, perlakuan penanggulangan yang dipusatkan pada individu
> yang terlibat
> tawuran dan penonjolan ciri negatif siswa merupakan dramatisation of evil
> yang justru
> akan memperkuat kecenderungan penyimpangan perilaku siswa.
>
> "Program Sekolah Kodim justru dapat meningkatkan reputasi siswa yang terlibat
> tawuran di hadapan teman-temannya dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam
> tawuran," jelas Enoch.
>
> Ditambahkan, tidak efektinya program pencegahan dan penanggulangan tawuran
> selama ini adalah karena bersumber pada pendekatan sektoral, individual,
> serta
> terbatas pada tataran konseptual dan tidak berkesinambungan.
>
> Pokja menyarankan agar dilakukan pendekatan yang komprehensif dari
> berbagai sudut
> tinjauan keilmuan, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh. Usaha
> penanggulangan
> dapat dirancang lebih terarah dan konsisten dengan dasar pemikiran yang
> kuat, serta
> secara berkala dapat dilakukan evaluasi program.
>
> Tawuran Basis
>
> Dalam laporannya, Pokja menganalisis permasalahan dari sudut analisa
> sosio-psikologis
> dan analisa sosio-kriminologis.
>
> Analisa sosio-psikologis menunjukkan, tawuran adalah tingkah laku
> antarkelompok,
> yang didasari upaya meningkatkan identitas sosial kelompok dan konsep diri
> anggotanya. Sehingga muncul pandangan stereotipikal yang merendahkan (ingroup
> favouritism) dan prasangka (prejudice) terhadap kelompok lain. Kelompok
> di sini
> adalah sekolah dan basis.
>
> Basis terbentuk dari beberapa kelompok kecil atau kloter (kelompok siswa
> kelas 1, 2
> dan 3) yang bertempat tinggal berdekatan dan menggunakan bus yang sama dari
> rumah. Di terminal misalnya, kloter-kloter ini bergabung dan membentuk
> basis. Dalam
> basis, siswa tidak mengakui adanya pemimpin tunggal, tapi memandang siswa
> kelas tiga
> sebagai pemimpin.
>
> Kegiatan dalam basis sendiri, menurut Pojka, tidak selalu negatif. Basis bisa
> mempersatukan siswa di luar tawuran, misalnya dengan melakukan pertandingan
> sepakbola, mendaki gunung dan lain-lain. Jadi, basis berpotensi untuk
> dikembangkan
> ke arah positif.
>
> "Basis hanya berfungsi sebagai kelompok yang 'agresif' apabila berhadapan
> dengan
> basis sekolah lain yang dianggap sebagai musuh. Di saat tidak kontak
> dengan lawan,
> basis hanya merupakan kerumunan teman sekolah."
>
> Dari analisa sosio-kriminologis, tawuran adalah tingkah laku kolektif.
> Menurut analisa
> kolektifa, keterlibatan seseorang dalam tingkah laku kolektif tidak
> didasarkan
> pertimbangan rasional pelakunya. Dalam kehidupan sehari-hari yang normal,
> para
> individu anggota kelompok adalah orang-orang yang tunduk hukum.
>
> Namun dalam situasi yang sangat khusus, yaitu berada dalam kolektifa atau
> kerumunan,
> mereka seakan menghadapi situasi problematis yang harus segera
> diantisipasi dengan
> suatu tindakan yang nyata. Tindakan nyata yang dipandang paling relevan
> dalam situasi
> problematis adalah tindakan bersama (kolektifa) yang biasanya merupakan
> tingkah laku
> kekerasan kolektif.
>
> Untuk itu Pokja mengemukakan sejumlah saran tindak, yang pada dasarnya
> didasari
> pada dua faktor penyebab gejala tawuran. Yakni faktor utama (basis yang
> dibentuk
> oleh siswa) dan faktor pendukung (kondisi di luar basis yang kondusif
> bagi terjadinya
> tawuran). Saran ditujukan pada banyak aspek, termasuk pembenahan seputar
> basis,
> transportasi umum, Depdikbud dan media massa.
>
> Pokja menyarankan agar dilakukan pelatihan tentang pemahaman dan pengembangan
> nilai baru antitawuran; pengembangan pengenalan diri, kematangan emosi,
> kontrol diri;
> reputasi kelompok yang bernilai positif; bimbingan karir dan pelatihan
> motivasi
> berprestasi. Juga pelibatan senior dan alumni dalam kegiatan pelatihan,
> pengembangan
> komunikasi dan kegiatan bersama antarbasis/sekolah, menempatkan aparat
> keamanan
> pada lokasi rawan tawuran secara berkesinambungan pada jam-jam berangkat dan
> pulang sekolah, serta razia senjata tajam, baik di lingkungan sekolah
> oleh guru maupun
> di luar sekolah oleh aparat keamanan.
>
> Untuk transportasi umum, Pokja menyarankan agar pemerintah menata kembali
> jalur-jalur pertemuan bus rawan tawuran tanpa merugikan masyarakat umum dan
> sistem transportasi publik. Juga perlu kerjasama swasta dengan pemerintah
> atau
> sekolah untuk pengadaan transportasi bagi siswa dan mengembangkan sistem
> karcis
> bagi siswa dengan kartu pelajar sebagai bukti diri.
>
> Media massa diminta mengembangkan model pemberitaan yang antitawuran melalui
> lokakarya bagi jurnalis dan mengembangkan media massa untuk kampanye
> antitawuran. (M-12)
>
> Last modified: 4/7/99

Kirim email ke