Satu lagi bentuk penyelewengan jabatan.....:(
Sayang sekali, baru satu tahun menjabat sudah melakukan
penyalah-gunaan jabatan.....:((
jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu
----------------------
http://www.mandiri.com/isimandiri/contents/Berita/0599/bt260599_2.html
Rabu, 26 Mei 1999
Wardah Hafidz tolak tawaran damai PDR
Laporan Elvy Yusanti
JAKARTA, Mandiri
Ketua Urban Poor Consortium (UPC) Wardah Hafidz menolak tawaran damai yang
diajukan pengacara Partai Daulat Rakyat (PDR) dan mengungkap lebih banyak
lagi
bukti-bukti yang diperolehnya tentang praktek-praktek ‘money politics’ dan
penggunaan fasilitas negara parpol yang dekat dengan Menkop PKM Adi Sasono
tersebut.
Didampingi para pengacaranya dari PBHI, Hendardi dan Johnson Panjaitan,
Wardah
kepada wartawan di Jakarta, Rabu siang, menuturkan, dirinya menolak tawaran
damai yang diajukan pengacara PDR, Mayasak Johan, Senin (24/5), dengan alasan
masalah yang dihadapi bukan kasus pribadi antara PDR dengan URC, ‘melainkan
masalah public accountability’.
Wardah menegaskan dirinya siap menghadapi gugatan PDR maupun Golkar dan
minta Kejagung maupun Polri menindaklanjuti berbagai temuan dan bukti-bukti
yang
diperolehnya tentang praktek-praktek money politics kedua parpol OPP pemilu 7
Juni tersebut.
Hendardi selaku pengacara UPC menyatakan, tawaran damai PDR yang diajukan
melalui PBHI tersebut merupakan hal biasa dalam masalah hukum. Namun, bila
kliennya menolak, PBHI siap untuk menghadapinya di meja hijau. Wardah sendiri
mengakui bahwa dirinya telah mengetahui akan menerima somasi dari PDR dalam
waktu dekat ini.
Lebih jauh kepada wartawan Wardah mengungkap praktek-praktek money politic
dan penggunaan failitas negara oleh PDR dan Golkar. Seperti saat
pendeklarasian
PDR 18 April lalu, ketika sebanyak 14 unit kesenian Reog Ponorogo
didatangkan ke
Senayan.
"Dalam undangannya, tim reog itu diminta untuk ikut merayakan HUT Koperasi.
Mereka masing-masing dibayar Rp1 juta dan mendapat pengawalan dari instansi
Depkop," tuturnya.
Dalam kasus lain, laporan yang diterima UPC dari Jombang menyebutkan,
pembentukan PDR di wilayah itu dilakukan oleh pimpinan Kanwil Depkop Tingkat
II
Jombang dan dana mobilisasi sebesar Rp13 juta ditalangi oleh Kandepkop
setempat.
Kandepkop Jombang dilaporkan pula telah menghabiskan Rp50 juta untuk dana
operasionalis dan sosialisasi partai berlambang tangan menggenggam padi dalam
segitiga tersebut. Laporan lain menyebutkan sementara di daerah lain, dana
Kredit
Usaha Tani (KUT) belum cair, kredit yang sama yang diajukan oleh sebuah LSM,
Pusat Peran Serta Masyarakat (PPSM) cair jauh lebih awal. Dan PPSM banyak
diketahui dekat dengan PDR.
Kasus-kasus lain adalah ‘pemaksaan’ untuk menjadi anggota PDR yang dikaitkan
sebagai syarat pengajuan permohonan kredit seperti yang dilaporkan dari
Sulawesi
Selatan dan NTB. Sedangkan dari Jakarta Utara UPC memperoleh laporan adanya
mobilisasi para ibu rumah tangga kader kesehatan Posyandu dari berbagai
kelurahan untuk kemudian diminta membentuk koperasi dengan tawaran kredit Rp5
juta dan bersyarat jadi anggota PDR.
Sedangkan kasus pelanggaran Golkar, UPC memperoleh laporan di Desa Cipete,
Kecamatan Kebandungan, Kabupaten Sukabumi, para petani dijanjikan tidak harus
mengembalikan kredit KUT total sekitar Rp8,75 juta bila Golkar menang di
desa itu.
Sebaliknya, bila kalah, para petani diwajibkan mengembalikan KUT itu sebesar
Rp12
juta lebih.
Wardah Hafidz menyatakan UPC masih menyimpan lebih bayak lagi data berupa
laporan maupun surat tulisan tangan yang dikirim dari berbagai daerah tentang
praktek-praktek money politics dan penggunaan fasilitas negara oleh kedua
parpol
tersebut. "Saya akan ajukan semuanya ke Panwaslu Pusat untuk ditindaklanjuti.
Kedua parpol itu memang tidak layak untuk ikut Pemilu," demikian Wardah
Hafidz.
Tak lama menyampaikan temuan-temuannya kepada wartawan itu, kediaman
Wardah tiba-tiba didatangi sekitar 50-an orang terdiri atas sejumlahbesar
ibu-obu
rumah tangga. Mereka mengaku dari ‘Aliansi Perempuan Anti LSM Bantuan Asing’.
Mereka memprotes seruan Wardah agar Program Jaring Pengaman Sosial (JPS)
dihentikan. Pasalnya, bila itu dihentikan mereka yang mnegaku dari kalangan
tak
mampu tersebut takkan mendapat bantuan. Selain meneriakkan tuntutan dan
yel-yelnya itu, kelompok tersebut menolak diajak berdialog masuk ke dalam
ruangan
kediaman Wardah. (105)