Menurut pandangan saya yg beragama Kristen ini,
himbauan MUI adalah wajar2 saja.
Namanya juga sudah MUI, Majelis Ulama Indonesia,
suatu organisasi atau wadah tempat berkumpulnya
para ulama Indonesia. Terlepas dari diakui atau tidaknya
organsisasi ini oleh umat Islam. Karena MUI adalah
organisasi Islam yg bergerak di bidang keagamaan,
jadi adalah sangat wajar bila himbauannya adalah
berkaitan dengan agama. Jadi menurut saya himbauan
MUI ini ngga perlu lagi dipermasalahkan apakah wajar
atau tidak karena sudah jelas2 hal tersebut adalah
wajar adanya.

Hanya saja yg sedikit membuat dahi saya berkerut,
apa iya latar belakang agama seseorang sudah bisa
dijadikan jaminan orang tersebut akan berlaku benar?
Sejarah sudah membuktikan bahwa walaupun mayoritas
agama anggota MPR/DPR yg sudah2 adalah Islam,
tapi ternyata tingkah laku sebagian besar dari mereka
kurang mencerminkan agama yg dianutnya. Kelakuan
mereka banyak yg brengsek. Dampaknya, banyak rakyat
yg menderita karena pemerintah yg berkuasa dibiarkan
terus menghisap "darah" rakyat.
Silahkan saya dikoreksi kalau salah.

Berangkat dari sini, saya berani menyimpulkan bahwa
latar agama seseorang tidak menjamin dia akan berlaku
benar, akan memperjuangkan nasib rakyat secara
keseluruhan.
Menurut saya, sudah saatnya rakyat Indonesia berpikiran
maju ke depan dan ngga mundur ke belakang. Sudah
saatnya rakyat Indonesia memilih wakil2nya yg memang
mau dengan tulus dan konsisten memperjuangkan nasib
rakyat kebanyakan. Kalau memang kita mau maju, hilangkan
pengkotak2an berdasarkan agama, ras, gender.
Jangan jadikan seseorang menjadi musuh hanya karena
agama, ras, gender nya berbeda dengan kita. Jadikan mereka
partner kita dalam membangun kembali Indonesia yg kini
porak poranda akibat keserakahan sekelompok orang.

Berikut ini sedikit kritikan saya terhadap cara berpikir
rekan saya, bung Rosadi.


In a message dated 6/2/99 10:56:27 AM Eastern Daylight Time,
[EMAIL PROTECTED] writes:

> Assalamua'alaikum wr.wb
>
>  Himbauan MUI agar umat Islam memilih caleg yang muslim menurut saya adalah
>  suatu hal yang sangat wajar. Logikanya kan sederhana saja, umat Islam yang
>  jumlahnya MAYORITAS di Indonesia tentu sudah sepantasnya memiliki porsi
>  "wakil rakyat" yang mayoritas pula di DPR nanti. Namanya saja sudah Dewan
>  Perwakilan Rakyat....,lembaga yang mewakili suara dan aspirasi rakyat,
>  tentulah anggota-anggotanya harus pula mencerminkan "kondisi" dari rakyat
>  itu sendiri. Sungguh sangat TIDAK ADIL rasanya jika umat Islam yang
>  mayoritas jumlahnya ini hanya memiliki wakil-wakil legislatif yang relatif
>  lebih kecil jumlahnya dibanding wakil-wakil dari umat lainnya. Bagaimana
>  mungkin aspirasi dan kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia ini
>  (muslim) akan tersalurkan jika mereka hanya memiliki sedikit wakil di DPR
>  nanti...??????

Irwan:
Bung Rosadi, selama ini toh anggota DPR itu mayoritas
beragama Islam. Kecuali yg anda bicarakan disini adalah
persentasenya antara komposisi penduduk Indonesia dan
komposisi anggota DPR dari sudut latar belakang agama.
Data mengenai hal ini pun sangat debatable karena memang
kevalidannya sangat diragukan. Saya ngga mau permasalahkan
hal tersebut pada posting kali ini karena buntut2nya nanti
akan main kusir2an lagi....hehehe
Dengan demikian sebenarnya selama ini toh ngga ada
masalah mengenai komposisi anggota DPR kita dari
segi agama yg tampaknya menjadi titik tolak anda
dalam menilai komposisi anggota DPR, karena memang
sudah mayoritas.

Kritikan saya terhadap cara pandang anda yg mengatakan
bahwa karena mayoritas penduduk Indonesia itu beragama
Islam, maka anggota DPR yg anda katakan wakil rakyat
tersebut harus pula mencerminkan kondisi (komposisi
agama) dari rakyat.
Kalau memang landasan berpikir anda seperti ini dalam
menilai caleg mana yg pantas untuk dipilih, karenanya
saya berani mengatakan bahwa mayoritas caleg sekarang
yg ada TIDAK PANTAS untuk dipilih karena tidak mencerminkan
kondisi rakyat Indonesia yg mayoritas petani, pendidikannya
sangat rendah (boro2 sarjana dah), kemampuan ekonominya
sangat rendah (baca: miskin), dan mayoritas wanita.
Nah, coba anda bandingkan dengan caleg2 yg ada, mereka
mayoritas bukan petani, punya pendidikan yg tinggi, kemampuan
ekonomi menengah ke atas, dan mayoritas laki2. Apakah
menurut anda komposisi caleg yg seperti itu sudah mewakili
apa yg anda katakan "kondisi" rakyat Indonesia tersebut?
Anda akan sulit mencarikan jawabannya kecuali anda ingin
berstandar ganda dalam hal ini.

Demikian saja kritikan saya terhadap cara berpikir anda
yg menurut saya akan sulit diterapkan di Indonesia
secara konsisten kecuali bila ingin melakukan standar
ganda.


jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu

Kirim email ke