In a message dated 6/2/99 11:27:40 PM Eastern Daylight Time,
[EMAIL PROTECTED] writes:

> Irwan wrote:
>  >Dengan demikian sebenarnya selama ini toh ngga ada
>  >masalah mengenai komposisi anggota DPR kita dari
>  >segi agama yg tampaknya menjadi titik tolak anda
>  >dalam menilai komposisi anggota DPR, karena memang
>  >sudah mayoritas.


Rosadi:
>  Bung Irwan, tidak tepat juga kalau dikatakan tidak ada masalah. Sebagaimana
>  yang kita sama-sama tahu, rejim orde baru semasa berkuasa dulu benar-benar
>  telah mematikan kehidupan demokrasi di Indonesia.  Kebebasan bersuara serta
>  mengeluarkan pendapat hampir tidak ada,dan partai politik pun dibatasi
hanya
>  3 saja, itupun penuh dengan rekayasa. Kalau kemudian ternyata anggota DPR
>  yang mayoritas beragama Islam tsb banyak yang brengsek (hampir semuanya
dari
>  Golkar), itu karena 'standar keislaman' yang dipakai adalah standar KTP
>  semata, tidak berdasarkan kualitas keislamannya. Selain itu sikap otoriter
>  dan kediktatoran rejim orba membuat banyak orang pada masa itu tidak bisa
>  berbuat banyak melawan kesewengan rejim tsb. Maka jangan heran jika
>  anggota-anggota DPR pada masa itu banyak yang brengsek dan membuat rakyat
>  (yang sebagian besar muslim) menderita karenanya.

Irwan:
Lho, anda ini gimana toh bung Rosadi. Di posting terdahulu
khan yg coba anda angkat adalah masalah komposisi
yg dikaitkan dengan kuantiti. Makanya saya komentarinya
dengan mengikuti jalan pikiran anda, yaitu dari segi kuantiti.
Saya katakan di atas, toh dari permasalahan kuantiti yg
anda angkat pada posting terdahulu ternyata sebenarnya
tidak pernah ada masalah dalam hal kuantiti selama ini.
Saya katakan tidak ada masalah dalam hal kuantiti, kemudian
anda sangkal dengan mengatakan ada masalah dengan
kualiti. Jadi ngga nyambung lah....:)
Saya jadi mulai bingung nih diskusi dengan anda.

Ini dah saya kutipin lagi posting anda terdahulu yg saya
komentari:

In a message dated 6/2/99 10:56:27 AM Eastern Daylight Time,
[EMAIL PROTECTED] writes:

> Assalamua'alaikum wr.wb
>
>  Himbauan MUI agar umat Islam memilih caleg yang muslim menurut saya adalah
>  suatu hal yang sangat wajar. Logikanya kan sederhana saja, umat Islam yang
>  jumlahnya MAYORITAS di Indonesia tentu sudah sepantasnya memiliki porsi
>  "wakil rakyat" yang mayoritas pula di DPR nanti. Namanya saja sudah Dewan
>  Perwakilan Rakyat....,lembaga yang mewakili suara dan aspirasi rakyat,
>  tentulah anggota-anggotanya harus pula mencerminkan "kondisi" dari rakyat
>  itu sendiri. Sungguh sangat TIDAK ADIL rasanya jika umat Islam yang
>  mayoritas jumlahnya ini hanya memiliki wakil-wakil legislatif yang relatif
>  lebih kecil jumlahnya dibanding wakil-wakil dari umat lainnya. Bagaimana
>  mungkin aspirasi dan kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia ini
>  (muslim) akan tersalurkan jika mereka hanya memiliki sedikit wakil di DPR
>  nanti...??????

Irwan:
Nah, bung Rosadi, anda khan sudah lihat kembali bahwa
yg anda angkat itu masalah kuantiti dan bukan kualiti.
Tapi kalau anda mau meluaskan permasalahannya ditambah
dengan kualiti juga ngga apa2 sih. Cuma saja mbok ya
satu2 dituntasin dulu. Gitu lho diskusi yg enak.
Saya juga tidak melihat usaha anda untuk meralat
pernyataan sebelumnya sebelum mengangkat
masalah baru.

Rosadi:
>  Saat gerakan reformasi berhasil menumbangkan rejim orba, kebebasan bersuara
>  dan mengeluarkan pendapat pun terbuka lebar-lebar. partai-partai politik
>  barupun banyak bermunculan, termasuk didalamnya partai-partai Islam.
>  Kemunculan partai-partai Islam sekaligus membawa angin segar bagi munculnya
>  calon-calon legislatif muslim yang benar-benar berkualitas, baik dari sisi
>  keislamannya maupun dari sisi intelektualitasnya (bukan cuma Islam KTP
>  doang!). Inilah yang membedakan caleg muslim masa orba dulu dengan
>  caleg-caleg muslim di era reformasi ini. Maka tidaklah heran jika kemudian
>  MUI menghimbau kepada para pemilih muslim untuk memilih caleg-caleg yang
>  muslim, karena memang saat ini begitu banyak pilihan caleg-caleg muslim
yang
>  berkualitas. Pilihan kepada caleg-caleg Islam ini semata-mata agar umat
>  Islam dapat lebih berperan aktif lagi dalam percaturan politik di
Indonesia,
>  karena semasa orba dan orla dulu umat Islam selalu dipinggirkan dan
perannya
>  tidak lebih dari sekedar penonton saja.

Irwan:
Komentar saya singkat saja, sayang sekali orang sekaliber
Kwik Kian Gie harus tersisihkan hanya karena dia
beragama bukan Islam. Ini kalau saya mengikuti jalan
pikiran anda.
Tapi saya yakin, masih banyak rekan2 saya sebangsa
setanah air yg beragama Islam yg pemikirannya jauh
lebih terbuka dalam melihat permasalahan dan lebih
melihat kemuka, menuju Indonesia Baru yg kita inginkan
bersama. Melangkah maju bersama dengan menganggap
orang yg tidak seiman dengannya bukanlah musuh yg
harus dihindari tapi adalah partner yg harus digandeng.


Irwan:
>  >Kritikan saya terhadap cara pandang anda yg mengatakan
>  >bahwa karena mayoritas penduduk Indonesia itu beragama
>  >Islam, maka anggota DPR yg anda katakan wakil rakyat
>  >tersebut harus pula mencerminkan kondisi (komposisi
>  >agama) dari rakyat.
>  >Kalau memang landasan berpikir anda seperti ini dalam
>  >menilai caleg mana yg pantas untuk dipilih, karenanya
>  >saya berani mengatakan bahwa mayoritas caleg sekarang
>  >yg ada TIDAK PANTAS untuk dipilih karena tidak mencerminkan
>  >kondisi rakyat Indonesia yg mayoritas petani, pendidikannya
>  >sangat rendah (boro2 sarjana dah), kemampuan ekonominya
>  >sangat rendah (baca: miskin), dan mayoritas wanita.
>  >Nah, coba anda bandingkan dengan caleg2 yg ada, mereka
>  >mayoritas bukan petani, punya pendidikan yg tinggi, kemampuan
>  >ekonomi menengah ke atas, dan mayoritas laki2. Apakah
>  >menurut anda komposisi caleg yg seperti itu sudah mewakili
>  >apa yg anda katakan "kondisi" rakyat Indonesia tersebut?
>  >Anda akan sulit mencarikan jawabannya kecuali anda ingin
>  >berstandar ganda dalam hal ini.

Rosadi:
>  Bung Irwan, karena masalah yang diangkat dalam diskusi ini adalah seputar
>  himbauan MUI agar memilih caleg muslim, maka sudah barang tentulah
"kondisi"
>  yang saya maksudkan pada psotingan saya terdahulu adalah sebatas komposisi
>  agama rakyat Indonesia. Tentang alasan yang melandasi pemikiran saya tsb
>  telah saya sebutkan diatas. Jadi tidak ada perlu bersulit-sulit bermain
>  standar ganda dalam masalah ini.

Irwan:
Soal himbauan MUI, sudah saya paparkan dalam posting
pertama saya bahwa himbauan MUI adalah suatu yg sangat
wajar sekali dengan melihat MUI adalah organisasi agama,
dalam hal ini agama Islam. Justru yg menjadi tidak wajar
kalau MUI menyarankan agar memilih caleg dari agama
non-muslim.

Pada posting tersebut juga saya tidak mempermasalahkan
benar atau salahnya isi himbaun tersebut karena memang
konteks permasalahannya hanya pada wajar atau tidaknya
saja MUI menghimbau hal seperti itu seperti yg diajukan
penanya awal.

Kemudian anda mengangkat masalah itu dengan melihat
kewajaran tersebut dari sudut pandang mayoritas.
Penekanan anda pada hal mayoritas. Karena kondisi masyarakat
Indonesia mayoritas adalah X maka komposisi wakil rakyat
yg ada di DPR juga harus mayoritas X. Kira2 begitu khan
dasar pemikirannya? Silahkan dikoreksi oleh siapa saja
peserta milis yg kebetulan mengikuti diskusi ini kalau
memang saya salah menangkap titik tolak pemikiran
dari rekan kita, bung Rosadi.

Nah, karena titil tolak pemikiran anda adalah perihal
mayoritas, karenanya saya juga mencoba membukakan
sudut pandang anda juga berdasarkan tolok ukur mayoritas
dari komposisi yg ada dimasyarakat kita.
Kalau anda menutup mata dengan mayoritas2 lainnya
yg sudah saya paparkan dan hanya memandang mayoritas
agama saja dalam menentukan komposisi wakil rakyat di DPR,
itu sama saja dengan anda sudah menerapkan standar ganda
dalam hal ini. Anda menggunakan peranan kata "mayoritas"
hanya yg sesuai dengan pemikiran anda saja atau yg hanya
mendukung pernyataan anda saja dan menutup mata dengan
kemungkinan lain. Atau mungkin anda malah tidak mengakui
adanya mayoritas2 lain dalam komposisi rakyat Indonesia?
Lihat kembali bentuk mayoritas2 dari kondisi masyarakat
yg sudah saya sebutkan. Silahkan abaikan kalau anda merasa
hal tersebut adalah tidak benar.

Saya koq tiba2 jadi terlintas ya, gimana nih kalau seandainya
komposisi wakil rakyat di DPR itu dilihat dari komposisi
penyumbang terbesar terhadap pendapatan negara?
Wah, bisa2 rakyat Irian yg notabene mayoritas penduduknya
adalah Kristen bisa nuntut komposisi yg lebih besar lagi
untuk kursi DPR. Bukankah itu juga hak mereka yg merasa
telah banyak menyumbang pada negara ini. Coba deh anda
renungin, kalau2 sampai ada pemikiran dari mereka,
ngapain juga gue yg Kristen ngidupin orang Islam yg
membeda2kan antara Kristen dan Islam.
Nah lho, jadi ramai khan?

Makanya bung Rosadi, saya tuh kemarin mengkritik
cara berpikir anda yg memang banyak lemah dan
lubangnya itu. Kalau anda anggap hal tersebut adalah
kebenaran yg harus anda perjuangkan, ya saya mah
ngga bisa ngapa2in, wong setiap orang bebas koq
untuk memperjuangkan sesuati yg dia yakini.
Sayangnya, cara berpikir anda tersebut bisa2 menjadi
bumerang setelah saya memperhatikan bahwa tampaknya
rakyat Indonesia saat ini lebih banyak yg sudah berpikiran
lebih maju dari anda dalam masalah seperti ini.
Ini pendapat pribadi saya saja lho....:)

Bung Rosadi, sebagai penutup posting saya kali ini,
saya ajak anda untuk merenungi kembali ucapan dan
ajakan KH. Syamsi Ali, wakil dari Partai Keadilan, partai
dimana anda menjadi salah satu kader, dalam pertemuan
di DC yg anda postingkan di milis ini.
Sikap dan cara berpikir anda saya perhatikan bertentangan
dengan semangat yg dilontarkan oleh beliau. Jangan
jadikan ajakannya menjadi ajakan kosong atau pun semu
dengan bertingkah laku atau berpola pikir yg bertentangan.

Saya kutipkan saja ucapan KH Syamsi Ali, wakil dari PK
dalam pertemuan di DC yg dilaporkan oleh bung Rosadi
dalam posting terpisah dibawah judul:
"[PPLN DC] Berita Santiaji Pemilu dan dialog Parpol!"
---------kutipan--------
Sementara wakil dari Partai Keadilan (PK) yang mendapat giliran kedua
menyampaikan salam persahabatan atas nama seluruh jajaran pengurus partai
keadilan kepada masyarakat Indonesia di Washington DC. Selanjutnya wakil PK
yang sengaja didatangkan dari New York ini,menyampaikan betapa Islam yang
dipakai sebagai azas PK sangat menghargai perbedaan-perbedaan (agama,
suku,dsb) yang ada di masyarakat. Sambil menyitir sebuah surat dalam
Al-qur'an, pak Syamsi Ali mengatakan kita seharusnya bisa menerima
perbedaan-perbedaan yang ada tersebut dengan lapang dada, karena hal itu
merupakan suatu sunatullah (hukum alam). Hanya dengan sikap saling
menghormati dan menghargai satu sama lain, kita dapat meredam timbulnya
gejolak akibat dari perbedaan-perbedaan tsb.
----------akhir kutipan------

Irwan:
Hargailah perbedaan agama yg ada, terimalah dengan lapang
dada perbedaan tersebut. Mari kita bangun kembali Indonesia
yg porak poranda ini menuju Indonesia Baru dengan dasar yg
benar. Jangan lagi kita pakai cara2 Golkar yg sering memperalat
agama atau menggunakan isu2 agama untuk mencapai tujuan
dan kepentingan sendiri serta kelompoknya.
Menggunakan isu2 agama adalah cara2 Golkar. Kalau anda
menggunakan cara2 seperti itu, tampaknya bridwan bisa
mengkategorikan anda ke dalam kategori orang2 lama.....:)

Yuk dah, saya ajak anda untuk mau berpikiran lebih maju lagi....:)

jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu

Kirim email ke