At 9:06 AM 9/30/1999, Jeffrey Anjasmara wrote:

|Saya bener-bener bingung yang mana pernyataan Menhan Mur ini, apakah versi
|Kompas atau versi SMH?

Alhamdulilah ... setelah kenyang membaca tulisan dari Bung Jeffrey yang
produktip, akhirnya ada juga satu tayangan yang agak cerdas
(intelligent). Kebingungan memang merupakan prasyarat pencerahan .. atau
kalau meminjam ujar-ujar kahlil Gibran, "Perplexity is the beginning of
knowledge."

Memang baca berita itu tidak bisa cuma yang 'enak didengar telinga' saja,
tetapi perlu membaca dan mengikut-sertakan sumber lain sebagai
pembanding. Ini kalau yang dimaksud adalah mencari "kebenaran" ("the
truth"). Memang sangat susah mencapai "The Truth' (capitalized, as for
the Absolute Truth), tetapi makin bervariasi sumber yang dipakai --dan
tentunya makin 'open-minded' sikap pikir kita-- makin dekat kita pada The
Truth, paling tidak akan mendapatkan mencapai "a better truth"
(dibandingkan kalau hanya lihat dari satu sisi saja).

Nah, kalau beritanya berbeda --bahkan dalam hal ini diametrikal-- mana
yang betul. Disinilah faktor "kecerdasan" masuia mabil bagian. Kemampuan
analisa, kepandaian memisahkan antara fakta dan opini sangat berperan.
Pada akhirnya setiap individu harus mengambil keputusan dan pisosinya
masing-masing. "The truth" atau kesimpulan yang ditarik pun masih
tergantung pada masing-masing individu.


|We'll hunt down militias
|
|By BERNARD LAGAN and PETER COLE-ADAMS
|
|The Australian-led force in East Timor might cross Indonesia's
|border in "hot pursuit" if Indonesia allowed Timorese militias to
|launch attacks from its territory, the Defence Minister, Mr
|Moore, warned yesterday.
|
|Expressing concern at a build-up of militias in Indonesian West
|Timor, Mr Moore said the mandate given to the international
|force Interfet under Article 7 of the United Nations charter
|authorised such interventions. This allows raiders to be chased to
|their hideouts across the border.
|----------------------
|
|Menhan Australia:
|Australia Tidak Akan Kejar Milisi
|Pro-Integrasi ke NTT
|
|Canberra, Antara
|
|Pasukan Australia di Timtim tidak mungkin akan mengejar
|para milisi pro-integrasi hingga masuk ke wilayah Nusa
|Tenggara Timur (NTT)--negara Barat menyebutnya Timor
|Barat--karena mandat PBB tidak membenarkan tindakan
|tersebut.
|
|Menteri Pertahanan Australia John Moore, Kamis,
|menyatakan, Pasukan Internasional untuk Timtim (Interfet)
|memang diberi wewenang penuh untuk menggunakan kekuatan
|bersenjata, tetapi pemerintah Australia tidak
|mengharapkan itu terjadi.

Dalam membandingkan kedua berita diatas, kita bisa pakai logika bahasa
sederhana saja. Mandat PBB (artikel 7) membolehkan tentara UN melakukan
lintas batas kalau memang ada provokasi dari tetangga sebelah. Tentunya
tetangga sebelah ini bisa protes, tetapi logikanya kalau provokasi ini
--meskipun karena ulah si oknum provokator-- berasal dari rumah tetangga,
adalah tanggung-jawab si tetangga ini untuk menjewer si provokator supaya
tidak mengganggu tetangga di sebelah timurnya.

Entahlah apa motivasi Antara menyiarkan kabar tersebut -- yang sayangnya
dikutip dengan taat (tanpa konfirmasi lagi) oleh kebanyakan koran
Indonesia. Saya rasa kemungkinan terjadinya salah kutip atau salah
terjemahan sangat kecil. Suara Pembaruan yang meliput langsung dari
Canberra melaporkannya mirip beritanya SMH (Suara Pembaruan, 30 September
99, "TNI Akan Hadapi Interfet Bila Masuk Timor Barat")

 "Sebagaimana diketahui, Menhan Australia John Moore mengatakan
  pasukan multinasional di Timtim mempunyai wewenang untuk melintasi
  perbatasan di Timor Barat jika mereka terlibat pertempuran dengan
  milisi pro-integrasi dan harus melakukan pengejaran (hot pursuit).
  Pernyataan John Moore itu muncul setelah sebuah laporan menyebutkan
  para milisi membangun kekuatan di Timor Barat."


Dalam menyimaki berita, pembanding dari sumber lain adalah mutlak perlu
untuk bisa membuat kesimpulan yang lebih baik. Kredibel tidaknya berita
sendiri, memerlukan koroborasi atau dukungan dari evidence, bukti-bukti,
dan saksi mata lainnya yang independent. Ini mungkin bisa menjelaskan
kenapa berita "pembakaran hidup-hidup" kemarin itu tidak disiarkan oleh
kantor berita lain  (seperti Reuter, AFP, CNN) tetapi hanya oleh kantor
berita Antara sendirian. Berita di koran lokal seperti Kompas, Republika,
Suara Merdeka tidak biosa dianggap koroborasi, karena mereka hanya
mengutip dari Antara.

Kejadian tersebut, yang katanya terjadi pada saat pendaratan (20
September) di dermaga Dili, seharusnya menjadi berita besar. Tentara
dibawah mandat PBB sampai melakukan kekejaman seperti itu adalah
'unprecedented', seharusnya jadi cover-page berbagai media massa dimana
saja. Kebiadaban model 'bakar hidup-hidup' semacam itu hampir tidak
mungkin lolos dari liputan pers internasional. Tetapi kenyataannya berita
tersebut ternyata hanya berdasarkan "cerita" dari seorang milisi PPI
(Mahadomi) Filomeno Antonio Britto. Sejauh ini tidak ada bukti atau
kesaksian lain yang mendukung (lack of corroborated evidence). Kantor
berita lain --yang reputable-- tidak memberitakan hal ini sama sekali,
besar kemungkinan karena tidak adanya faktor yang mendukung koroborasi
yang independent tersebut.


Moko/

Kirim email ke