In a message dated 10/8/99 12:34:45 AM Eastern Daylight Time,
[EMAIL PROTECTED] writes:

> So what ?
>  Kesimpulannya aja dech, susah ngomong sama Anda.


Irwan:
Ternyata rakyat AS itu menganggap bahwa walau hanya
mendapat 25.7% tapi kalau sudah memenangkan pemilihan
ya dianggap mewakili kemauan kebanyakan rakyat.
Jadi, ngga butuh harus mendapat lebih dari 50%....:)

Oh ya, kalau ngga salah khan anda ya yg kemarin menjamin
kandidat presiden ngga akan lebih dari 3 tahun 2004 nanti?
Kalau anda perhatikan sejarah kandidat presiden AS sejak
tahun 1789 dulu, maka anda bisa bisa lihat alasan saya
kenapa saya tidak yakin kandidat presiden mendatang
tidak lebih dari 3 dengan asumsi tidak dibuat aturan dibatasi
maksimum hanya tiga saja.
Tidak menghargai pilihan rakyat saat ini bagi saya sama
saja menanamkan masalah besar yg bisa muncul dikemudian
hari. Hendaknya ini sangat dipertimbangkan oleh para elit politik.

Anda kemarin disini mengatakan demokrasi kita menggunakan
demokrasi perwakilan. Pernahkah anda bertanya apakah
pemilih PAN dulu setuju kalau para wakilnya memilih capres
yg bukan Amien Rais seperti yg dulu dijanjikan waktu kampanye?
Pernahkah anda berpikir apakah pemilih PPP pada pemilu
kemarin setuju kalau para wakilnya memilih presiden selain
Hamzah Haz, capresnya PPP yg di sosialisasikan waktu
kampanye pemilu kemarin?
Apakah menurut anda pemilih2 Golkar akan rela para wakilnya
memilih capres yg bukan Habibie seperti yg dikampanyekan
pemilu lalu?
Dan terakhir, apakah anda pikir pemilih2 PDIP juga akan
merasa diwakili bila para wakilnya nanti memilih capres yg
bukan Megawati seperti kesepakan kongres dan juga sering
disosialisasikan selama kampanye pemilu lalu.

Bottom line, bila semua wakil konsisten untuk mewakili
suara pemilihnya pada pemilu lalu soal presiden, maka
para wakil itu tidak punya hak untuk merubah pilihan
selain capres yg dijanjikan pada waktu kampanye lalu.
Bila dirubah, bagi saya itu sudah berhianat tidak lagi
bisa dibilan mewakili. Demokrasi perwakilan tidak sama
dengan demokrasi kumpul2/arisan.

Di AS, setiap wakil itu harus mendengarkan pendapat
para pemilihnya. Mereka punya daftar nama2 anggota
partai yg memilihnya. Para anggota pemilih partai yg
tetap itu pun punya nomor akses telpon ke wakilnya
atau pun sekretaris wakilnya yg setiap saat bisa dihubungi.
Jadi, mereka walau sudah dipilih ngga bisa seenaknya
saja bilang suaranya adalah suara rakyat yg memilihnya
kalau dia merubah pilihan yg tidak sesuai dengan janji
kampanye dulu.

Jadi, mau sistem perwakilan keq mau sistem langsung keq,
kalau dilakukan dengan konsisten maka hanya capres
pemenang pemilu lah yg memang paling layak memimpin
pemerintahan.

Anda pernah tinggal di AS?
Kalau pernah, maka anda bisa lihat bagaimana kasus
Monica vs Clinton kemarin ada anggota dari partai republik
yg membelot dari kebijakan partainya. Kenapa?
Karena masyarakat pemilihnya (daerahnya) meminta mereka
mempertahankan Clinton di White House. Para wakil itu
walau sudah terpilih harus tunduk dengan kemauan rakyat
di daerahnya. Dari mana mereka bisa tahu kemauan masyarakat
pemilihnya? Ya dari daftar anggota tetap pemilih partai baik
yg dihubungi oleh sekretaris partai di daerah pemilihannya tersebut
atau pun yg menghubungi langsung ke sekretariat partai.
Nah, ini baru yg namanya membawa suara rakyat.
Jadi jangan suara pribadi dibilang suara rakyat yg memilihnya.
Khan aneh. Sejak kapan masyarakat pemilih PAN dimintai
pendapat bahwa para wakilnya akan memilih capres yg bukan
Amien Rais seperti dijanjikan dulu dalam pemilu. Sejak kapan
masyarakat pemilih PPP pernah ditanyain pendapatnya bahwa
para wakilnya tidak jadi memilih Hamzah Haz sebagai presiden
seperti yg dijanjikan dalam kampanye dulu tapi akan memilih
capres lain? Apa demokrasi perwakilan yg sering anda sebut
itu yg seperti ini?


jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu

Kirim email ke