Terlampir artikel dari Tempo. Nggak usah muja-muji karena anda salah alamat.
Puji aja Mahaguru Gus Durno yg gila pujian. Bikin aja statement dukung Gus
Dur, entar kan anda diangkat jadi Pangkostrad...hehe...
Semoga anda paham bagaimana modus operandi orang-orang komunis. Susup sana
susup sini, begitu sudah berhasil (cukup kuat) langsung bikin acara
revolusi. Ini tidak terjadi di Indonesia saja lah. Makanya rajin baca-baca
dong mas. Mas mestinya juga bisa ambil konklusi kalau dari misal 10 kejadian
di segala sudut dunia dengan revolusi komunis berakhir dengan pembantaian
semua pihak yg tidak sepaham, artinya kemungkinan besar juga akan terjadi
hal yg sama di masa depan. Ini kalau mau bikin acara statistik.
Mengenai kemungkinan bahwa Cuba menderita semata karena embargo US, itu
kesimpulan yg gegabah. Sama saja dengan bikin kesimpulan kalau RI nggak
diperintah Suharto pasti sudah jadi negara superpower. Lagipula dapat info
dari mana kalau di sana nggak ada KKN? Jangan bicara tanpa fakta ah.
Sudah nonton film Noriega nggak? Cuba disebut-sebut juga terlibat pengedaran
obat bius tuh. Kali aja ekonomi rada tertolong gara-gara itu. Lagipula siapa
yg bilang ekonomi Cuba punya status mending? Lihat sejarah Cuba apa iya
sebelum embargo ekonomi mereka bagus? Enggak tuh. Jauh.....:)
Mengenai demokrasi, demokrasi ya demokrasi. Masak saya mesti nulis panjang
lebar. Kalau kaum komunis selalu membantai semua yg tidak sepaham apa itu
wujud dari demokrasi. Memang kelihatan ironis, yaitu menghalangi
perkembangan paham ini seolah-olah tidak berdemokrasi pula. Ini yg mau
ditekankan oleh Mbah Dajjal Gus Durno itu. Kalau cara penterjemahan
demokrasi model ini dikembangkan, maka mestinya semua orang boleh
kowan-kawin seenaknya, telanjang bulat seenaknya, ambil harta orang
seenaknya. Kan kita nggak boleh membatasi hak orang.
Mengenai Mahaguru Gus Durno, saya sekarang jadi mempertimbangkan kebenaran
rumor-rumor yg berkembang sebelum pemilu dulu bahwa Gus Durno sempat
mengenyam paham kekiri-kirian (ini halusnya) pada saat beliau ini berada di
Irak. Benar tidaknya ya tidak tahu. Cuma dengan kekerasan hati si beliau ini
dalam menggolkan rencana ini (berita terbaru hari ini), saya kok jadi rada
percaya dg rumor yg dulu itu.
Yang makin ironis buat saya adalah kenyataan sejarah bahwa yg saling
membantai tahun 1960-an itu antara kader NU dan dan kader PKI. Mungkin
karena pengalaman itulah PKI perlu menyusupkan pahamnya, dan tidak
tanggung-tanggung disusupkan ke anak pentolan NU. Nah lho.....:) Buah
keberhasilan walaupun harus menunggu lebi dari 30 tahun ternyata dapat
dipetik juga.
Anjasmara
---------------------------------
Jatuh Bangun Komunis di Indonesia
Bagian I (1902-1926):
Lahirnya Partai Komunis Indonesia
TEMPO Interaktif, Jakarta: Sejauh penelitian yang ada, nama Sneevliet
adalah pembawa ideologi komunisme dari Nederland dan disebarkan di
Indonesia. Tidak hanya kepada orang Belanda di Indonesia, tapi juga orang
Indonesia.
Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Lahir di Rotterdam, 13 Mei
1883. Sejak tahun 1902 ia sudah aktif dalam kehidupan partai politik. Waktu
itu ia tergabung dalam Sociaal Democratische
Arbeid Partij (SDAP) di Nederland sampai 1909. Ketika keluar tahun 1909,
Sneevliet aktif di dunia perdagangan. Di situlah ia memasuki wilayah
Indonesia.
Tahun 1913 tokoh ini tiba di Indonesia. Ia sempat bekerja di harian
'Soerabajaasch Handelsblad', Surabaya. Masih di tahun yang sama, ia pindah
ke Semarang dan diangkat menjadi sekretaris di perusahaan bertajuk
Semarangsche Handelsvereniging. Tahun 1914, Sneevliet mendirikan Indische
Sociaal Democratische Vereniging atau ISDV. Organisasi politik yang
tujuannya untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Indonesia.
Adalah majalah Het Vrije Woord yang menjadi corong propaganda ISDV. Beberapa
tokoh Belanda yang juga aktif membantu Sneevliet adalah Bergsma, Adolf
Baars, Van Burink, Brandsteder dan HW Dekker. Di kalangan pemuda Indonesia
tersebut nama-nama Semaun, Alimin dan Darsono. Juga buruh buruh kereta api
dan trem yang bernaung dibawah organisasi Vereniging van Spoor Tramweg
Personal (VTSP).
Semula Semaun, Darsono dan Alimin adalah anak buah HOS Tjokroaminoto.
Mereka terdaftar sebagai anggota Central Sarekat Islam (CSI) di Surabaya
sejak 1915. Setelah cukup dekat dengan Sneevliet, ketiganya memutuskan
pindah ke Semarang. Tempat di mana Sneevliet mendirikan ISDV. Di Semarang,
mereka menjadi pimpinan SI lokal. Karena sikap dan prinsip komunisme mereka
yang semakin radikal, hubungan dengan anggota SI lainnya mulai renggang.
Bahkan saat kongres ketiga di Bandung, Semaun dengan lantang dan
terang-terangan menentang agama sebagai
dasar pergerakan SI. Akibatnya SI pecah menjadi SI Putih yang dipimpin HOS
Tjokroaminoto, H.Agus Salim dan Abdul Muis. Di sisi lain ada SI Merah yang
dikepalai Semaun dan teman temannya.
Sneevliet dan teman teman Belandanya memperluas pengaruh mereka ke
kalangan yang memiliki posisi penting. Militer yang waktu itu personilnya
sekitar 25.000 termasuk yang diincar Sneevliet. Yang 'digarap' Sneevliet
adalah serdadu-serdadu angkatan darat. Angkatan laut digarap Brandsterder.
Semaun, Darsono dan Alimin ditugaskan mempropaganda ke kalangan rakyat yang
menjadi anggota SI.
Pemerintah Hindia Belanda yang mulai mengangkap gelagat tidak baik ISDV
dengan propaganda komunisnya, menangkap Sneevliet dan mengusirnya dari
Indonesia. Adapun ISDV yang sudah kehilangan pemimpin-pemimpin akibat diusir
dari Indonesia, juga mulai dijauhi masyarakat karena sikap mereka yang
seringkali radikal dan membuat jengkel masyarakat. Maka dari itu Semaun
mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia pada 23 Mei 1920. Tujuh bulan
kemudian, partai ini mengubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia.
Ketuanya Semaun.
Tokoh kiri yang tidak kalah peranannya adalah Tan Malaka. Ia lahir di
Gadang, Sumatera Barat. Saat berumur 16 tahun, Tan dikirim ke Nederland.
Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah
perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan
perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal
pada diri Tan muda. Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan
Semaun. Oleh Semaun, ia diserahi tugas 'mulia' untuk membina dan mengajari
generasi muda setempat dengan paham komunisme di sebuah sekolah. Sekolah ini
kemudian diberi nama 'Sekolah Tan Malaka'.
Murid yang dianggap berprestasi akan direkomendasikan menjadi pengurus
PKI. Di saat-saat kosong atau hari hari khusus mereka ditugaskan untuk
melakukan propaganda dikampung-kampung. Saat kongres PKI 24-25 Desember
1921, Tan Malaka diangkat sebagai pimpinan partai. Januari 1922 ia ditangkap
dan dibuang ke Kupang. Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan
mengembara ke Berlin, Moskow dan Nederland.
Selain menyusup ke kalangan masyarakat, PKI juga terang terangan
menuliskan agitasinya lewat media massa. Tak sedikit media yang berkedok
Islam, padahal di belakangnya komunis. Di antaranya yang terbit di Semarang
seperti 'Sinar Hindia'; Soeara Ra'jat; 'Si Tetap'; dan 'Barisan Moeda'. Di
Surakarta antara lain 'Islam Bergerak'; 'Medan Moeslimin; 'Persatuan Ra'jat
Senopati'; dan 'Hobromarkoto Mowo'. Di Surabaya ada 'Proletar', di
Jogjakarta terkenal dengan 'Kromo Mardiko' dan di Bandung dengan 'Matahari';
'Mataram', 'Soerapati' dan 'Titar'. Di Jakarta ada dua yaitu 'Njala' dan
'Kijahi Djagoer'.
Pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Kota Gede Yogyakarta,
dibicarakan tentang rencana gerakan secara serentak diseluruh Indonesia.
Yang menjadi 'kembang' di kongres kali itu bernama Alirahman yang
mengusulkan diadakan gerakan revolusioner dengan membentuk kelompok-kelompok
yang masing masing terdiri dari 10 orang. Tapi usulannya ini kurang begitu
disambut, pimpinan PKI saat itu: Darsono.
Memang, dibanding rekan seangkatannya: Semaun, Darsono tergolong lunak. Dia
tidak pernah menginginkan terjadinya pertumpahan darah, atau penggunaaan
bom, teror dan tindakan radikal lainnya.
Nah, ketika para pendiri PKI seperti Darsono, Semaun dan Alimin sudah
'hengkang' ke luar negeri, pimpinan pimpinan PKI pusat maupun daerah
menjadi lebih radikal dan melakukan pemberontakan di berbagai tempat di
Jawa.
Pemberontakan 1926
Saat itu yang menjadi Gubernur Jendral adalah Van Limburg Stirum. Yang
menjadi ketua Serikat Islam Merah sekaligus PKI bernama: Muso. Dalam
propaganda, PKI di bawah Muso selalu aktif mendatangi rumah-rumah
penduduk. Lalu pemilik rumah disuruh membeli karcis merah seharga setalen.
Ada juga yang harganya satu setengah gulden. Mereka yang telah membeli
karcis ditunjuk untuk melakukan huru-hara tanggal 12 dan 13 November 1926.
Penjara Glodok dan Salemba termasuk yang diserang. Juga rumah Gubernur
Jendral Van Limburg. Pada hari yang sama, di
tempat lain, seperti Banten, terjadi hal sama.. Di sana malah berlangsung
sampai 5 Desember. Di Bandung sampai 18 November, Kediri sampai 15 Desember.
Rencananya akan terjadi juga pemberontakan
di Banyumas, Pekalongan dan Kedu. Tapi entah kenapa gagal. Pemerintah Hindia
Belanda langsung mengambil tindakan tegas. Tanggal 1 Desember 1926, sebanyak
106 pemegang karcis merah dari Tanah Abang dan Karet digiring ke kantor
Kabupaten di daerah Molenvliet (Gambir sekarang, red). Muso sendiri lari ke
Rusia. Sebelumnya ia berada di Singapura bersama Alimin.
Orang-orang PKI melakukan serangkaian perusakan. Kantor telepon dan
telegraf diserang. Rel kereta api di Banten dibongkar. Pemberontakan meluas
juga sampai ke Padang dan Padang Panjang. Dari kalangan militer yang
terlibat tertangkaplah Wuntu, seorang serdadu Menado. Saat itu ia dan lima
orang rekannya hendak merampas sebuah bengkel di Bandung. Gembong-gembong
PKI yang sudah ditangkap terlebih dahulu sebelum
pemberontakan meletus adalah Darsono, Alirahman dan Marjohan. Sedangkan
Alimin, pendiri PKI, sudah lebih awal ke Rusia.
Adapun Semaun yang lari dari Indonesia sempat mampir ke Leiden, Belanda. Di
sana ia ikut dalam 'Perhimpunan Indonesia'-nya Mohammad Hatta dan Ahmad
Subardjo. Karenanya pemerintah Belanda sempat menghubung-hubungkan
peristiwa yang terjadi di Jawa dengan 'Perhimpunan Indonesia'. Bahkan
Mohammad Hatta, Nazir Pamuntjak, Ahmad Subardjo dan kawan-kawannya sempat
ditangkap dan diinterogasi. Tapi karena tidak terbukti ikut dalam gerakan
komunis, mereka dilepas kembali.
Mengenai pemberontakan PKI tahun 1926 ini, ada versi lain yang ditulis oleh
Bung Hatta. Dalam memoarnya ia menulis rencana pemberontakan itu sempat
diperdebatkan di kalangan pengurus PKI. Semuanya setuju ada
pemberontakan, kecuali Tan Malaka. Akhirnya, diutuslah Alimin dan Muso
untuk meminta pendapat ke pihak Moskow. Bukannya mendapat persetujuan,
mereka malah dimaki Stalin. "Dasar kamu orang gila. Cepat pulang ke
Indonesia dan batalkan rencana pemberontakan itu." Belum sampai ke-dua
utusan tadi di Indonesia, pemberontakan sudah meletus.
Setelah kegagalan PKI tahun 1926, Semaun sempat bertemu dengan Hatta di Deen
Haag. Akhirnya kedua tokoh yang berbeda prinsip ini menyetujui konvesi 4
pasal. Belakangan konvensi itu malah merugikan kedua belah pihak. Bung Hatta
ditangkap dengan tuduhan mendirikan organisasi terlarang. Tapi melalui
proses peradilan, Bung Hatta dilepaskan. Sedangkan bagi Semaun, konvensi ini
ternyata tidak disetujui Stalin. Semaun malah dimusuhi dan memperoleh
hukuman dari Stalin. Semaun
mungkin lupa, dengan menandatangani konvensi ini berarti ia menempatkan
gerakan komunis berada di bawah gerakan nasionalis. Ia diperintahkan untuk
membatalkan konvensi itu di hadapan pers
internasional. Ia melakukan hal tersebut. Setelah itu ia dibuang ke
Semenanjung Krim. (febi/Dari Berbagai Sumber)
-----------------
>From: Budi Haryanto <[EMAIL PROTECTED]>
>Reply-To: Indonesian Students in the US <[EMAIL PROTECTED]>
>To: [EMAIL PROTECTED]
>Subject: Re: Komunis berbulu Islam atau Islam berbulu Komunis?
>Date: Wed, 5 Apr 2000 08:38:17 -0700
>
>Saya sebenarnya pingin belajar dari anda, karena dari tulisan anda
>mencerminkan bahwa anda betul-betul tahu soal paham komunis, sehingga
>benar-benar membencinya. Nah, buat apalagi saya harus bongkar-bongkar
>referensi komunis di Indonesia masa lalu kalau dimilis ini ada anda
>sebagai 'jagonya' paham komunis. Kecuali kalau memang anda tidak
>bersedia share pengetahuan kepada saya yang masih level anak SD ini.
>
>Satu pertanyaan lagi kalau boleh.
>Apa sih 'demokrasi' itu menurut anda?
>
>Thanks.
>
>Salam,
>Budi
>(anak SD)
>
>Jeffrey Anjasmara wrote:
> >
> > Bagaimana kalau anda belajar sejarah komunis di Indonesia sendiri. Tidak
> > perlu yg tahun 1965 saja mas. Setelah anda belajar baik-baik baru anda
> > bertanya dengan pertanyaan yg sama persis.
> >
> > Berkaitan dengan demokrasi, saya perlu bertanya adakah kehidupan
>demokrasi
> > di negara komunis? Kalau kita masih belum puas dengan kehidupan setengah
> > demokrasi yg sekarang kita jalani, apakah anda masih mau menengok
>tawaran
> > kehidupan demokrasi di alam komunis? Nah, jangan bertanya macam anak SD
>lagi
> > ah. Silakan tanya dan sebutkan argumen anda kalau anda nggak setuju.
> >
> > >From: Budi Haryanto <[EMAIL PROTECTED]>
> > >Reply-To: Indonesian Students in the US <[EMAIL PROTECTED]>
> > >To: [EMAIL PROTECTED]
> > >Subject: Re: Komunis berbulu Islam atau Islam berbulu Komunis?
> > >Date: Tue, 4 Apr 2000 15:27:24 -0700
> > >
> > >Kelihatannya saya salah ngambil contoh Cuba, karena selain Cuba negara
> > >komunis juga terkena embargo perdagangan dan sebagainya akibat tindakan
> > >US. Bagaimana seandainya Cuba tidak terkena embargo US dan boleh
> > >berhubungan bebas dengan negara-negara lain dalam perdagangan dan
> > >lainnya? Saya yakin bahwa Cuba tidak akan semelarat sekarang. Malah
>saya
> > >dengar di sana tidak ada yang namanya KKN, pungli, pemerasan oleh
> > >pejabat, sogok-menyogok di pengadilan, dan lain-lain yang jelek-jelek
> > >yang justru sangat subur berlaku di Indonesia.
> > >
> > >Lalu, apa alasan ketakutan terhadap paham komunis?
> > >Saya belum mendapat jawabannya.
> > >
> > >Salam,
> > >Budi
> > >
> > >Jeffrey Anjasmara wrote:
> > > >
> > > > Bagaimana kalau melihat sendiri ke sana? Belum lama saya baca
>artikel
> > >(lupa,
> > > > di Newsweek atau Time atau US News) para juru foto keliling memakai
> > >kamera
> > > > buatan sendiri, tripod dari kayu, alat nyetak film dari kaleng
>lengkap
> > > > dengan air kotornya. Moda kendaraan yg populer dipakai adalah mobil
> > >pribadi.
> > > > Sayangnya punya orang lain, jadi si penumpang hanya mengharapkan
> > > > tumpangan-tumpangan. Untuk menempuh jarak 20km kadang perlu 6 jam
>nunggu
> > >di
> > > > halte bus tapi bus-nya jarang mampir (lain dg di Indonesia yg
>mending
> > >jalan
> > > > kaki deh).
> > > >
> > > > Kalau melihat dari pakaian wanita sih tergantung karena banyak yg
> > >berpakaian
> > > > keren (untuk jual diri) dengan bayaran dollar. Ini sekedar contoh.
> > > >
> > > > Kesengsaraan sih sulit ukurannya mas. Sama sulitnya mengukur
> > >kesengsaraan
> > > > rakyat kecil di Indonesia saat ini. Makan nasi sekali sehari boleh
> > >disebut
> > > > tidak sengsara dibanding jaman Jepang yg makannya bekatul sekali dua
> > >hari.
> > > >
> > > > Ya banyak juga mahasiswa Cina di sini yg bermobil bagus. Apa ini yg
>mau
> > > > dijadikan barometer? Silakan....
> > > >
> > > > Anjas
> > > >
> > > > -------------
> > > > >From: Budi Haryanto <[EMAIL PROTECTED]>
> > > > >Reply-To: Indonesian Students in the US <[EMAIL PROTECTED]>
> > > > >To: [EMAIL PROTECTED]
> > > > >Subject: Re: Komunis berbulu Islam atau Islam berbulu Komunis?
> > > > >Date: Mon, 3 Apr 2000 09:43:49 EDT
> > > > >
> > > > >Tanya dong........., kenapa sih kok ketakutan sekali dengan paham
> > >komunis?
> > > > >Apakah semua rakyat Cuba sedemikian sengsaranya hidup di negara
> > >komunis?
> > > > >
> > > > >Thanks.
> > > > >
> > > > >Budi
> > > >
> > > > ______________________________________________________
> > > > Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
> >
> > ______________________________________________________
> > Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
______________________________________________________
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com