Bagi yg memang senang mencari kebenaran akan kejadian
yg terjadi antara NU vs Jawa Pos, bisa membaca buku putih
yg diterbitkan oleh PW GP Ansor Jatim.

Saya sedari awal sudah sulit menerima pemberitaan
tentang aksi rekan2 NU yg diberitakan sangat negatif oleh
berbagai pihak mengingat recordnya selama ini saya lihat
terbilang baik. Waktu itu saya berpikir, tampaknya ada
sesuatu hal yg ditutupi oleh pihak tertentu atau mungkin ada
sesuatu hal yg sangat kelewatan banget yg mengkibatkan
rekan2 NU seperti yg diberitakan.

Ternyata, setelah membaca buku putih ini dimana terdapat
saksi hidup wartawan dari media lain, saya melihat bahwa
memang ada hal2 yg kelewatan banget yg dilakukan oleh
Jawa Pos yg bisa membuat warga NU berang.
Dan ternyata pula, berangnya warga NU tidak sekeras dan
sejahat seperti yg diceritakan di milis ini atau pun yg diberitakan
oleh beberapa media lainnya.

Apakah Jawa Pos telah menyalahgunakan kebebasan pers yg ada?
Apakah kebebasan pers bisa diartikan bahwa pers bisa berbuat
seenaknya tanpa perlu memperhatikan hal2 yg memang harus diperhatikan?
Apakah memang yg dilakukan oleh Jawa Pos merupakan gambaran
dari pers Indonesia ataukah memang hanya Jawa Pos saja yg kebablasan?

Silahkan baca langsung buku putih tersebut di alamat:
http://www.detik.com/gudangdata/buku-putih-pbnu/index.html

Tambahan:
Soal peristiwa wanita berjilbab yg dalam buku putih tersebut
dituturkan bernama Yulfarida Arini, yg pernah diinformasikan oleh
rekan Ramadhan Pohan di milis ini, juga dipaparkan disana.

Saya cuplikan saja bagiannya yg bisa dilihat langsung di:
http://www.detik.com/gudangdata/buku-putih-pbnu/bab-4.html
Wartawati ini dalam paragraf2 sebelumnya diceritakan bagaimana
dia terus2 berulah memancing kemarahan rekan2 NU yg saat
ini ada di kantor Jawa Pos.
----cuplikan-----
Selanjutnya, Yulfarida ngotot kembali bekerja dan menerima telepon
(menelepon?). Karuan saja, ulah wanita itu semakin mengundang emosi
warga NU-Ansor. Hingga akhirnya, salah seorang diantara mereka ada
yang membanting telepon yang gagangnya dipakai bicara Yulfarida.
Suasana semakin panas. Diantara mereka berteriak bersahut-sahutan,
"Anda kelihatannya pakai jilbab tapi tidak menghargai kami, tidak
menghargai NU. Kita sama-sama Islam. Percuma Anda pakai jilbab,
copot saja jilbabnya." Ada juga suara memperingatkan, "Awas jangan
terpancing. Dia sengaja memprovokasi." Beruntung, Banser berhasil
meredakan suasana yang semakin memanas ini.
-----------------

Saya lega, akhirnya boleh mengetahui kebenaran yg ada.
Dan lebih lega lagi, ternyata image saya tentang rekan2 NU
selama ini tidak salah. Mereka terkenal baik dan cinta damai,
tapi bukan berarti mereka bisa diinjak2 sembarangan.

Masalah peranan mass media di tanah air ini sebenarnya
ingin sekali saya bahas. Hanya sayangnya sampai saat ini
saya masih merasakan adanya cara pembahasan yg lebih
melibatkan hal2 sentimentil dan hal2 lain yg menjadikan
saya merasa belum sreg untuk melanjutkan pembahasan.
Mungkin kalau nanti situasinya sudah berubah dimana
rekan2 yg membahas lebih mau mendiskusikannya dengan
keinginan mencari yg lebih baik lagi untuk masa depan
Indonesia, baru akan saya lanjutkan.
Fokus saya dari awal memang untuk kepentingan bangsa,
bukan kepentingan oplag atau pun sensasi2 sesaat.

Rakyat Indonesia sudah terlalu lama menderita, jangan
dibuat lebih lama lagi.


jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu

Kirim email ke