Cak Budi,
Sorry, aku juga jadi bingung, kayaknya ada gangguan teknis di URL nya.
Lain kali, tak bikin lengkap saja ya.

Oya, di bawah ini ada tanggapan Yohanes Sulaiman atas Notrida, dan juga
dimuat di Jawa Pos.

Bud, ente ente maen tenis dengan kolega dosen Depok ya?
Kalau saya sudah balik, ingin ikutan ah.

salam,
rap
##


Senin, 12/02/2001 - 21:31 WIB
Tanggapan untuk Tulisan Notrida Mandica

Negeri tanpa Kepastian Hukum



Oleh: Yohanes Sulaiman *
Tulisan Notrida Mandica berjudul Kastil Pasir Politik Indonesia (Jawa Pos
Sabtu, 10 Februari 2001) sangatlah menarik. Ia memang secara tepat
menggambarkan kondisi negara kita yang rapuh, yang sekali diterpa gelombang
demokrasi langsung hancur karena kerapuhan kerangka kastil pasir ini.
Walaupun analoginya tentang kastil pasir tepat, ada satu kesalahan logika
pada tulisan Notrida itu, yakni tak adanya fokus pada fondasi kastil.
Yang menguasai teknik sipil pasti tahu bahwa untuk membuat suatu bangunan,
kita tak boleh hanya bergantung kepada kerangka beton, namun harus juga
membangun fondasi yang benar-benar kuat dan stabil. Contohnya, untuk
membangun gedung puluhan tingkat, kita harus lebih dulu menggali sampai
beberapa puluh meter ke dalam tanah sampai menusuk fondasi batu dan kemudian
baru meletakkan dasar untuk bangunan itu. Hal ini yang sama sekali tak
disentuh Notrida dalam kolom opininya itu.
Fondasi politik kita merupakan hal yang sangat vital bagi keutuhan dan
kestabilan negara kita. Sebab, tanpa fondasi yang kuat, sehebat apa pun
kerangka yang menyangga kastil kita, begitu ada gempa, kastil itu akan
roboh. Kita sudah mengalami gempa: yakni kejatuhan Presiden Soeharto dan
krisis ekonomi yang berkelanjutan. Kedua gempa itu membuktikan bahwa fondasi
negara kita sangatlah lemah karena didirikan di atas pemerintahan
authoritarian yang diwarnai KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme). Intinya,
kelemahan terbesar fondasi pemerintahan Orde Baru adalah tidak ditegakkannya
hukum secara absolut.
Hukum merupakan fondasi teramat penting bagi kastil baru kita. Notrida saya
rasa melakukan kesalahan besar karena menganggap hukum adalah pilar negara.
Justru saya menekankan bahwa hukum adalah fondasi yang paling fundamental
bagi negara kita. Kesadaran hukum dan pelaksanaannya dengan konsekuen akan
membuat rakyat merasa diperlakukan dengan adil. Namun, Indonesia di era
reformasi tetap mendirikan kastilnya di atas fondasi bangunan Orde Baru yang
terbukti tak kuat melawan gempa. Kita bisa melihat dengan jelas buktinya:
KKN yang terus terjadi, konflik etnis yang berkelanjutan, dan gerakan teror
yang terjadi di mana-mana. Jika dasar bangunan kita (hukum) memang kuat,
seharusnya semua yang telah disebutkan di atas tak akan terjadi atau
setidaknya tak akan membahayakan kestabilan nasional. Namun, karena memang
dasarnya tidak kuat, maka bangunan yang sekarang kita bentuk akan terus
dalam kondisi rapuh.
Untuk memperoleh kestabilan politik di masa depan, yang perlu kita lakukan
adalah merombak fondasi "bangunan" kita yang sekarang. Kita tak bisa
mendirikan bangunan yang baru dan kuat di atas fondasi yang cacat. Indonesia
harus lebih jujur dalam memandang dirinya, yakni bersedia membongkar
bagian-bagian yang fondasinya lemah atau bobrok. Bukanlah usaha yang mudah
untuk membongkar bagian-bagian yang bobrok. Dalam membongkar fondasi yang
bobrok, kita pasti akan terus berhadapan dengan elite politik yang memiliki
vested interests untuk menghentikan pembongkaran ini.
Contoh mudahnya adalah penyelidikan pada penyelewengan-penyelewengan yang
dilakukan Orde Baru. Apakah hasil yang kita dapatkan sekarang? Harta
kekayaan yang dikorupsi penguasa dari rakyat tetap tak dikembalikan.
Penyelidikan terhadap kasus KKN juga tak terdengar lagi atau lebih tepat
terhenti. Apakah yang ’diajarkan’ kasus ini kepada rakyat?
Penguasa yang korup berkedudukan di atas hukum dan tak bisa dijangkau oleh
pedang dewi keadilan. Dampak hukum yang tak bisa dijalankan secara tegas
sangatlah mengerikan. Karena sebagian golongan bisa tak terjangkau tangan
hukum, maka rakyat merasa buat apa lagi patuh kepada hukum dan pemerintah?
Rasa percaya kepada hukum yang sudah luntur akhirnya menyebabkan dua hal:
main hakim sendiri dan skepticism kepada pemerintah. Jika rakyat sudah tak
percaya lagi kepada pemerintah, sekuat apa pun pilar negara, negara itu akan
hancur.
Kepercayaan rakyat kepada fondasi negara yang kuatlah yang menentukan apakah
sebuah kastil akan tetap berdiri atau jatuh. Itulah permasalahan terbesar
bagi negara kita: kurangnya rasa percaya rakyat kepada elite politik kita
karena elite politik tak lagi berusaha menerapkan hukum, tapi bermain-main
demi kepentingan mereka sendiri. Tanpa rasa percaya rakyat kepada negara,
sekuat apa pun pilar negara, negara itu akan hancur karena tak ada dasar
yang bisa dipegang sebagai patokan.
Konflik etnis, golongan, gerakan teror, dan lainnya merupakan pertanda bahwa
hukum tak lagi dianggap serius. Jika hukum dianggap serius, rakyat akan
takut melanggarnya. Peneror tak akan berani melakukan aksi terornya. Konflik
etnis tak akan terjadi karena tangan hukum segera menangkap kaum provokator
dan menghukum mereka dengan tegas. Pemerintah yang berwibawa dengan dasar
hukum akan ditakuti dan sekaligus dicintai rakyatnya. Namun, kerapuhan hukum
di negara kita menyebabkan gerakan-gerakan terorisme tersebut tak bisa
diatasi. Dan hasilnya, Indonesia semakin rapuh dihantam gelombang.
Terakhir, tulisan Notrida memang tepat dalam menuliskan kesadaran-kesadaran
yang diperlukan untuk membangun kastil yang indah. Memang Indonesia sekarang
ini butuh pilar-pilar yang kuat dan kerangka bangunan yang kukuh untuk
menuju ke era baru. Namun, jika fondasi kastil ini tak dalam, sekuat apa pun
pilar kita, kastil kita akan tetap roboh jika melawan gelombang.


*Yohanes Sulaiman, mahasiswa PhD International Relations Ohio State
University, Columbus, Ohio

http://www.jawapos.com/cetak/detail.php?u_kat=1989





##
>From: Budi Haryanto <[EMAIL PROTECTED]>
>Reply-To: Indonesian Students in the US <[EMAIL PROTECTED]>
>To: [EMAIL PROTECTED]
>Subject: Re: Artikel Reflektif
>Date: Sun, 11 Feb 2001 07:29:20 +0700
>
>Dear Cak Pohan,
>
>Terima kasih atas info tulisan teman kita Ida yang dimuat di Jawa Pos.
>Sayang, ketika address terlampir di-klik, Jawa Pos-nya nongol namun
>artikel-nya kok nggak ikutan, alias ruang artikel-nya kosong. Jadinya ya
>cuman bisa mbayangin aja lanjutan tulisan rekan Ida tsb.
>
>Menyoal perilaku politik di Indonesia belakangan ini, saya saat ini
>hampir-hampir nyerah karena bingung dan nggak habis pikir. Kecenderungan
>dan
>'benang merah'nya susah untuk dirunut. Sedemikian banyaknya informasi dari
>berbagai jenis media yang setiap saat saya ikuti dengan tingkat
>reliabilitas
>masing-masing, hanya menambah kebingungan. Tentu saja saya menyadari bahwa
>saya tidak belajar formal soal ilmu perpolitikan, sehingga tidak bisa
>mengenali ilmu politik macam apa yang sedang terjadi di republik kita saat
>ini.
>
>Eh ngomong-omong, presiden kita betul-betul yakin lho tidak akan ada SI ke
>depan ini seperti yang diucapkannya dalam dialog mahasiswa beberapa hari
>ini
>(yang ternyata tidak dihadiri oleh para tokoh-tokoh mahasiswa pejuang
>reformasi yang turun ke DPR beberapa hari sebelumnya, karena mereka tidak
>mau datang dengan alasan undangannya ditulis tangan dan 'mencurigakan').
>
>Saat ini adalah Minggu pagi di Indonesia, waktu saya untuk bergabung dengan
>teman-teman main tennis. Hmmmm ....., Indonesia masih indah kok........
>
>Salam,
>Budi
>
>-----Original Message-----
>From: Indonesian Students in the US [mailto:[EMAIL PROTECTED]]On
>Behalf Of Ramadhan Pohan
>Sent: Saturday, February 10, 2001 9:58 AM
>To: [EMAIL PROTECTED]
>Subject: Artikel Reflektif
>
>
>Bacaan menarik untuk weekend ini.
>
>salam,
>rap
>##
>
>Kastil Pasir Politik Indonesia
>
>Oleh Notrida Mandica
>
>
>Melihat kondisi politik Indonesia saat ini persis seperti melihat sebuah
>kastil pasir. Awalnya, dilihat sepintas, politik Indonesia tampak seperti
>sangat kukuh. Namun, begitu bersentuhan dengan gelombang kebebasan dan
>demokrasi, bangunan politik Indonesia itu ternyata amat rapuh.Ada sejumlah
>penyebab mengapa bangunan politik Indonesia sedemikian rapuh seperti kastil
>pasir.
>
>Selanjutnya:
>
>http://www.jawapos.com/cetak/detail.php?u_cat=1729
>_________________________________________________________________
>Get your FREE download of MSN Explorer at http://explorer.msn.com

_________________________________________________________________
Get your FREE download of MSN Explorer at http://explorer.msn.com

Kirim email ke