Hadirilah ........... Tabligh Akbar Muharram 1429 H di Masjid Ar-Royyan (www.arroyyan.com) Perumahan Bojong Depok Baru 2, Sukahati, Cibinong, BOGOR Pada tanggal 20 Januari 2008 mulai pukul 09.00 - selesai Penceramah : Ustadz Sukeri Abdillah, MBA
Kami tunggu kehadiran Anda semua. Semoga berkenan. ------------------------------====================--------------------------------- http://rinrinjamrianti.multiply.com/journal/item/182/Muharram_1429_H Muharram 1429 H Hidup hanyalah kesempatan untuk membuat pilihan-pilihan. Segalanya digulirkan dan digilirkan. Setiap manusia lahir, hidup, lalu mati. Kecil, akhirnya membesar. Muda, lama-lama tua. Muncul kesenangan, terkadang berganti kesedihan. Sehat dan sakit. Semuanya fana. Semuanya pasti selalu berubah, bergerak dan berjalan. Tetapi semuanya akan berhenti dan berakhir. Ketika itulah kehidupan didunia akan berganti pada kehidupan diakhirat. Ketika itulah semua dinamika dan gerak hidup seseorang berakhir. Rasulullah SAW dalam hadits shahih menyebutkan : "Orang cerdas itu adalah orang yang mengendalikan dirinya & mempersiapkan hidup setelah mati." Kehidupan memang sebuah bentangan jalan yang akan berakhir. Kematian pasti akan menimpa kepada diri kita siapapun kita. Sebesar apapun kuasa dan jabatan kita. Seluas apapun milik kita. Sekuat apapun perlindungan kita. Begitu mahalnya nilai hidup. Karena itu, setiap orang harus memberi pilihan yang tepat untuk mengisi hidup. Pilihan dalam hiduplah yang akan menentukan siapa kita. Cermatilah segala perubahan hidup. Waktu pagi yang tiba-tiba berganti siang, kondisi sehat yang berubah sakit, atau kondisi dunia yang tahun demi tahun selalu lebih buruk dari tahun sebelumnya. Jangan lupa pula, menghayati apa yang sangat dekat ada pada diri kita. Bila sedang bercermin misalnya, perhatikan garis-garis wajah kita, atau lekuk mata kita, janggut kita, atau rambut kita. Betapa kita tiba-tiba sudah seperti ini, seusia ini. Selamilah dengan tulus, keseluruhan diri kita, dan carilah perubahan-perubahan yang menyadarkan bahwa umur kita terus bertambah. Setelah itu renungkanlah, pada tahun yang telah kita lewati, bagaimana kita mengisinya. Rasanya tidak terlalu sulit untuk mengenang kembali masa lalu, banyak memori telah kita rekam, banyak perbuatan yang telah kita lakukan, yang boleh jadi hanya kita sendiri yang mengetahuinya. "Hisablah amal-amal kalian sendiri, sebelum amal-amal kalian dihisab (oleh Allah di hari kiamat)." (Khalifah Umar bin Khaththab ra.) Imam Hasan Al-Basri mengatakan : "Sesungguhnya penghisaban dihari kiamat akan ringan bagi orang yang telah menghisab amalnya didunia, begitu pula sebaliknya penghisaban dihari kiamat akan berat bagi orang yang tidak menghisab amalnya didunia." ''Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin sesunguhnya dia telah beruntung, barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat.'' (HR Dailami) Inilah mungkin yang dapat kita jadikan sebagai acuan kita dalam menilai berhasil atau tidaknya pilihan kita yang kita pilih dalam menjalani proses kehidupan ini. Atau mungkin, inilah acuan diri kita untuk melangkah ke depan berjuang dalam hiruk pikuk kehidupan di tahun 1429 Hijriyah yang pastinya akan lebih berat. 1. Sejarah Tahun Baru Islam Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah bulan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. "Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram" (QS. At Taubah: 36) Kata Muharram artinya "dilarang". Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan, sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang. Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (Syahrullah). Muharram adalah bulan pertama dalam hitungan kalender Islam, atau lebih terkenal dengan "tahun Hijriah". Berbeda dengan tahun Masehi yang dihitung berdasarkan perputaran Bumi terhadap Matahari, tahun Hijrian dihitung berdasarkan perputaran Bulan terhadap Bumi. Satu bulan terdiri atas 29 atau 30 hari, dan satu tahun terdiri atas 12 bulan. Sesuai dengan namanya, Hijriyah yang berarti hijrah atau berpindah, hitungan "1" kalender Islam dimulai ketika Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Ini bertepatan pada hari Jumat 16 Juli 622 Masehi - Usia Rasul saat itu sekitar 53 tahun. Rasulullah hijrah sesuai dengan perintah Allah, yang salah satu analisisnya adalah menyelamatkan kaum muslimin dari siksaan kaum kafir di kota Makkah. Sebelumnya, sebagian besar kaum muslimin sudah hijrah terlebih dahulu dan tidak mendapatkan rintangan dari kaum kafir - kelak mereka disebut kaum Muhajirin, yaitu kaum yang hijrah. Di dalam rombongan itu tedapat Umar bin Khatab r.a., yang dengan lantang dan gagahnya berkata, "Ini Umar hendak hijrah, siapa yang ingin istrinya menjanda dan anaknya yatim karena ingin menghalangi Umar silakan maju!" Penggunaan sistem perhitungan Islam belum dilakukan di masa Rasulullah SAW masih hidup. Juga tidak dilakukan di masa khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Secara singkat sejarah digunakannya sistem perhitungan tahun Islam bermula sejak kejadian di masa Umar bin Al-Khattab ra. Salah satu riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu bermusyawarah dengan para shahabat dan singkat kata, mereka pun berijma' untuk menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah nabi sebagai awal mula perhitungan tahun dalam Islam. Sedangkan sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Zulhijjah sebagai bulan ke-12 sebelum masa kenabian. Sehingga yang dijadikan titik acuan hanyalah tahun dimana terjadi peristiwa hijrah Nabi SAW. Bukan bulan dimana peristiwa hijrahnya terjadi. Sebab menurut riwayat beliau dan Abu Bakar hijrah ke Madinah pada bulan Sya'ban, atau bulan Rabiul Awwal menurut pendapat yang lain, tapi yang pasti bukan di bulan Muharram. Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram. Penting untuk dicatat disini pilihan para shahabat menjadikan peristiwa hijrah nabi sebagai titik tolak awal perhitungan kalender Islam. Mengapa bukan berdasarkan tahun kelahiran Nabi SAW? Mengapa bukan berdasarkan tahun beliau diangkat menjadi Nabi? Mengapa bukan berdasarkan tahun Al-Qur'an turun pertama kali? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya perang Badar? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya pembebasan Mekkah? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya haji Wada' (perpisahan) & mengapa bukan berdasarkan tahun meninggalnya Rasulullah SAW? Jawabannya adalah karena peristiwa hijrah itu menjadi momentum di mana umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu hukum Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar hukum. Dan sejak itulah hukum qishash dan hudud seperti memotong tangan pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat huru-hara dsb mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam duduk sejajar dengan negara lain dalam percaturan international. 2. Memeriahkan Datangnya Tahun Baru Islam dan Menyantuni Anak Yatim Secara fiqih Islami, tidak ada perintah secara khusus dari Rasulullah SAW untuk melakukan perayaan penyambutan tahun baru secara ritual. Bukankah penetapan sistem kalender Islam baru saja dilakukan di masa khalifah Umar bin Al-Khattab r.a.? Selain itu memang kami tidak mendapati nash yang sharih tentang ritual khusus penyambutan tahun baru, apalagi dengan i'tikaf, shalat qiyamullail atau zikir-zikir tertentu. Namun bukan berarti kegiatan penyambutan tahun baru itu menjadi terlarang dilakukan. Sebab selama tidak ada nash yang mengharamkan secara langsung dan kegiatan itu tidak terkait langsung dengan ibadah ritual yang diada-adakan, hukumnya hala-halal saja. Terutama bila kegiatan itu memang punya manfaat besar baik secara dakwah Islam maupun syiarnya. Tentang menyantuni anak yatim, mengapa sampai diidentikkan dengan bulan Muharram, karena ada anjuran untuk 'mengusap kepada anak yatim' pada tanggal 10 Muharram yang dikenal dengan hari 'Asyura. Mengusap kepada anak yatim adalah bahasa ungkapan untuk memberikan santunan dan bantuan kepada mereka. Diriwayatkan Al Imam Bukhari dari jalan Abu Hurairah, dimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan: " Orang yang menanggung anak yatim baik anak yatim itu ada hubungan famili maupun tidak, maka saya dan orang yang menanggungnya seperti dua jari ini di dalam surga." Malik bin Anas perawi hadist itu mengatakan, Rasulullah memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah. Terhadap anak yatim pula kita sebagai muslim dilarang menghardiknya (QS. Adh Dhuha (93) : 9). Sebaliknya, Alquran telah menjelaskan adanya larangan memakan harta anak yatim dengan cara lalim sebagaimana firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya orang yang memakan harta anak yatim secara lalim. Sebenarnya mereka itu menelan api neraka sepuluh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala" (An-Nisaa: 10). Ismail bin Abdurrahman berkata, "Pemakan harta anak yatim dengan lalim itu besok di hari kiamat akan dikumpulkan dan di waktu itu keluarlah api yang menyala-nyala dari mulutnya, telinganya dan matanya sehingga semua orang mengenalnya bahwa ia sebagai pemakan harta anak yatim." Tentu kita tidak akan melewatkan kesempatan demi kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk mencari kebaikan sebanyak-banyaknya dari bulan Muharram ini, termasuk memuliakan anak yatim sebagai wujud kepedulian sosial kita kepada anak yatim, dan tentu hendaknya bukan hanya pada bulan Muharram saja kita peduli pada mereka, dibulan-bulan berikutnya selayaknya kita tetap menyantuni anak-anak yang tak mampu, karena apalah artinya kita mengagung-agungkan bulan Muharram sebagai bulan yatim tapi ketika Muharram habis, kita tidak memperdulikan dan bersikap acuh serta seolah-oleh tutup telinga terhadap mereka. 5. Muhasabah Sudahkah aku tinggalkan segala kekufuran? Sudah hijrahkah aku? Sedangkan bila ku bersedekah masih ada yang memberatkan dalam hati, masih ada rasa su'udzon kepada sang penerima sedekah, masih sedikit, seperti setitik garam dilautan, masih kuhitung rejekiku, padahal rejekiku itu sudah Allah. Membaca Al Qur'an? masih lebih banyak aku membaca majalah atau membaca buku. Puasa sunnahku masih harus di ingatkan dan dimotivasi. Qiyammul Lail ku? masih belum kudapatkan kekusyu'an itu. Dan sampai hari ini, masih belum dapat kusenangi hati kedua orang tuaku, dan masih kubebani mereka dengan kewajiban mereka terhadapku. Ya Allah kau ciptakan Manusia termasuk aku, dengan penuh kemuliaan, tetapi setelah ku tercipta, ku jalani hidupku dengan kenistaan. Ya Allah aku memang tidak semulia pada saat engkau ciptakan aku, tetapi apakah aku dapat terus berusaha untuk mendapatkan kemuliaan itu kembali dihadapan-Mu nanti di akhir hidupku? Ya Allah berilah kesempatan untuk memperbaiki diri ini dan lebih dapat mendekatkan diriku pada-Mu Yaa Alloh.... Rabbal Alamin.... Engkaulah yang memutarkan detik ke detik... hari ke hari.... tahun ke tahun.... Putarkanlah nasib burukku, ke arah lebih baik.... Jadikan Muslimin yang baik..... dan jadikan dari yang baik ke yang lebih baik.... Setiap hari ada hari baru. Setiap hari adalah waktu baru. Kita rayakan tahun baru setiap hari. Kita perbaiki diri kita setiap hari. Hari ini harus lebih baik dari pada hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari pada hari ini. Mari kita memaknai tahun baru dalam hati kita.... dengan : Pertama, motivasi dari dalam diri kita tetap menyala dan selalu ditumbuhkan terus setiap hari. Tidak hanya menunggu pergantian tahun. Kedua, menyadari perjalanan hari ini, hari kemarin dan hari yang akan datang merupakan putaran kehidupan. Ada yang mengendalikannya. Ada yang menguasainya. Ada kekuatan di atas program dan kekuatan diri kita sendiri. Ketiga, evaluasi perjalanan hari kemarin. Tidak mengulangi kesalahan di hari ini. Menjalankan perbaikan di hari ini agar lebih baik. Sekaligus merencanakan untuk hari esok. Keempat, target pencapaian setiap hari adalah target seoptimal mungkin. Jangan mandek. Kelima, perencanaan hari ini, hari esok adalah untuk kehidupan akhirat yang lebih kekal. Hari ini milik mereka yang tahu bahwa hari ini amalnya lebih baik dari kemarin dan mampu merencanakan lebih baik untuk esok. ""Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh." (Qs. al-Ashr [103]: 1 - 3). Wallahu A'lam Bish-shawab By rinrin, untuk buletin BKM, dari berbagai sumber Bogor, 1 Muharram 1429 H