sebuah cermin ( Harian Republika ) beberapa hari yang lalu ....

Pecel Mbok Sarni 

Setiap Ahad pagi, usai berolahraga di bilangan Bintaro, saya selalu 
mengakhirinya di warung tenda "Sego Pecel Madiun." Letaknya tak jauh dari 
Masjid Raya Sektor Sembilan Bintaro. Warung itu, hanya jualan tiap Sabtu dan 
Ahad. Selain menyantap menu pecel, tempe bacem dan tahu, gorengan Mbok Sarmi, 
adalah penyedap yang makin menggugah selera makan saya. 
Mbok Sarmi, juga bagian dari yang turut merasakan dampak kenaikan harga kedelai 
dan kebutuhan bahan pokok hari ini. Tetapi jiwa bertahan perempuan asal Jawa 
Timur itu tangguh. Sudah berkali-kali, kenaikan harga-harga mengguncang 
usahanya yang kecil-kecilan. Tapi ia kreatif dan ulet dalam kondisi sulit.

Sudah lazim, tiap harga kebutuhan pokok naik, yang paling mederita dalam 
persoaan ini adalah para usaha-usaha kecil. Margin untung mereka terus merosot. 
Tapi akal musti berjalan. Jika tempe tahu mahal, ukuran diperkecil agar dapat 
menjadi beberapa potong. Bagi konsumen, ini mungkin merugikan. Tetapi bagi 
pedagang kecil, ini cara paling tepat untuk bertahan.

Hal demikian, sesungguhnya sebuah pelajaran tentang makna kebersamaan. Saling 
membantu bagi yang lebih, dan memberi kelonggaran pada yang sempit rezekinya. 
Sikap semacam ini, sesungguhnya amat membumi dalam kehidupan masyarakat 
Indonesia. Maka berkali-kali krisis mengikis, pertahanan kita sebagai bangsa 
tak rapuh.

Sayang, sikap semacam ini hanya tumbuh baik di kalangan masyarakat kecil. Tak 
mampu menular pada sebagian kalangan elite dan penguasa di negeri ini. Jika 
masyarakat kecil bergandeng tangan dengan saling memahami, para elite dan 
anggota dewan kita kadang malah menjauh. Mereka kerap mencolok memperjuangkan 
kepentingan pribadi, golongan, dan partainya. Sementara urusan kedaulatan 
negara, malah mewujud dalam sinergi kebersamaan antarrakyat kecil.

Sebagai orang biasa, saya terus belajar memahami kehidupan masyarakat kecil 
yang amat kreatif. Mereka licin bak belut, dalam menyiasati tekanan hidup. 
Tidak ngemplang apalagi korup. Kebanyakan mereka, adalah orang-orang lugu yang 
jujur. Kita tak boleh lelah mengasah nurani dan mempertajam hati. Semua harus 
terwujud, dalam langkah-langkah keberpihakan pada yang dhuafa dan 
termarginalkan.

Kita harus membuat gerakan. Mengajari anak dan keluarga kita untuk membeli pada 
Mbok Sarmi, Mbok Sarmi yang lain. Mereka yang bertebaran mencari rezeki Allah 
di pasar, gang-gang perumahan, kaki lima, dan sepanjang jalan di ibukota ini 
yang tak putus-putus. Ini cara paling mungkin, untuk kita berpihak, di tengah 
kebijakan-kebijakan yang tak ramah pada orang-orang susah. Wallahu'alam

(Yuli Pujihardi ) 

Kirim email ke