assalamu 'alaikum wr.wb.

Kriteria warga yang berhak mendapatkan bantuan adalah memiliki KTP dan
KK atau identitas domisili yang diketahui oleh RT, RW serta kelurahan
setempat. Sedangkan yang lebih diutamakan untuk mendapatkan kompor gas
gratis adalah pemakai kompor minyak tanah.
http://www.jakartautara.com/modules/news/article.php?storyid=4068

Kata kunci dari link diatas adalah pemakai kompor minyak tanah.

Dirumah, kami menggunakan kompor minyak tanah ( ada 2 ). Kebutuhannya,
disamping untuk masak sendiri, juga untuk membuat makanan (pesanan)
dan jual kue/snack juga di kantor. Nah, layakkah kami mendapatkan
kompor gas gratis tersebut ? Sama halnya, dengan layakkah kami
mengikutsertakan anak kami dalam acara khitanan massal di Masjid
An-Nuur beberapa waktu yang lalu ? Bahkan, ketika diberitahukan
diharapkan mengambil kompor gas tersebut, kami iringi dengan ucapan
Alhamdulillah. Termasuk ketika diminta data KTP dan KK, juga diiringi
dengan ucapan Alhamdulillah. Bahwa pikir kami, kami memang layak masuk
kriteria penerima kompor gas gratis.

Nurani ? Tinggal diperasaan kita saja, apakah "sreg" menggunakan
kompor gas gratis tersebut ? Jika ya, dan "happy-happy aja" berarti
memang itu "rezeki kita". Tetapi jika tidak "sreg" bahkan kata
Alhamdulillahpun lupa terucapkan, berarti ... (silahkan ditebak
sendiri akhirnya).

Bahkan kami mengharapkan ada survei lanjutan dari pihak Kelurahan
untuk mengecek kebenaran layak tidaknya kami memperoleh kompor gas
gratis tersebut.

Ketika kami seringnya menawarkan sesuatu barang (yg terkadang harganya
murah atau bahkan sama dengan harga pasar), memang kami butuh, bukan
"kemaruk" (maaf). Dan alhamdulillah, kami tidak merepotkan orang lain,
tidak mempunyai hutang kartu kredit, tidak terlibat kasus-kasus yang
berkenaan dengan uang.

Silahkan silaturahmi ke rumah kami (bagi yang belum pernah) untuk
mengecek kebenaran hal diatas.

Mohon maaf jika tidak berkenan.

wassalamu 'alaikum wr.wb. / agus rasyidi BBD 2 HC 16

Pada tanggal 26/05/08, rudi hardianto <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
>
>
> Ass. Wr. Wb.
>
> Pada saat Pak Lurah menghadiri Isra Mi'raj di DKM Ar-Rohman RW. 1 ada
> pengumuman spt ini:
>
> Untuk warga:
> 1. Penghasilan dibawah 300 rb per bulan.
> 2. Belum menggunakan kompor gas.
>
> Bisa mendaptkan tabung gas gratis program konversi minyak tanah.
>
> Nah Bagi warga yang merasa seperti itu mungkin bisa mendaptkan haknya.
> Nah kalo kita yang sudah memakai kompor gas................... kalo ke
> penghasilan mungkin masuk karena hutang kredit mobil,??? rumah??? barnag
> elektronik??? sehingga penghasilan dirasa kurang dari 300 rb????
>
> Berhakkan kita ikut ngantri dan dapat tabung gas hak orang lain????
> Akhirnya tabung gas hijau tersebut hanya jadi hiasan karena dirumah sudah
> pake tabung gas biru.?????
>
> Tinggal hati nurani yang akan bertnaya tanya terus dan sesal biasanya
> jadinya.
> Kalo ngomong idealisme.................wah semua ikutan...........tapi kalo
> ngomongin GRATISAN........ikutan juga
> tuh...........he....he.......... seperti lagu............
> aku juga manusia.............he...........he..........
> ambil terus...
>
> Semoga jadi introspeksi dan benahi diri
>
> Wassalam,
>
>
> Rudi Hardianto
>
>
>
>
>
> 2008/5/25 <[EMAIL PROTECTED]>:
>
> >
> > KOMPOR GAS YANG MEMBAKAR MALU
> >
> > Oleh Jojo Wahyudi
> >
> > Tiba-tiba aku ingat "sajak" yang begitu kuat menggugah
> > Sajak yang selalu tak bosan kudengar
> > dari seorang "seniman" yang tak pernah lepas kukagumi
> > Deddy Mizwar
> >
> > Bangkit itu……… SUSAH
> > SUSAH melihat orang lain SUSAH
> > SENANG melihat orang lain SENANG
> >
> > Bangkit itu…….. TAKUT
> > TAKUT untuk Korupsi
> > Takut mengambil yang bukan haknya
> >
> > Bangkit itu…….. MALU
> > MALU menjadi BENALU
> > MALU minta melulu
> >
> > Bangkit itu MENCURI
> > MENCURI perhatian dunia dengan PRESTASI
> >
> > Bangkit itu……... MARAH
> > MARAH bila Martabat Bangsa dilecehkan
> >
> > ………………………………………….
> >
> > Aku teringat "sajak" di atas karena MALU. Malu bukan karena menjadi benalu
> > dan minta melulu, tapi karena MALU menjadi TAK MALU menerima sumbangan
> > Kompor Gas gratis dari Pemerintah.
> >
> > Pada awalnya aku heran kenapa lingkungan perumahan tempatku tinggal
> > mendapat bantuan kompor gas konversi minyak tanah tersebut. Sebab bila
> > ditilik dari kemampuan warganya jauh dari "miskin" meski tak bisa dibilang
> > kaya. Rumah standard keluarga sederhana, bahkan sebagian cenderung lebih,
> > karena perumahan BTN sudah direnovasi demikian "mewah" mengikuti trend
> > perumahan masa kini, model "minimalis" yang biaya pembuatannya tak lagi
> > minimalis. Sepeda motor sudah menjadi kendaraan umum warga dan sebagian
> > lagi bahkan menggunakan mobil.
> >
> > Apakah yang demikian ini patut menerima sumbangan konversi minyak tanah ke
> > gas? Aku sendiri tidak yakin, karena demikian antusiasnya warga mengantri
> > sumbangan tersebut. Apakah pemerintah sudah tepat sasaran memberikan "dana
> > subsidi"nya pada warga miskin? Atau memang untuk hal konversi minyak tanah
> > ini semua warga Negara berhak mendapatkannya? Termasuk warga lingkunganku
> > yang tak lagi miskin dan perlu dana subsidi.
> >
> > Memang bila bicara mengenai "hak", kita semua akan menuntutnya setengah
> > mati. Apalagi "pajak" dari pemerintah adalah makanan kita sehari-hari,
> > pajak penghasilan yang otomatis dipotong saat kita gajian, ppn saat kita
> > membeli barang, pajak tanah, pajak rumah dan lain-lain. Kita akan merasa
> > sangat berhak atas segala yang pemerintah kucurkan untuk rakyat, karena
> > kita telah membayar pajak, termasuk subsidi BBM yang saya sangat yakin
> bila
> > dinaikan menjadi sepuluh ribupun, kita masih sanggup untuk mengisi motor
> > dan mobil kita.
> >
> > Aku jadi TAKUT, seperti nukilan "sajak" di atas, takut mengambil yang
> bukan
> > "hak"nya.
> > Aku juga menjadi MALU, malu karena seolah menjadi minta melulu, minta
> "hak"
> > sebagai warga negara yang telah membayar pajak. Sementara saat tukang
> bubur
> > ayam yang biasa lewat depan rumah kutanya "Apakah mas mendapat jatah
> kompor
> > gas? Dia menjawab dengan lirih, ada kekecewaan di wajahnya "Tidak pak.
> > Pendatang seperti saya tidak mendapat kompor gas. Istri di kampung bilang,
> > kalau kompor gas dari pemerintah juga belum pernah di terima di sana"
> > Kini aku merasa menjadi PENCURI, karena MENCURI sesuatu yang sebenarnya
> > lebih dibutuhkan si tukang bubur itu.
> > Terakhir, aku menjadi MARAH. Marah karena MARTABAT-ku merasa dilecehkan.
> > Aku masih sanggup untuk membeli kompor gas sendiri.
> >
> > " Pak Jojo, koq bengong, ini jatah kompor gasnya di ambil" kata petugas
> > dari RW. Ternyata aku melamun sejak tadi, segera kuambil "jatah" dari
> > pemerintah tersebut
> >
> ..........................................................................
> > Dan ternyata.... Kompor Gas telah membakar rasa MALU-ku
> >
> > (BDB2, Minggu 25 Mei 2008)
>
>

--------------------------------------------------
Official Mailing List: Porsenipar ke IV Tahun 2007
-=== Perumahan BDB2 dan BDB3, Cibinong, Bogor ===-
-= Menjiwai Semangat Kebangsaan dengan Prestasi =-

| Official Website: http://www.porsenipar.web.id |
------- Porsenipar Media Center: 6849-6001 -------

Kirim email ke