Ini adalah copy-paste dari majalah detik, www.majalahdetik.com, sekedar 
menambah informasi.



Yang perlu dicatat adalah :  tidak ada kemuliaan tanpa suatu kerja keras, dan 
kemuliaan itu tidak harus dipamerkan!



++++++++++++++++++++++++++++++++++++





Bila Bandar Togel Menjelma Eyang

 

 

Subur adalah bandar togel di Jombang sebelum hijrah ke Jakarta. Membangun toko 
jahit dengan pelanggan pertama para pelawak Srimulat. Dianggap sakti sejak 
rumahnya tak terbakar.

 

 

Jombang sejak lama dikenal sebagai basis kalangan santri. Di sana pula berdiri 
banyak pesantren yang cukup tua usianya. Namun siapa nyana, di tahun 1960-an, 
perjudian sempat marak di kota kecil di Jawa Timur (Jatim) tersebut.

 

Judi merambah hingga sudut-sudut perkampungan. Salah satunya di Kampung Tugu 
Kepatihan, Gang IV, Kelurahan Kepanjen, Kota Jombang. Di kampong itulah, 
sekitar 1965-an itu, terdapat seorang Bandar judi yang cukup moncer. Namanya 
Subur.

 

Nama itu belakangan menggegerkan jagat hiburan dan politik di tanah air. 
Bermula dari perseteruan antara Subur dengan seorang pesohor, Adi Bing Slamet. 
Adi menuding pria berusia 67 tahun itu sebagai dukun dan penyebar ajaran sesat. 
Perseteruan itu sampai ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan bahkan masuk Gedung 
Dewan DPR. Kebetulan, anggota DPR sedang membahas pasal santet dalam RUU KUHP.

 

Subur adalah anak pertama dari pasangan suami istri Matari dan Rubiah. Ia 
mempunyai dua adik perempuan, Sutik (62) dan Sutikah (59). Kedua orang tua 
Subur menghidupi anak-anaknya dari hasil berburuh tani.

 

Saat menjalani profesi sebagai bandar judi, Subur masih terbilang remaja. Ia 
baru saja lulus dari sebuah sekolah ekonomi di kampung halamannya itu. Subur 
mengundi judi togel yang dibandarinya dua kali dalam sepekan.

 

"Jumlahnya sangat banyak saat itu," kenang sohib Subur, Supri (62), saat 
ditemui majalah detik.

 

'Bisnis' itu dijalani Subur dengan lancar selama 5 tahun, meski kadang merugi. 
Nah, suatu hari, tutur Supri, 'klien' Subur berhasil menang besar. Subur pun 
kalang kabut membayarnya. Karena tak punya uang, ia memutuskan untuk kabur. 
"Dia sampai dikejar-kejar polisi," ucap Supri.

 

Sekitar tahun 1970-an, Subur 'terdampar' di Jakarta. Namun, Sutik menampik 
kakaknya pergi ke Jakarta karena menjadi buron kasus perjudian. Subur merantau 
ke ibu kota untuk melanjutkan usaha jahitnya. Di Jombang, usaha kecil-kecilan 
yang digeluti Subur itu kurang laku.

 

"Cak Subur ke Jakarta naik kereta. Keluarga sedih ditinggal," ucap Sutik kepada 
majalah detik.

 

Di Jakarta, Subur memang sempat mendirikan toko jahit di Blok C, Slipi, Jakarta 
Barat (Jakbar). Toko bernama "Penjahit Antik Tailor" juga dipakai sebagai 
tempat tinggal Subur dengan para karyawannya. Subur banyak menerima orderan 
dari toko-toko baju di Pasar Blok M.

 

Dari usaha jahit itu pula awal mula Subur bersinggungan dengan kalangan artis. 
Tak jauh dari toko jahit Subur, persisnya di Jl. Anggrek Cendrawasih Raya No. 
37, bermarkas grup lawak legendaris, Srimulat. Basecamp itu berbentuk rumah, 
yang disewa oleh almarhum pelawak Asmuni. Di situ pula Asmuni berjualan rujak 
cingur. Sedangkan, personel Srimulat lainnya menyewa rumah di sekitar basecamp.

 

Tahun 1980-an Srimulat mencapai masa keemasan. Srimulat banyak memesan kostum 
untuk keperluan manggung dari Subur. Kostum itu bermacam-macam, mulai dari yang 
formal berupa jas, hingga yang unik. Contoh kostum unik itu antara lain kostum 
drakula yang dipakai Yongki.

 

"Jahitan Subur itu bagus, makanya pesan ke sana," kata personel Srimulat, 
Nurbuat, kepada majalah detik.

 

Tak sekadar urusan jahit-menjahit, Subur dekat dengan Srimulat karena faktor 
Slamet. Slamet adalah anggota Srimulat

yang satu kampung halaman dengan Subur di Jombang. Kabarnya pula, bersama 
Slamet-lah Subur berangkat merantau

ke Jakarta.

 

Saking dekatnya, bila sedang mengantar jahitan, Subur ikut menimbrung membahas 
grup Srimulat. Di lingkungan Srimulat, Subur dipanggil dengan sebutan "Cak", 
panggilan pertemanan khas Jatim. Bila datang ke markas Srimulat, penampilan 
Subur selalu mengundang perhatian.

 

"Pakaiannya paling necis," kata mantan pembantu Asmuni, Samir, kepada majalah 
detik.

 

Hubungan Subur dengan Srimulat tak berubah ketika ia pindah rumah ke Gang 
Beringin III, Pasar Patra, Kelurahan Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakbar. Malah, 
beberapa personel Srimulat seperti Tarzan, Mamiek, Gogon, dan Tessy, balik 
berkunjung ke rumah tersebut.

 

Tahun terus berjalan, pergaulan Subur dengan kalangan pekerja seni pun semakin 
luas. Artis-artis yang lebih junior dibanding Srimulat satu per satu berkenalan 
dengan Subur. Mereka antara lain Adi, pelawak Bagito Grup, Unang, serta Septian 
Dwi Cahyo, seorang pantomimer.

 

Sejak pindah ke Duri Kepa, Subur juga meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang 
jahit. Dekat dengan artis, ia pun menjajal pekerjaan baru sebagai sutra dara 
film. Subur sempat mendirikan rumah produksi bernama Paisindo. Namun, film yang 
sempat dibuat tak pernah berhasil tayang.

 

"Kalau saya ngobrol dengan orang film, dia bilang nggak akan laku," ucap Ujang, 
mantan pembantu Subur.

 

Cerita yang berkembang kemudian menyebutkan, Subur menjadi pengorbit 
artis-artis yang datang kepadanya. Versi lainnya, Subur menjadi semacam 
konsultan atau guru spiritual para artis yang ingin sukses dalam kariernya.

 

Fenomena guru spiritual ini memang hal biasa di kalangan pekerja hiburan di 
Jakarta. Sebagai guru spiritual, karier Subur cukup moncer. Dalam sehari, 
pasien yang datang menurut Ujang mencapai 100-300 orang.

 

Namun karier guru spiritual Subur belakangan mendatangkan masalah. Adi menuding 
Subur sebagai dukun yang mengajarkan aliran sesat. Selama 17 tahun bersentuhan 
dengan Subur, ia diajari praktik-praktik yang menyimpang dari syariat Islam. 
Tak hanya itu, Adi mengungkap Eyang Subur mempunyai delapan istri.

 

Istri-istri itu, lanjut mantan penyanyi cilik itu, sebagian 'dibajak' dari 
artis yang berguru kepada Subur. Bahkan, istrinya sendiri, Nurjannah, pernah 
hendak diambil paksa oleh Subur. Adi berhasil melepaskan diri dari 'pengaruh' 
Subur baru sekitar tahun 2010.

 

Adi mendapat dukungan dari banyak pihak, yang mengaku menjadi korban Subur. 
Salah satunya mantan murid Subur bernama Arya Wiguna. Arya menyebutkan, Subur 
mempunyai pesugihan. Subur juga memiliki peliharaan makhluk halus berupa jin 
yang bersemayam di kristal-kristal di rumah Subur.

 

Sejumlah sumber menyebut, Subur mulai dipandang sebagai orang yang punya 
'kelebihan' pada tahun 1991. Saat itu, terjadi kebakaran hebat melanda kompleks 
Duri Kepa. Anehnya, rumah Subur tidak ikut dilahap si jago merah. "Saat itu dia 
mulai dianggap sakti," kata Ujang.

 

Diundang dalam acara "(Bukan) Empat Mata" Trans7, Tarzan bercerita, dirinya 
sempat menjenguk Subur pasca-musibah kebakaran itu terjadi. Sejak saat itulah, 
seorang teman di Srimulat meminta agar Subur tak lagi dipanggil dengan sebutan 
"Cak". "Tapi Eyang," kata Tarzan.

 

Tetangga Subur, Sholeh membenarkan hal itu. Subur juga meminta masyarakat 
sekitar memanggilnya Eyang. Padahal, menurut Sholeh, rumah Subur bukan tak 
tersentuh api. Lantai satu dari rumah bertingkat itu terbakar. "Siang hari, 
karyawan membersihkan abu dan mengecet kembali," kata Sholeh kepada majalah 
detik.

 

Subur dikabarkan pernah berguru kepada orang pintar di Parung, Bogor, Jawa 
Barat, bernama Lindun (73). Namun, saat ditemui oleh majalah detik, Lindun 
menolak disebut sebagai guru Subur. Memang, kata dia, pada tahun 1970-an, Subur 
sering berkunjung ke rumahnya. Itu dilakukan Subur dalam rangka memin ta 
pelaris usaha jahit.

 

"Dia orangnya agak sombong, kalau dikasih ilmu bisa bahaya," ujar kakek 
penyandang tunanetra tersebut.

 

Subur sendiri membantah apa yang ditudingkan oleh Adi cs. Untuk meyakinkan, 
saat dikunjungi pada Rabu 20 Maret 2013 lalu, Subur memutar VCD yang berisi 
kegiatan buka puasanya bersama mantan Kapolda Metro Irjen Firman Gani. Ia juga 
menunjukkan salah satu sudut ruangannya yang dipenuhi sajadah dan mukena.

 

"Semua yang dikatakan Adi itu bohong. Tulis di media 'mu seperti itu," ujar 
lelaki yang pipinya sudah mulai kempot tersebut. (WAN /IYE )

 

Reporter: Bahtiar Rifai, Isfari Hikmat, Monique Shintami, Evi Tresnawati, Budi 
Alimudin, Tamam Mubarok (Jombang). Ilustrasi: Kiagus




Kirim email ke