Refleksi : Sudah puluhan tahun diciptakan daerah istimewa dan otonomi 
etc.Faedah dari ciptaan ini kepada rakyat tidak terbukti ada, tidak ada 
perubahan perbaikan tingkat hidup signifikan bagi penduduk setempat, selain 
bertambah miskin. Pemerintahan daerah istimewa atau  otonomi itu tidak lain 
dari alat penjilat ke atas dan penginjak ke bawah, yang dijilat ke atas ialah 
penguasa berkedudukan lebih tinggi, dan yang diinjak-injak ialah rakyat jelata, 
inilah oligari kekuasaan baru  atau a la kekuasaan kerajaan Mojopahit zaman 
bahula.

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/otda-munculkan-oligarki-kekuasaan-baru/

Sabtu, 22 Mei 2010 12:33 
Otda Munculkan Oligarki Kekuasaan Baru


Jakarta - Otonomi daerah (otda) di sisi lain telah memunculkan oligarki 
kekuasaan baru di daerah yang menguntungkan sekolompok kecil orang yang dekat 
dengan pe­nguasa di daerah saja. Hal ini dilakukan dengan cara adanya transfer 
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di daerah.

     

Pendapat tersebut disampaikan Guru Besar FISIP Uni-versitas Airlangga, Kacung 
Marijan, dalam "Seminar Oto­nomi Daerah dan Kesejah­te-raan Rakyat", di 
Jakarta, Ju­mat (21/5). Kacung menga­takan, implikasi langsung dari adanya 
oligarki kekuasaan akibat dari otda adalah munculnya kekuatan-kekuatan yang 
menguasai sektor ekonomi dan politik di daerah sehingga ha­nya berputar dalam 
ling­karan kekuasaan tersebut."Saat ini, otda telah me­lahirkan oligarki baru 
di dae­rah. Dengan oligarki tersebut, hanya sekelompok kecil orang saja yang 
diuntungkan, termasuk di dalamnya adalah adanya transfer korupsi di daerah. 
Kemudian, menimbulkan sha­dow economic and politic power yang menguasai daerah 
tersebut," kata Kacung.


Kacung mengungkapkan, kebijakan desentralisasi de­ngan bentuk otda telah 
menambah kesenjangan yang terjadi antara satu daerah de­ngan daerah lainnya. 
Hal ini disebabkan karena otda yang dilakukan saat ini tidak disertai dengan 
desentralisasi sektor ekonomi dan fiskal yang baik. Dengan demikian 
mengakibatkan keuangan daerah tetap sangat bergantung pada pusat.
Kegagalan kebijakan de­sen­­tralisasi dengan melaku-kan otda di Indonesia, 
menurut Ka­cung, adalah karena ku­rangnya komitmen dan duku­ngan elite politik 
nasional yang takut kehilangan kekua­saan dan otoritasnya di daerah. Penyebab 
lainya adalah karena miskinnya sumber daya sebagai akibat menumpuknya 
me­numpuknya sumber daya yang berkualitas dipusat saat sentralisasi.


"Tidak jarang para elite politik nasional enggan melaksanakan kebijakan 
desentralisasi karena takut kehilangan kekuasaannya. Kalaupun ada, biasanya 
mereka enggan me­wujudkannya dalam sebuah realitas. Di samping itu, pelaksanaan 
desentralisasi juga teradang masalah sumber daya yang menumpuk di pusat akibat 
dari sentralisasi," ujar Kacung.

Partisipasi
Sementara itu, peneliti utama Lembaga Ilmu Penge­tahuan Indonesia (LIPI), Siti 
Zuhro, mengatakan, dampak nyata dari dilakukannya de­sen­tralisasi dengan 
bentuk otda adalah meningkatnya par­tisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan 
munculnya inovasi kebijakan daerah da­lam mengurus daerahnya.


"Dengan otda, daerah mulai menggeliat, baik secara politik maupun ekonomi, yang 
ditandai dengan munculnya best practice di sektor penting, seperti pelayanan 
publik, investasi, dan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat dari 
banyaknya penghargaan yang diberikan pe­merintah pusat maupun lembaga lain 
kepada daerah," ung­kap Siti Zuhro.


Namun pada kenyataannya, menurut Siti Zuhro, pe­nyerahan urusan pemerintahan 
dalam otda menjadi tidak jelas karena pertimbangan politis. "Masih ada 
keengganan pe­merintah pusat menye­rahkan urusan pemerintahan yang lebih banyak 
kepada daerah, dengan alasan bisa memunculkan separatisme serta persaingan 
antardaerah dan pusat. Selain itu, dapat me­le-mahkan kontrol pusat terhadap 
daerah," tutur Siti Zuhro.(cr-10)

Kirim email ke