Catatan Seorang Klayaban:

MILITER DAN MILITERISME

Harian Suara Pembaruan, Jakarta pada tanggal 13 Juli 2004 menurunkan sebuah berita 
berjudul "Gus Mus: Munculnya Gerakan Antimiliter Tidak Fair". Berita ini juga mengutip 
kata-kata Gus Mus:

"Saya pikir gerakan antimiliter itu tidak realistis, bahkan negara maju seperti 
Amerika serikat sekalipun pernah dipimpin Eisenhower yang juga seorang militer," kata 
Gus Mus yang ditemui seusai pengajian dalam acara Haul dan Khataman di Ponpes 
Salafiyah Terpadu Ar Risalah, Lirboyo, Kediri,Jawa Timur, Selasa (13/7) dini hari".

Membaca berita-laporan ini, terkesan pada saya bahwa paling tidak nampak benar 
pernyataan tersebut kurang membedakan antara "seorang militer" dan "militerisme". 
Ketika mengambil contoh Eisenhower yang benar adalah seorang militer yang memimpin 
pendaratan di Normandia, Perancis, pada 6 Juni 1944, untuk menghancurkan kekuatan Nazi 
Hitler menyusul kekalahan yang terakhir ini di pertempuran titikbalik Perang Dunia II 
di Stalingrad, Gus Mus tidak mempertanyakan apakah Eisenhowser yang memang seorang 
jenderal alias militer itu seorang penganut militerisme. Pembedaan dua istilah yang 
mengandung dua pengertian esensil berbeda ini sangat diperlukan dan dalam kehidupan 
politik akan mempunyai dampak kongkret dan jauh berbeda. Kalau kita menyamakan atau 
mensinomimkan kedua pengertian ini maka kalau kita anti militerisme, berakibat akan 
membenci semua orang militer tanpa membeda-bedakan siapapun juga. Padahal militer 
sebagai bagian penting dari aparat negara, seperti halnya penjara dan pengadilan atau 
parlemen oleh sistem masyarakat dan negara apa pun yang dipilih, tetap diperlukan. 
Mungkinkah suatu negara berlanjut tanpa perangkat saran-sarana itu? Negara dengan 
sistem dan bentuk negara manakah yang tidak memerlukan aparat-aparat tersebut? Kecuali 
kalau kita menolak adanya negara. Tapi apakah dalam kondisi sejarah seperti sekarang, 
"pelenyapan negara" atau "state fading away" jika menggunakan istilah oleh V.I.Lenin, 
tidak terlalu subyektif? Saya ingin agar ditunjukkan dasar alasan yang meyakinkan 
bahwa "pelenyapan negara" itu sekarang sudah saatnya, lengkap dengan contoh-contoh 
aktual dan dalam kurun sejarah mana pun. Permintaan ini saya harapkan karena saya 
menganggap "betang" [rumah panjang] Dayak Kalimantan Tengah dengan segala perangkat 
dan sistemnya sebenarnya secara hakekat tidak lain dari sebuah negara juga adanya. 
Saya mengambil contoh "betang" karena oleh para antropolog kolonialis dan yang 
menanggap Barat pengembang "mission sacrée" [misi suci], etnik Dayak dipandang sebagai 
manusia dan masyarakat "primitif". Tanpa membedakan dengan jelas pengertian militer 
dan militerisme, saya khawatir, akan terjadi semacam anarkhisme, subyektivisme yang 
lepas dari kondisi sejarah dan kenyataan sehingga hanya akan membawakan kehancuran 
pada kehidupan dan masyarakat. Dari kenyataan ini nampak bahwa angkatan bersenjata, 
yang para anggota anggotanya disebut sebagai orang militer atau militer, adalah suatu 
keperluan tak terhindarkan jika kita mau hidup bermasyarakat dan bernegara. Bernegara 
yang saya pahami sebagai usaha manusia untuk hidup manusiawi atau beradab sejalan 
dengan sistem nilai, pemali, pantangan, dan yang diungkapkan dalam berbagai sarana 
ungkapan.

Kalau sejenak kita mau membuka halaman-halaman sejarah dunia, tanpa usah terlalu jauh 
ke belakang, maka kita akan menemukan nama-nama seperti Gamal Abdel Nasser dari Mesir 
yang seorang kolonel, Kemal Ataturk dari Turki atau yang paling akhir Hugo CHAVEZ dari 
Venezuela atau para perwira yang memimpin Revolusi Bunga di Portugal. Mereka semuanya 
adalah orang-orang militer. Tentu saja di samping itu kita  pun mengenal nama-nama 
seperti Batista, Somoza, Pinochet,dan lain-lain yang membangun sistem diktatur 
militeristik di Kuba, di Portugal dan Chili atau para kolonel yang menegakkan diktatur 
militer di Yunani. Jika tidak salah tafsir maka dari kenyataan sejarah itu, maka 
paling tidak sejarah  menunjukkan adanya dua jenis orang militer, yaitu militer yang 
manusiawi, demokrat, berpikiran cerah dan militer yang militeris. Sejarah menunjukkan 
bahwa tidak semua orang militer itu adalah militeris atau penganut militerisme. Jadi 
menjadi seorang militer tidak serta merta membuat orang militer itu menjadi seorang 
militeris atau penganut militerisme. Karena itu anti militer dan anti militerisme 
adalah dua hal yang berbeda. 

Jika orang memahami sistem militer di berbagai negara, barangkali si pelajar akan 
paham bahwa di dunia militer pun terdapat bermacam-macam sistem. Ada sistem Tentara 
Rakyat di mana ada sistem komisaris politik yang kedudukannya setara dengan komandan, 
dan ada yang tidak menggunakan sistem ini dan menjadi orang-orang militer hanya 
sebagai benda dan alat mati. Yang menganut sistem ini menterapkan disiplin mati tapi 
memperhitungkan masalah manusia. Sedangkan penganut sistem terdahulu akan sangat 
memperhitungkan faktor manusia dan mengembangkan demokrasi di seluruh kesatuan 
berbagai tingkat. Disiplin yang lahir dari sistem terdahulu adalah disiplin kesadaran 
yang memberi tambahan pada  daya tempur tentara, sedangkan pada sistem terakhir adalah 
sistem disiplin mati, di mana manusia tidak lain dari alat.  Indonesia menganut sistem 
disiplin mati ini. Militer Indonesia tidak mengenal sistem komisaris politik [kompol], 
kecuali pada sementara layskar sebelum pada 1950an dilebur menjadi TNI oleh PM Amir 
Sjarifudin yang kemudian ditembak mati atas perintah Jenderal Gatot Soebroto di 
Ngalian karena dituduh terlibat dalam "Provokasi Madiun" 1948 [Saya tidak menggunakan 
istilah "Pemberontakan Madiun", tapi "provokasi". Lihat: Hersri Setiawan, "Negara 
Madiun. Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan",FUSPAD, Yogyakarta, 2002,211 hlm]; 
Aidit Menggugat Peristiwa Madiun, Yayasan Pembaroean, Jakarta, 1955; Coen Husein 
Pontoh, "TNI Bukan Tentara Rakyat", Solidaritas Nusa Bangsa, Jakarta, 2000].

Tapi sekalipun dalam sistem organisasi militer yang tidak menggunakan sistem kompol, 
sejarah juga menunnjukkan , terutama dari kalangan perwira tinggi, orang-orang yang 
terdidik baik, mungkin lahir orang-orang militer yang berpikiran cerah dan menentang 
militerisme. Ini juga diperlihatkan oleh sejarah Angkatan Bersenjata Republik 
Indonesia. Orang-orang militer berpikiran cerah [enlighten military men] seperti 
Nasser, Kemal Ataturk, Hugo Chavez, Carvaillho, inilah yang barangkali berguna dan 
diharapkan untuk menyelamatkan Indonesia dan perlu ditumbuhkembangkan sebelum  
masyarakat sipil terbangun kokoh, dan peralihan menuju ke kelahiran masyarakat sipil. 
Tentu saja orang-orang militer begini ada di kalangan militer Indonesia walaupun, 
secara imbangan kekuatan kongkret mungkin  masih sangat lemah. Mereka akan memperoleh 
tambahan tenaga penting jika bersandar kepada massa luas. Karena itu menyamakan 
pengertian orang militer dan militerisme , selain memperlihatkan kekacauan pengertian, 
ia juga merupakan kesalahan dalam metode berpikir yang menggeneralisasi sesuatu dan 
petunjuk ketidakpahaman akan dunia militer serta sistem-sistemnya. Di samping itu, 
yang tidak membedakan dengan jelas antara kedua istilah ini sesungguhnya belum belajar 
dengan cermat sejarah militer Indonesia. 

Orang Militer adalah semua mereka yang bekerja dan bergerak di dunia kemiliteran. 
Pikiran mereka bermacam-macam, walaupun secara korps ada keseragaman tapi keseragaman 
bukan pintu terkunci bagi penyimpangan. Karena orang militer pertama-tama adalah anak 
manusia yang berpikir, berhati nurani dan berperasaan. Sedangkan militerisme adalah 
sebuah isme yang ingin mengatur masyarakat manusia dan negara dengan menggunakan 
sistem militer yang anti kemanusiaan, diktatorial serta menggunakan sistem komando. 
Militerisme adalah suatu isme yang bertentang dengan demokrasi. Penganutnya disebut 
militeris tapi berbeda dengan orang militer. Seorang penyair, seorang dramawan, 
seorang dokter, seorang sosiolog, antroplog dan lain-lain.. bisa saja menjadi penganut 
ide militerisme. Yang patut ditentang karena bertentangan dengan kemanusiaan bukan 
orang militer tapi kaum militeris dan militerisme. Dalam sejarah Indonesia, saya 
gerakan menentang militerisme bukanlah hal baru.

Kekacauan dan ketidakjelasan mengenai masalah ini juga memperlihatkan betapa bahasa 
itu sesungguhnya cerminan dari kejernihan pikiran. Sangat menggelikan jika seorang 
penyair atau sastrawan tidak cermat dalam berbahasa. Jabatan dalam suatu organisasi 
dan kedudukan pemerintahan atau pun pangkat kemiliteran tidak menjamin adanya 
kejernihan berpikir seseorang. Mengapa kita mesti terkecoh? Menuding gerakan anti 
militer seperti berita-laporan Harian Suara Pembaruan di atas, tidakkah mencerminkan 
ketidakcermatan berbahasa yang demikian, ketidakpahaman akan sejarah militer, politik 
front persatuan nasional dan sikap awur-awuran yang jauh dari rasionalitas? Kecermatan 
berkata dan berbahasa, ketekunan belajar sejarah dan realita barangkali sesuatu yang 
mendesak bagi para pencinta bangsa, negeri dan kemanusiaan. Apalagi bagi yang menyebut 
diri sebagai penyair dan budayawan. 



Paris, Juli 2004.
----------------
JJ. KUSNI



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.arsip.da.ru
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke